Saturday 5 September 2020

Belajar Lewat Media Digital. Siapa Takut?



Perubahan adalah niscaya. Perubahan yang bernama lain ketidakpastian. Hal yang tak terbantahkan di dunia ini. Apalagi dengan percepatan perubahan dunia yang mengakibatkan kita untuk ikut berubah. Termasuk merubah gaya hidup kita. 

Sayangnya, banyak orang yang nyaman dengan kebiasaan lama. Belum siap menghadapi pola kehidupan new normal hingga menimbulkan krisis di hampir semua aspek kehidupan kita.  

Nah, aku akan bahas aspek yang terkait dengan media pembelajaran dalam kehidupan dengan adaptasi kebiasaan baru (New Normal) menggunakan media digital. Media yang awalnya dikolaborasikan dengan media konvensional.

Aku masih ingat di masa lalu, guruku masih menggunakan media pembelajaran konvensional papan tulis dan kapur tulis. Gimana guruku menulis dengan semangat hingga tangannya putih semua, dan kami dengan senang bergantian menghapus papan tulis. Menyisakan debu kapur yang berterbangan di ruang kelas. Apalagi bisa bercanda dengan teman-teman dengan mengusapkan debu kapur tulis ke wajah mereka. Kami bisa tertawa seharian. 

Setelah kapur tulis dan papan tulis, media pembelajaran berubah. Guru mulai menggunakan spidol yang lebih ramah debu. Terlihat lebih bersih dan efisien, meski menurutku berfungsi sama. Media pembelajaran. Sebagaimana media digital yang kini mulai marak digunakan sebagai jawaban atas masalah krisis pandemi Covid. Media yang perannya dianggap cukup vital dalam proses pembelajaran.

Sebagai guru, media digital sangat membantu dalam proses pembelajaran sehari-hari di masa New Normal ini. Meski kami belum begitu terbiasa. Selayaknya orang yang terkena bencana kemarau setelah lama menjalani kenyamanan dalam limpahan air hujan. Begitu pun keadaan guru-guru yang terbiasa ada di zona aman. Panik dan bingung untuk belajar mengenai media digital yang dapat membantu proses pembelajaran.

Rasa bingung yang membangkitkan kesadaran kami tentang pentingnya belajar tentang media digital. Kami pun jadi berlomba belajar applikasi media digital yang akan digunakan dalam proses belajar via daring.

sumber gambar fixabay


Kesadaran Akan Pentingnya Media Digital Dalam Pembelajaran

Sebenarnya sih, peran penting media digital tak hanya menyentuh satu sisi dari proses pembelajaran saja. Melainkan, sudah sampai ke ranah yang lebih sensitif, yaitu: proses kreatif guru dan siswa dalam prosesnya. Misalnya, seorang guru dapat dengan fleksibel menggunakan media digital tak hanya dalam proses pembelajaran, tapi sebagai media konseling dan pengembangan bakat. Aspek yang output nya dapat mendorong siswa agar dapat menghasilkan produk yang punya nilai jual. 

Output siswa yang diharapkan bisa jadi motivasi untuk terus belajar dan berkarya. Belajar untuk terus mengembangkan potensi terbaiknya lewat media digital. Terutama di masa kehidupan new normal yang memaksa kita lebih sering berada di rumah demi menghindari kerumunan. 

Ruang bengkel yang kosong


Memang sih, nggak mudah beradaptasi dengan gaya hidup baru di masa new normal ini. Perlu penyesuaian dalam beraktivitas.  Kita jadi menyadari bahwa media digital adalah media yang dapat membantu kita survive dalam menghadapi kehidupan adaptasi new normal ini. 

So, dalam proses menghadapi kehidupan new normal ini, kita perlu trik jitu agar bisa menjalani kehidupan ini dengan baik. Trik yang dapat membantu kita mengatasi kesulitas dalam proses pembelajaran.

  1. Santai dan tenang
Proses pembelajaran bersama siswa/anak akan berjalan baik, jika kita sebagai guru dan orang tua dapat membimbing anak dengan santai dan tenang. Tidak buru-buru. Apalagi tegang dan sambil marah-marah.  Kebayang kan, kalau kita jadi murid yang gurunya tegang dan marah-marah? Pasti yang kita  pelajari susah nempelnya. Susah nyambung.
       

Sebaliknya, kita pasti mudah paham jika kita dibimbing guru yang santai dan tenang. Hati jadi adem. Pelajaran jadi terasa lebih mudah. 

     2 Sabar dan Percaya diri 

Tips lain adalah sabar dan percaya diri dalam membimbing anak - anak kita. Meski tidak mudah.  Apalagi menghadapi gejolak emosi day to day anak yang bosan dan kesal dengan keadaan ini. Merasa terkungkung oleh beban belajar via daring yang menumpuk.

Hasilnya, orang tua merasa kehilangan rasa sabar dan percaya dirinya menghadapi anak yang enggan belajar. Orang tua jadi mudah marah. Bahkan main tangan. So, tidak ada jalan lain selain sabar dan percaya diri bahwa kita bisa. Bisa melalui krisis ini. Lalu menjelaskan pada anak bahwa di masa pandemi ini, kita harus bersabar dan berdoa. Berharap pada Tuhan, semua lekas berlalu.

Selanjutnya, tips santai dan sabar ini kupikir dapat mengoptimalkan proses belajar via daring yang dilakukan anak. Proses belajar daring bahkan bisa memacu anak mengembangkan bakatnya lewat media sosial yang ada. Berbagai leaflet lomba online bertebaran di media sosial yang dapat diikuti anak untuk menguji mental atau mengejar hadiah.

Sebut saja lomba yang diadakan oleh Pocari sweat yang diperuntukkan bagi siswa SMA sederajat. Ajang pencarian bakat lewat media digital yang banyak peminatnya. Belum lagi ajang lain seperti: Biocalci Video Competition, Lomba design Logo, Lomba menulis dan lain-lain. Ajang yang dapat menempa kemahiran siswa dalam bermedia sosial secara bijak.


So, Belajar Lewat Media Digital. Siapa Takut?

Proses belajar via daring yang bisa dilakukan di mana saja ini dapat menggunakan berbagai applikasi digital sesuai kebutuhan. Dari whatsapp, instagram. google meet, google classroom, zoom, facebook dan lain-lain. Aplikasi digital tersebut dapat dengan mudah diperoleh gratis di playstore. 

Nah, dengan berbagai kemudahan tersebut, kupikir jadi tak ada alasan buat takut untuk belajar lewat media digital, kan? Selain dapat memperoleh berbagai keuntungan dari segi waktu, dan uang, siswa juga dapat menjembatani keterbatasan lain lewat media digital. Siswa dapat berekspresi bebas lewat media yang ia minati. Berkarya dengan bakat terbaiknya.

Sebagai guru, kami pun berusaha memberi contoh pada siswa didik agar terus semangat belajar lewat media digital. Kami juga mengikuti lomba yang diadakan media online. Termasuk aku. Masalah menang atau kalah, itu adalah bonus.

Sebagaimana ucapan Ali bin Abi Thalib yang sangat meresap dihatiku,

"Wahai manusia, saya tidak menyuruh anda melakukan suatu tindakan, melainkan mula-mula saya sendiri melakukanya mendahului Anda; saya tidak akan mencegah Anda dari sesuatu melainkan saya mencegahnya dahulu dari diri saya." (imam Ali bin Abi Thalib, Puncak Kefasihan: 1997)

So, gimana dengan kamu? Tulis pendapatmu, ya? Terima kasih.

Friday 28 August 2020

Review All the wrong substraction karya Khawaja Ali Zubair

Berlatar di negara Muslim bekas jajahan Inggris, Pakistan menjadikan cerita ini unik. Apalagi dengan tema cinta yang menyelimuti seluruh kisah yang ditulis dari sudut pandang orang pertama ini. Nadir Husesni. Kisah yang terkesan sedikit gloomy namun memberi gambaran bahwa hidup itu begitulah adanya


Stories end where love begins. This story starts right where love ends.


Itu kata-kata awal yang menurutku cukup dalam maknanya. Kata-kata yang bikin aku sedikit kecele. Kupikir kisah ini akan berputar di kisah cinta semata. Ternyata, aku nggak salah. Hanya saja, versi cinta yang hadir di sini, mungkin berbeda dengan yang kita bayangkan. 

Sinopsis

Kisah yang diawali dari berakhirnya cinta seorang Nadir Husseni pada gadis pujaannya. Linah Rafiki. Gadis yang justru memilih pria lain. Minavan Malik. Padahal Nadir begitu mencintainya. Bahkan menjadikannya sebagai tujuan dari karir sprinternya. Begitu ia pikir.

Perasaan Nadir yang void dengan emosi akibat patah hati tak berubah. Ia merasa hambar. Tak menikmati sambutan meriah Mr. Husseni akan kemenangannya sebagai seorang sprinter. Nadir merasa sebagai seorang pecundang karena hanya memperoleh perunggu. Apalagi penyemangatnya untuk mencapai garis finish tak lagi jadi miliknya. Ia kehilangan tujuan dan semangat hidup. Nadir merasa hidupnya sia-sia. Ia merasa kalah dan memutuskan untuk keluar dari Tirah University. Ia lari. Meninggalkan cinta dan segala kenangan pahit. Termasuk sahabatnya. Lounger.

Lalu, berkat koneksi ayahnya, Nadir bisa pindah di universitas lain dengan mudah. Ia menemukan banyak hal baru. Termasuk teman. Farah Malik. Gadis yang ternyata adalah sepupu Minavan Malik. Orang yang ia benci.

Namun, rasa benci memang tak bisa menghilangkan simpati dan kebaikan seseorang. Nadir pun bersahabat dengan Farah. Persahabatan yang menjadikan Nadir sebagai seorang yang berbeda. 

Nasib memang mengombang ambingkan perasaan dan diri manusia. Termasuk Nadir. Ia harus menelan pil pahit yang ia tahan dan telan dengan terpaksa. Ini terjadi karena anak tertua keluarga Husseni, Marium Husseni ternyata akan menikah dengan Yasir Malik. Kakak dari Minavan Malik. Musuh besar Nadir Husseni. Orang terakhir ingin Nadir lihat. Apalagi dijadikan keluarga. Tapi, nasib memang selalu berkata lain. Begitu pun nasib juga yang membawanya untuk bertemu dengan Dadhey Siddique. Pemuda kharismatik yang menarik hati Nadir. Ia tak menyangka bahwa Dadhey adalah saudara tiri dari Minavan.

Nah, pertemuan Nadir dan Dadhey inilah yang mengawali ikatan erat bermakna keduanya. Mereka berdua berkonspirasi membalas perbuatan Minavan yang telah merebut cinta Nadir. Konspirasi yang justru berakhir dengan kematian Dadhey Siddiqui dalam sebuah kecelakaan pesawat. Menyusul ayah dan ibunya.

Nadir yang hancur. Terpuruk. Ia makin membenci Minavan. Membenci dirinya karena tak bisa mengungkapkan perasaannya pada Dadhey. Membuka hati dan meminta maaf atas kekerasan hatinya. Menyesali rasa harga diri yang menahan dirinya untuk mencintai sahabat yang sangat ia hargai. Ia berpikir, kalau saja ia melakukan apa yang seharusnya, Dadhey pasti masih ada di dunia ini. Bersamanya. 

Tapi, suratan nasib memang tak bisa ditolak. Kematian Dadhey menyadarkannya akan hidup, dan menghargai kehidupan. Mencintai orang-orang yang ada di sekitar kita dengan tulus.


Diskusi

Buku yang berlatar tanah Pakistan ini memang agak terkesan gloomy, dan sarat dengan pesan moral. Menggambarkan tentang kisah kehidupan keluarga konglomerat Husseni dan Malik dengan tokoh sentral Nadir Husseni. Tokoh yang terkesan labil dan mudah  terbawa perasaan. Skeptis. Ia juga kurang percaya diri. Mungkin ini terjadi karena ia selalu dengan mudah mendapat apa yang ia mau. Ia juga mendapat pengakuan dari keluarga yang menyayanginya.

Berbeda dengan Dadhey yang selalu duduk di pojok ruangan. Selalu jadi orang luar. Bahkan di keluarga Malik. Meski ibunya menikah dengan Rahat Malik (ayah Minavan dan Yasir). Ia tak benar-benar dianggap keluarga. Ia bahkan memakai seutas kain putih di tangannya sebagai momentum pengingat baginya. Pengingat atas kehilangan besar yang ada hubungannya dengan Minavan. 

Menurutku, tokoh Dadhey yang tak peduli akan harta dan kedudukan ini lebih kuat dibanding tokoh utama. Menggambarkan paradoks manusia cerdas yang tak diterima sekitarnya karena ia istimewa. Meski ia hanya ingin diakui dan dicintai. Sayang, di detik akhir hidupnya pun. Semua orang yang berarti baginya - melepaskan tangan atas dirinya. Hal yang jadi penyesalan bagi Nadir, Rahat, dan Minavan. Hingga saat bayi Marium lahir, mereka menamainya Dadhey Malik. Sebagai pengingat.

Pengingat bahwa seorang yang berarti dalam keluarga ini akan selalu ada dan disayang. Meski tak ada yang bisa menggantikan Dadhey Siddiqui. Paling tidak bagi Nadir Husseni.

Mungkin, seperti penyesalan yang pahit di ujung lidah. Tak ada yang bisa dilakukan selain menelannya. Sebagai manusia, bagaimana pun kita harus terus move on. Penyesalan akan masa lalu tak bisa kita ubah. Kita hanya bisa memperbaiki apa yang akan kita lakukan hari ini. Harapannya, hari ini tidak jadi penyesalan di hari esok.

Nah, sebagai pengingat, aku akan kutip surat terakhir Dadhey yang ia berikan sebelum pesawatnya meledak di angkasa.

Grand words Nadir, good indeed these are. If only you knew me better. If only I had the strenght to go through it all over again. I might have had fewer sentiments to add, less forgiveness to ask for, less meaning to get across and less doubts about whether I have said all I wanted to say. (Dadheys letter to Nadir, right before his plane crashed) page 129 


Bandarlampung, 28 August 2020


Judul buku     : All the wrong substraction

Penulis            : Khawaja Ali Zubair

Tebal buku      : 177

Bentuk buku    : pdf

Tuesday 18 August 2020

It's Okey To be Schizophrenia, Tuhan Tetap Mencintaimu: Jadi Berbahagialah

 Bismillah,


Halo gaes. Apa kabar semua? Semoga teman -teman semua selalu sehat, meski di tengah kondisi yang serba terbatas dikarenakan pandemi ini. Kondisi yang mungkin bisa mengganggu kesehatan mental kita. Hal yang bisa mengganggu kualitas hidup kita.

Nah, kali ini aku akan bercerita tentang kisah keluargaku yang mungkin berhubungan dengan kesehatan mental. Tema yang kental membayangi kita, mengingat makin beratnya beban hidup hingga kesehatan mental menjadi salah satu faktor pendukung kualitas hidup yang baik. Sayangnya,  hidup ini nggak selalu rose and sunny. Hingga aku menulis judul ini, " It's Okey tobe Schizophrenia, Tuhan Tetap Mencintaimu: Jadi Berbahagialah." A glimpse of my family story who still struggling to live with Schizho. Kisah sederhana yang mungkin mewakili kisah-kisah lain yang dialami keluarga-keluarga lain dengan kasus yang sama. Tulisan yang kuharap bisa kasih gambaran bahwa being Schizophrenia nggak akan menutup harapanmu untuk meraih kebahagiaan.

Baiklah, aku akan mulai ceritaku..

Hari ini adalah hari Minggu, 16 Agustus 2020, hari ketujuh adikku mengalami episodenya yang biasanya berlangsung dalam kurun tiga sampai sepuluh hari. Tergantung kondisi ketenangannya. Ini adalah episode kedua dalam tahun ini. Episode pertama terjadi di bulan Maret, dan berlangsung kurang lebih selama seminggu. Ini terjadi karena level kecemasan dan ketidaktenangannya karena kakak iparku yang meninggal di bulan Desember. 

Eh, mungkin sebagian dari kalian belum tahu episode ini apa, ya? Ini tidak ada kaitannya dengan episode film. Ini adalah masa di mana seorang penderita schizophrenia mengalami relapse dengan symptom, seperti: wajah tanpa ekspresi, bicara tak koheren atau bicara sendiri, sulit tidur, kurang memperhatikan kebersihan diri, reklusif (menutup diri), dan mudah tersinggung.

Menurut data yang kubaca, kondisi ini bisa berangsur membaik dan berkurang intensitasnya. Tergantung kondisi psikis penderita yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Terutama lingkungan keluarga.

Penderita juga, menurutku akan bisa terus dalam kondisi stabil jika ia dapat menjaga ketenangan emosinya. Sayangnya, hidup ini tak selalu berjalan seperti harapan kita.

Begitupun yang dialami adikku. 

Pengalaman Menyesakkan Saat Adikku  Terkena Schizho

Kejadian ini dimulai di pertengahan 2009. Tepatnya kapan, aku lupa, karena catatan-catatan yang kubuat hilang. Entah di mana. Jadi kubuat ini berdasar ingatanku saja. Meski mungkin tak sedetail kejadian yang kualami. Mungkin catatan-catatan itu hilang bersama kenangan yang sebenarnya ingin kulupakan. Tapi, kenangan-kenangan ini akan coba kuingat agar dapat kuceritakan di sini. Harapku, ini bisa jadi pengingat bagiku dan kamu bahwa hidup ini berharga. 

Baiklah, aku akan ceritakan dari kenangan yang kuingat saja ya..

Siang itu adikku pulang ke rumah dibawa oleh teman-teman kuliahnya, karena ia mengalami kecelakaan. Kami sekeluarga kaget dan cemas. Untungnya, ia terlihat baik-baik saja. Hanya kondisi motor yang agak rusak, dan kami bersyukur. Sungguh, kami nggak tahu kalau itu adalah titik awal perkenalan kami dengan schizho.

Sejak itu kejadian-kejadian yang membuat kami khawatir terus terjadi. Dari ia yang sering bengong, tidak fokus, dan sulit tidur. Ia bahkan pernah tidak tidur selama tiga hari hingga kadang ngomong sendiri. Sering mengatakan hal-hal yang nggak masuk akal. Tubuhnya juga terlihat lemah. Ia juga nggak peduli dengan kebersihan diri. Kami sungguh cemas. Sangat cemas.

Pengetahuan kami yang terbatas tentang gejala-gejala schizo menjadikan kami bingung dan takut. Seperti berjalan dalam gelap di atas jembatan rapuh dengan jurang curam di bawah kami. Apalagi melihat kondisi adikku yang makin mengkhawatirkan, aku kadang sering menangis tanpa sadar. Ia makin sulit diajak berkomunikasi, dan gampang marah. Ia bahkan pernah memukul kaca cermin hingga tangannya luka. Jantung kami rasanya mau copot melihatnya.

Bagaimana nggak? Adikku ini kami kenal sebagai anak yang kalem, rajin dan pintar. Nggak pernah macam-macam. Ia sering dapat beasiswa belajar. Saat kuliah S1 ia juga mendapatkan beasiswa hingga mamak nggak pusing dengan biaya kuliahnya. Sejak kuliah ia juga sudah mulai mengajar privat, dan memberikan uang hasilnya pada mamak. Anak yang manis, kan? Hingga perubahan-perubahan yang terjadi padanya bikin kami selalu khawatir dan terus berupaya demi kesembuhan adikku. 

Awal pengobatan adikku

Sebagaimana orang awam yang nggak paham dengan penyakit ini, kami pun berkonsultasi dengan banyak orang. Seorang teman mamak menganjurkan kami berobat ke orang pintar. Mbah Gemur di Pringsewu. Jadilah kami bolak-balik pergi ke Pringsewu untuk mengobati adikku dengan mengendarai motor.

Cobaan di tahun-tahun itu rasanya amat berat. Datang bertubi-tubi. Kondisi keuangan keluarga kami juga lagi nggak begitu baik. Ditambah adikku yang lain juga sakit. TBC selaput perut. Jadilah, kami mondar-mandir untuk mengobati dua adikku ini. Tapi, Allah itu baik. Meski sulit, ada aja yang mau menolong untuk meminjami kami uang. Kadang saat pulang dari rumah sakit, ada aja yang nganter sepiring sayur atau camilan. Kami selalu bersyukur pada Tuhan atas kebaikan-Nya.

Okeh, kembali ke adikku yang musti berobat ke mbah Gemur berulang kali. Tapi kami lihat kondisinya tak kunjung membaik. Padahal ritual sudah dilakukan. Dari mandi kembang, minum air dan ritual lain. Mamak juga mengajak adikku ini pergi ke orang pintar lain di Bandarlampung. Jujur aja, hati ini rasanya merasa ada yang salah dengan cara pengobatan ini. Tapi, kami berserah diri pada Allah. Berharap kebaikan Allah semata. Sayang, kondisi adik belum juga seperti yang kami harap. Jadi kami diskusi untuk mencari pengobatan lain. Lalu, berangkatlah kami ke Jawa. Berdasarkan saran keluarga, kami mengunjungi beberapa orang pintar di sana. Hingga sampai pada ucapan dari orang pintar tersebut bahwa adikku akan sembuh di Lampung.

Selanjutnya, kami pun pulang ke Lampung. Kami terus ikhtiar berobat kesana-kemari. Termasuk ke mbah Gemur dan dokter syaraf yang direkomendasikan teman-teman mamak. Well, setiap datang berobat mamak harus menyiapkan uang sebagai 'tanda'. Bukan pembayaran sih. Apa namanya aku lupa. Tapi, menurutku ya sama aja. Beda nama aja. Sayangnya, kami belum melihat perubahan berarti pada adikku. Malah makin memburuk. 

Nah, saat-saat menyedihkan ini berlangsung beberapa lama. Kami juga membawa adik ke psikiater dan dokter saraf di RS Bumi Waras. Aku lupa durasinya, hingga seorang teman yang jadi dokter di Rumah Sakit Jiwa di Pesawaran menganjurkan kami untuk memeriksakan adik ke sana. Kami pun membawa adik ke RSJ Pesawaran. Kemudian Adik diperiksa dokter dan divonis menderita Schizophrenia paranoid. Penyakit yang mungkin dianggap orang sebagai 'gila' karena penderita sering  terlihat ngomong sendiri.

Saat mendengar vonis dokter itu kami merasa lega, karena dokter bilang bahwa penyakit ini ada obatnya. Sebagaimana penyakit lain. Meski begitu, kami tidak menceritakan detail penyakit adik pada keluarga besar. Hanya sebagian keluarga inti yang tahu - demi menghindari pandangan buruk bagi adik dan keluarga kami.

Tapi kami tetap mencintaiku adik, dan yakin Tuhan tetap mencintai kami bagaimanapun kondisi kami. Rasa syukur kami tak berkurang dengan keadaan ini. Kami bahagia bahwa penyakit adik telah ditemukan obatnya.

Mamak yang kuat dan tabah juga terus mengingatkan adik dan kami semua tentang kasih sayang Allah, baik dalam diam dan doanya. Mamak terus membisikkan kata-kata dan doa - doa yang menyejukkan hati. 

Mamak pernah ngomong padaku begini, "Kita harus bersyukur pada Allah karena penyakit ini ada obatnya. Nggak usah peduli dengan pandangan orang lain. Kita harus tetap semangat." Lalu, aku pun mengulangi ucapannya jika mamak terlihat sedih. Kata-kata ini menguatkan kami saat melihat kondisi adik yang bikin hatiku tak karuan.

Alhamdulillah, perlahan kondisi adikku membaik. Ia pun bisa menyelesaikan kuliahnya ditengah masa pengobatannya. Tentu saja ditengah pengawasan ketat kami sekeluarga. Kami nggak pernah membiarkan ia sendiri. Ke mana pun ditemani. Bahkan ke kamar kecil. Jika terpaksa harus ditinggal sendiri di rumah, kami dengan sedih menguncinya di kamar. Bahkan saat ia wisuda S1, adikku yang lain terpaksa mewakilinya. Untungnya, mereka satu kampus dan wajah mirip. Jadi, semua bisa berjalan lancar. 

Selanjutnya, sampai hari ini secara rutin kami menemaninya berobat jalan ke Rumah Sakit Jiwa. Sebulan sekali. Ia juga bisa beraktivitas mengajar di Bekasi layaknya orang biasa. Hingga kejadian bulan Maret kemarin yang mengakibatkan ia harus resign dari pekerjaannya. Entahlah, kami sih terserah ia saja. Katanya ia nggak mau ngajar di sana lagi karena malu. Meski aku terus mendorongnya untuk terus bekerja supaya ia punya kegiatan dan lebih percaya diri. Kami juga mendorongnya untuk menyelesaikan tesisnya yang hampir selesai. Jadilah, ia menyelesaikan tesisnya sambil ngomong sendiri. Aku hanya bisa ngurut dada dan prihatin. Aku nggak tahu gimana perasaan suami adikku. Kami berdoa semoga ia selalu sabar dengan cobaan ini.

Aku selalu berkata pada adikku, "It's okey to be Schizophrenia, Tuhan tetap mencintaimu. Berbahagialah." Bukankah cinta Tuhan tak terbatas? Nggak ada yang bisa mencegah cinta Tuhan untuk kita. Atas izin Allah,  kita bisa melakukan self healing dengan cara yang terbaik. Mengingat Allah. Bersyukur atas semua karunia dan nikmatnya


Diskusi


Bicara tentang F20 atau yang biasa dikenal dengan sebutan Schizophrenia paranoid yang diderita adikku sejak tahun 2009an mungkin lekat dengan berbagai stigma yang ada di masyarakat. Hal yang bikin aku prihatin.  Apalagi, sekarang ini kulihat di Rumah Sakit Jiwa makin banyak saja pasiennya. 

Meski pengetahuanku mengenai Schizophrenia hanya berdasar pengalaman emosional saja, aku yakin bahwa penderita Schizo pun bisa sembuh. Tak tergantung pada obat.

Aku juga ingin meluruskan stigma negatif terkait penderita Schizophrenia yang dianggap sebagai pengganggu. Penderita Schizophrenia, menurutku, sama seperti penderita penyakit lain, Butuh perhatian ekstra dan kasih sayang serta penerimaan dari orang-orang sekitarnya. Insha Allah, dengan terpenuhinya kebutuhan penderita F20 sesuai dosisnya, baik obat medis dan dukungan sekitar, penderita bisa hidup dengan kualitas yang baik.


Bandarlampung, 18 Agustus 2020




Wednesday 12 August 2020

Mengenal Sejarah Sebagai Bukti Cinta Tanah Air

Bangsa besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Begitulah slogan yang kuingat dari pemimpin besar Indonesia, Soekarno. Seorang presiden yang juga mempopulerkan ungkapan jas merah. Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah.

Term yang bikin aku teringat betapa mengenal sejarah itu sangat penting agar kita lebih menghargai jasa para pahlawan. Jasa pahlawan yang hasilnya kita nikmati hari ini. Nikmat kemerdekaan yang membebaskan bangsa kita dari belenggu penjajahan.

Arti Sejarah bagi Generasi Muda

Dalam konsep teori, sejarah adalah serangkaian kisah/peristiwa yang terjadi di masa lalu. Peristiwa yang tak bisa kita ubah, tapi bisa dipelajari dan diambil hikmahnya. Hal yang dapat menjadikan generasi muda lebih bijak dan arif menghadapi tantangan masa lalu dan masa depan.

Kearifan yang mungkin harus dikuatkan kembali oleh generasi milenia yang lebih cenderung fokus pada masa kini dan masa depan. Menganggap sejarah itu baiknya ditinggalkan. Seakan meninggalkan sejarah adalah jawaban dari permasalahan bangsa. 

Aku teringat dengan kisah As-Sajjad, keturunan Nabi yang harus mengalami penderitaan besar karena kehilangan keluarganya akibat keserakahan manusia yang terjajah oleh hawa nafsu. Kesedihan yang dirasakan oleh As-Sajjad ini berlangsung lebih dari dua puluh tahun. Rasa yang muncul sebagai bukti cinta tanah air.

Kenapa kubilang begitu? 

Dalam buku "Shahifah Sajjadiyyah"  karya Ali Zainal Abidin yang diterjemahkan oleh Jalaludin Rahmat, dikatakan bahwa tindakan kekerasan pada siapa pun tidak dibenarkan. As-Sajjad diajarkan oleh kakeknya, Ali bin Abi Thalib untuk belajar tabah dalam menegakkan keadilan, serta membersihkan hati dari dendam kesumat dan kebencian. 

"Jauhilah olehmu berbuat zalim kepada yang tidak punya penolong kecuali Allah."

Ucapan yang terekam dalam sejarah inilah yang kupikir dapat memotivasi generasi muda untuk melepaskan diri dari perbuatan tercela. Apa pun bentuknya. Apalagi jika perbuatan itu dapat merusak esensi dari mengisi kemerdekaan bangsa. Kemerdekaan yang diperoleh dari tumpahan darah para pejuang tanah air.

Pembalasan atas perbuatan kejam yang terjadi padanya tak dilakukan oleh As-Sajjad tidak dilakukannya karena rasa cinta pada umat. Tanah air. Sebab, jika saja As-Sajjad menuntut balas atas perlakuan kaum yang jahat tersebut maka akan tumpahlah darah umat yang  tak berdosa, dan hancurlah tatanan yang sudah ada. As-Sajjad melakukan pengorbanan terbesar sepanjang sejarah. Bentuk cintanya pada tanah air. Sebagaimana kisah kepahlawanan Pangeran Diponegoro yang rela melepaskan kemewahan dan ikut berjuang demi tanah air. Berkorban dan bersabar dalam penderitaan agar bangsa terbebas dari kungkungan penjajah. Begitu pun Soekarno yang rela mengorbankan diri demi cinta pada tanah air.

Jiwa kepahlawanan yang mendarah daging dalam tubuh Pangetan Diponegoro tak luntur, meski tubuhnya lemah karena sakit. Semangat membara yang ada pada Panglima Diponegoro kiranya wajib diteladani oleh generasi milenia. Generasi masa depan yang di dada mereka tertanam harapan para pahlawan. 

Sederhananya sih, sebagai generasi milenia kita diharapkan dapat mengenal sejarah sebagai bukti cinta tanah air. Caranya dengan membaca buku-buku sejarah dan mengambil hikmah di baliknya. Lalu, berpartisipasi untuk ikut bela negara di bidang kita masing-masing

Nah, untuk itulah bagiku yang awam tentang sejarah ini bahwa moment 17 Agustus yang dirayakan sebagai hari Kemerdekaan Indonesia adalah moment yang tepat untuk memupuk  jiwa pahlawan. Jiwa tulus yang dasarnya telah ada dalam tiap diri kita. 

Beberapa prilaku sederhana bela negara demi memupuk rasa cinta tanah air
  1. Bagi seorang pelajar adalah dengan belajar dan menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh serta mematuhi peraturan sekolah yang berlaku.
  2. Bagi seorang guru/ibu/bapak/orang tua adalah dengan melakukan tugas dan peran masing-masing sesuai ketentuan yang berlaku dengan penuh kesadaran serta berperan aktif dalam program pemerintah demi kemajuan dan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara.
  3. Bagi anggota masyarakat adalah dengan melakukan tugas dan kewajiban sebagai warga negara, serta berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam usaha menegakkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Contoh prilaku bela negara yang dapat dilakukan adalah
  1. Bagi seorang pelajar adalah patuh pada guru, orang tua, dan pembimbing di sekolah dan di rumah, seperti: belajar tekun, mengikuti upacara, tidak membuang sampah sembarangan, aktif di kegiatan bermanfaat bagi pengembangan bakat dan lain-lain.
  2. Bagi seorang guru/bapak/ibu/orang tua adalah membimbing anak/siswa dengan cinta kasih, mendorong  anak didik agar dapat mengembangkan potensi dirinya dengan baik, memberi contoh dan jadi model terbaik bagi anak didik dan lain-lain.
  3. Bagi anggota masyarakat adalah dengan ikut pemilu, pilkada, atau kegiatan yang mendorong terjadinya perubahan di masyarakat, ikut aktif menggerakkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi dan lain - lain.
Bisa dikatakan bahwa semua aktivitas positif yang kita lakukan dalam mengisi kemerdekaan ini adalah bukti rasa cinta pada tanah air. Refleksi dari apresiasi kita akan sejarah. Bagaimana kita menghargai bahwa perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan begitu berat. Jadi, kita harus mengisinya dengan kegiatan produktif yang dapat memberi nilai manfaat pada sekitar kita.

Bandarlampung, 12 Agustus 2020

Review Buku Paul Bunyan dan Babe, the Blue Ox

 



Sebelum radio, TV, dan internet menjadi King of entertainment, orang-orang masih mengandalkan storytelling sebagai media hiburan yang menyenangkan. Salah satu cerita yang cukup dikenal adalah Paul Bunyan. Dongeng 'tinggi' yang terbesar sepanjang sejarah, hingga 200 patung Paul Bunyan dapat dijumpai di sepanjang jalan di Amerika  Serikat. Menakjubkan, ya!

Kisah Paul Bunyan ini dikenal sebagai kisah bayi yang sangat besar hingga  tinggi tubuhnya bisa melebihi pucuk pohon dan lebar bahunya bisa melebihi rumah.

Legenda Paul Bunyan yang mulai beredar di hutan utara ini telah ada sejak seribu tahun. Legenda ini bahkan setinggi Bunyan, hingga terkenal di penjuru dunia. 

Cerita Paul Bunyan dimulai dengan kehadiran bayi yang sangat besar. Butuh 6 ekor bangau untuk membawa bayi Bunyan ke rumah orang tuanya di Maine. 

Saat bayi Bunyan tiba, sang ibu menangis bahagia. Ia begitu cinta dengan bayi cantiknya yang besar dan kuat ini. Tapi, saat ibu Bunyan ingin menggendong tubuh bayi Bunyan, ia terperosok ke dalam tanah hingga sepinggang. Itu terjadi karena bobot bayi Bunyan yang luar biasa.

Bayi Bunyan selalu lapar. Ia juga membiarkan semua orang mengetahui perasaan laparnya. Tangisannya yang keras itu memekakkan telinga. Suaranya bahkan dapat memecahkan kaca mata seseorang yang jaraknya sejauh 5 mil. 

Saat burung bangau membawa bayi Bunyan, ia mengenakan popok dari karung kentang. Dalam sebulan tubuh bayi Bunyan telah melebihi ayahnya. Bayi Bunyan mengenakan baju yang dijahit ibu dari selimut, dan celana dari bahan tenda.

Pertumbuhan Bunyan yang pesat menjadikan rumah Bunyan terlalu kecil bagi Bunyan. Lalu, ayah Bunyan membangun tempat tidur khusus buat Bunyan di ruang barn yang sangat besar. 

Selanjutnya, Bunyan kecil terjaga saat tidur dan bermain ke laut. Kecipak tangan Bunyan menyebabkan ombak laut yang tak biasa. Bunyan kecil yang menepi ke pantai pun menyebabkan air laut meluap. Perkampungan pun kebanjiran dan penduduk marah. Mereka meminta keluarga Bunyan untuk membesarkan Bunyan di tempat lain saja.

Keluarga Bunyan pun berusaha menjual rumah dan mencari lokasi baru untuk tinggal. Bunyan yang mengetahui kebingungan orang tuanya berkata, "Bagaimana jika rumah ini kita pindahkan? Daripada membangun rumah baru." Melihat keraguan ayahnya, Bunyan tersenyum dan mengangkat rumah mereka di lokasi dekat danau yang jauh dari pemukiman warga.

Meskipun kondisi Bunyan yang berbeda dari anak kebanyakan, keluarga Bunyan begitu mencintainya. Ia tumbuh jadi anak yang besar dan kuat. Melebihi orang dewasa.

Bunyan kecil yang selalu penasaran dengan lingkungannya itu tertarik dengan bunyi dentuman yang berasal dari danau yang membeku. Ia melihat warna kebiruan dari danau, dan berusaha mencari tahu tentang hal itu. Ia menggali dan menggali. Hingga bertemulah ia dengan kerbau besar yang berwarna biru. Mereka pun bersahabat. Bunyan menamainya Babe, the blue ox. Di sinilah kisah persahabatan dan petualangan Bunyan dan Babe dimulai.

Saat usia Bunyan 17 tahun, ia dan Babe melakukan perjalanan untuk memulai hidup mandiri. Bunyan bersama Babe membuka usaha penebangan kayu di hutan. Ia merekrut penebang kayu dengan kualitas- kualitas tertentu, seperti: bertubuh besar dan kuat. Mereka bekerja keras setiap hari, dan mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar. Hal yang mengakibatkan koki harus masak besar sepanjang hari. Ini juga yang menumbuhkan resep enak ala penebang kayu. 

Kelebihan buku

Buku bergsmbar setebal 32 halaman ini cocok dibaca untuk segala umur. Illustrasi gambarnya pun eye-catching hingga bikin aku senang membacanya. Selain pesan moral yang dalam yaitu bahwa cinta orang tua pada anak itu tak berbatas. Tak peduli seperti apa pun keadaan anaknya.

Kita juga jadi menyadari bahwa kerja keras itu dapat meningkatkan potensi sukses kita. Tak ada yang tidak mungkin. Sebagaimana usaha itu tak akan pernah bohong.

Bandarlampung, 12 Agustus 2020

Sunday 26 July 2020

Renungan Guru di Masa Pandemi

Masalah pendidikan di tengah pandemi ini memaksa para pelaku dunia pendidikan dan semua yang terlibat di dalamnya untuk lebih peka dengan persoalan peserta didik. Apalagi ditambah beban hidup yang makin kompleks akibat pandemi yang memaksa peserta didik untuk belajar di rumah. Solusi yang membutuhkan solusi lain.

Bagaimana tidak?

Solusi belajar di rumah ini menimbulkan masalah baru bagi orang tua peserta didik, baik dari segi finansial maupun mental. Aspek signifikan yang perlu diperhatikan oleh semua pihak terkait. Termasuk guru.

Mengapa kubilang demikian?

Ilustrasinya sih sederhana. Anggap saja kita adalah wali murid dari tiga orang anak yang bersekolah. Ketiganya perlu fasilitas belajar untuk mengerjakan tugas online dari guru-guru di sekolah, seperti: laptop/ hp dan kuota internet. Belum lagi wali murid yang masih harus membayar administrasi sekolah, meski anak-anak tidak belajar di sekolah. Alhasil, wali murid memiliki beban sebagai guru bagi anak -anak yang harus belajar di rumah. Hal yang tak mudah karena harus membagi waktu dengan mencari penghasilan tambahan karana beban ekstra tersebut.

Sayangnya, hanya sebagian guru yang menyadari dan peka atas masalah ini. Hingga mereka begitu kaku dalam pemberian tugas bagi peserta didik. Hal yang dapat memberatkan peserta didik.

Jujur, aku sebagai guru merasa malu dengan catatan Renungan KBM Selama Pandemi yang tersebar di grup Wa. Catatan yang membuatku berpikir tentang kinerjaku sebagai guru yang belum maksimal. Belum bisa memberikan KBM yang terbaik pada peserta didikku. Memberikan hak mereka. Padahal aku telah mendapatkan hakku sebagai tenaga pengajar. 

RENUNGAN KBM DALAM SITUASI PANDEMI COVID-19

Tadi aku ke warnet, mau cetak sticker. Ada anak laki2 usia 12 thn, (usia anak SMP) bawa beberapa lembar kertas buku tulis yg disobek. Isinya tulisan2 seperti draft tugas sekolah.

Dia tanya sama operator warnet, kalau ngetik draft ini dan ngeprint, berapa harganya. Kata si operator, biayanya sekitar 24 rb. Biaya ngetik dan biaya ngeprint.

Begitu tau biayanya 24 rb.. anak itu diam... melongo. Di tangannya aku liat, dia hanya memegang uang 5 ribuan.

Terlihat di wajahnya.. antara bingung dan ngga tau harus bagaimana. Di satu sisi, tugas dari sekolah harus dikerjakan, di satu sisi, ngga ada uang untuk ngeprint.

Anak itu pulang, dan janji akan kembali lagi. Tapi kertas tugasnya ditinggal.
Aku  minta kertas2 tersebut, dan aku baca. Ternyata tugas dari sekolahnya, membuat laporan kegiatan belajar di rumah selama pandemi berlagsung. 

Aku baca hingga selesai draft tersebut. Tata bahasanya bagus dan inti pokoknya juga tepat. Dia sampaikan  beberapa kendala selama belajar di rumah. Hp hanya ada 1 milik ayahnya, sementara yg harus belajar menggunakan hp ada 3 orang. (Dia dan dua adiknya). Kebayang kan..? 

Aku bilang sama si operator, tolong diketikkin dan di print, nanti saya yang bayar. Ngga lama kemudian, si anak tadi datang, dan bilang sama si operator, meminta kembali draft yang tadi.

Si operator bilang, bahwa tugasnya sedang diketik dan akan diprint. Anak itu bilang, tapi saya ngga ada uangnya... Dan si operator bilang, udah ada yg bayarin. 

(Aku tadi sudah bilang ke operatornya, bahwa anak tsb ngga usah tau... siapa yg bayar)

Di sini, aku bukan mau riya pamer bayarin, tapi.. kebayang nggak... berapa banyak anak yang mengalami hal seperti ini?

Di saat orang tuanya kesulitan menutupi biaya hidup, ditambah lagi beban pulsa paket, beban ngetik tugas, ngeprint tugas..?

Kepada guru2... coba dipertimbangkan lagi. Memberi tugas memang harus, tapi disituasi seperti sekarang ini... ? Kasihan anak2 tsb, mereka takut kalau tidak mengerjakan tugas, tapi untuk mengerjakan tugas itu butuh biaya yang tidak sedikit.

Semoga  Allah segera mengangkat wabah ini sehingga mereka bisa kembali ke bangku sekolah, tanpa membebani orang tuanya dengan beban mengajar dan  pengeluaran2 ekstra....
.
.
Selamat Hari Anak Nasional
23 Juli 2020
(Andik Susilo Hadi)


Membaca teks ini membuatku malu. Sungguh malu. Lalu, aku pun berpikir untuk mencari solusi dari masalah ini. Hal sederhana yang sekiranya dapat membantuku untuk  menunaikan kewajibanku dan membantu peserta didik menyerap pelajaran dengan cara yang lebih mudah.

Aku pun mendiskusikan masalah kesulitan siswa mengikuti pembelajaran daring karena kendala kuota yang tak dapat disediakan orang tua. Beberapa opsi jawaban yang diberikan membuatku sedikit kecewa, seperti :

1. Tak ada alasan bagi orang tua untuk tidak mengupayakan fasilitas bagi anak, karena hal itu kewajiban orang tua.

2. Terkait kuota kan sebagai ganti fasilitas transport siswa.

3. Siswa dapat datang ke sekolah untuk belajar menggunakan fasilitas sekolah.

Mengapa aku sedikit kecewa?

Bukan. Itu bukan karena opsi yang diberikan tidak benar. Tapi, aku ngerasa sepertinya jawabannya terasa kurang peka dengan keadaan siswa. Entahlah. Sementara opsi jawaban lain dapat dipertimbangkan oleh manajemen sekolah, seperti:

1. Mendatangi siswa dari rumah ke rumah untuk memberikan pembelajaran

2. Membentuk kelompok belajar untuk pelaksanaan KBM terpadu, atau

3. Memberikan pembelajaran di sekolah dengan sistem sift.

Pilihan solusi lain juga dapat dilakukan demi mengatasi masalah sensitif terkait pendidikan anak. Kebijakan yang harus tepat, dan cepat mengingat urgensi dari masalah ini.

Bayangkan aja?!

Siswa didik yang biasanya dapat belajat bersama guru di sekolah, dan menerima pendidikan yang tak dapat diberikan orang tua di rumah, sekarang banyak yang berkeliaran di jalan atau sekedar rebahan seharian di rumah. Sementara akses guru untuk mengajar terjebak oleh kegagapannya dengan teknologi. Hasilnya, aku ngerasa anak didikku makin sulit diatur.

Gimana nggak? Sementara guru sibuk belajar untuk menggunakan sistem pembelajaran daring, anak-anak juga sibuk main sendiri. Tak ada yang mengajar karena guru hanya sekedar memberikan tugas untuk melepaskan tanggung jawabnya.

Entahlah, apakah sistem ini sudah cukup relevan dengan situasi dan lingkungan siswa. Apakah siswa dan guru sudah siap? Apakah teknologi ini cukup membantu atau justru membuat beberapa siswa kesulitan? Padahal, bukankah seharusnya teknologi itu memudahkan manusia?

Entahlah, kepalaku ngenyut mikirinnya..


Selanjutnya, aku bersyukur bahwa sistem pendidikan daring di sekolahku akan dikombinasikan dengan tatap muka mulai Senin besok, 27 Juli 2020. Menggunakan sistem sift dan protokol kesehatan Covid yang ketat.  Hal yang kuharap dapat membantu guru dan peserta didik dalam menghadapi masalah KBM yang signifikan ini. 

Memang sih, akan muncul kendala lain yang tak mudah diatasi. Apalagi Bandarlampung masih masuk dalam zona kuning,dan sekolahku yang posisinya dekat dengan pasar temper yang relatif ramai. Sebuah tantangan bagi guru dan peserta didik serta semua yang terlibat di sekolah untuk taat aturan protokol kesehatan Covid, seperti: jaga jarak, rajin cuci tangan dan memakai masker atau face-shield.

Jadi, mengingat rentannya masalah ini , baik masalah pendidikan siswa dan kesehatan manusia - perlu kesadaran semua pihak yang terkait untuk selalu patuh pada peraturan yang ada. Tanpa kecuali. Harapannya, dengan menjalani aturan yang ada, pandemi ini lekas berlalu, dan pembelajaran akan dapat berlangsung seperti biasa lagi. Semoga.

Bandarlampung, 26 Juli 2020

Saturday 25 July 2020

Idul Adha: Refleksi Cinta pada Allah

Idul Adha, hari besar yang dirayakan umat Islam di seluruh dunia adalah momen bersejarah. Hari yang mengingatkan kita semua tentang rasa cinta yang dibuktikan dengan berkurban. Membagikan sebagian rezeki dengan mengurbankan hewan kurban bagi yang mampu.

Idul Adha yang juga merupakan perayaan wujud cinta pada Allah melalui pengorbanan nabi Ibrahim atas anaknya, Ismail. Rasa cinta dan ketaatan yang terefleksi tanpa syarat. Meski pengorbanan Nabi Ibrahim atas Ismail telah Allah gantikan dengan hewan kurban. Sedikit berbeda dengan pengorbanan nabi Muhammad atas cucunya, Husein as yang tak tergantikan.  

Idul Adha mengingatkan kita tentang kisah Nabi Ibrahim, keluarga, dan keturunannya yang menggetarkan hati. Kisah tentang ketaatan dan penyerahan diri secara total. Refleksi cinta hanya pada 
Allah.

Nah, bicara tentang pengorbanan para nabi dan keturunannya ini pasti akan memberi konsep baru tentang arti cinta. Sebagaimana rasa cinta Siti Hajar atas Ismail yang tak melebihi cintanya pada Allah. Hal yang menjadikannya sampai pada level menerima dan ikhlas saat suaminya, nabi Ibrahim, meminta putra kesayangannya, Ismail untuk dijadikan kurban.



Sungguh, level cinta yang mungkin sulit dilampui oleh manusia yang sudut pandangnya adalah materi.

Cinta yang berbeda maqomnya dibanding cinta pada lawan jenis, cinta pada keluarga, atau cinta pada sesama. Cinta ini melebii dari cinta semesta ini sekalipun. Bahkan melebihi dari yang kita ketahui, atau yang bisa kita pahami lewat panca indra.

Menurutku, jika posisi Siti Hajar diberikan pada orang yang cinta dunia, niscaya tak akan ada hari raya Idul Adha. Tak akan ada cinta yang bertebar di dunia bagi seluruh umat karena kerelaan berkurban. Bahkan, mungkin tak akan ada tanah haram, Mekkah. 

Tapi, Maha suci Allah dengan segala firman-Nya.. kekuasaan dan kasih sayang-Nya menjadikan Siti Hajar mampu bersabar dengan ujian Allah tersebut. Kesabaran akan ujian yang melibatkan rasa percaya pada Allah yang kuat. Iman yang kokoh.

Mungkin inilah yang menjadikan Allah menganugrahi rahmat bagi Siti Hajar sebagai ibu seorang nabi besar, Ismail yang kelak dari garis keturunannya akan lahir penutup para nabi. Nabi Muhammad Saw. Suluh umat.

Bahkan, keistimewaan Siti Hajar yang merupakan keturunan salah satu Firaun di Mesir ini, bisa terlihat dari pengabdiannya sebagai seorang istri. Ia rela ditinggalkan di tanah tak bertuan. Tanpa makanan dan tempat berteduh. Kecuali hanya pada Allah.

Aku tak bisa membayangkan kondisi Siti Hajar pada saat itu. Hingga aku pun mengulik sedikit tentang Siti Hajar. Wanita pilihan yang meninggalkan gemerlapnya gelar kebangsawan demi memilih jalan tauhid.



Sejarah Siti Hajar

Menurut sejarah, Siti Hajar yang merupakan putri raja Mesir ini begitu mengagumi mukjizat Nabi Ibrahim. Dikatakan oleh Midrash, Hajar atau Hagar adalah gelar yang diberikan padanya (sang putri). Gelar yang artinya 'reward' atau hadiah.

Siti Hajar yang telah mengimani kenabian Ibrahim rela menukar kesenangan dunia dengan menyerahkan dirinya untuk melayani Nabi Ibrahim. Lalu, Siti Sarah yang telah berumur merelakan Nabi Ibrahim untuk menikahi Siti Hajar agar memperoleh keturunan. 

Sayang, kecemburuan Siti Sarah menjadikannya tak rela hidup bersama madu yang awalnya ia setujui. Siti Sarah meminta Nabi Ibrahim untuk pergi meninggalkan rumahnya. Tanah Palestina.

Ketaatan dan kerelaan Siti Hajar untuk pergi meninggalkan tempat yang ia anggap rumah adalah refleksi cinta pada Allah. Rasa cinta yang terwujud dengan kepatuhan pada suami yang juga patuh atas perintah Allah. Totalitas takwa yang dapat kita renungkan.

Mengapa demikian?

Karena semua wanita bisa menjadi Siti Hajar yang patuh pada suaminya. Seorang nabi pilihan Allah. Nabi suci yang dicintai Allah.

Nabi yang keimanannya Allah uji dengan sangat berat. Salah satunya adalah untuk mengurbankan anak yang ia cintai, Ismail. Padahal Nabi Ibrahim telah lama menanti kehadiran anak.

Lalu, bagaimana jika ada pertanyaan seandainya dirimu adalah seorang Siti Hajar?

Mungkin akan ada beberapa opsi sikap yang dimiliki oleh seorang perempuan yang menyadari tentang posisinya sebagai istri sekaligus ibu.. 

  1. Kesadaran penuh bahwa kedudukannya adalah sebagai seorang wanita yang melengkapi kehadiran dari istri pertama agar dapat memiliki keturunan.
  2. Kesadaran sebagai seorang istri yang tugasnya adalah mematuhi suami yang juga patuh pada Allah.
  3. Kesadaran sebagai seorang ibu yang kecintaan pada Allah melebihi cinta pada anak, hingga menjadikannya dapat bersabar.
Bandingkan jika kamu seorang wanita biasa yang bukan Siti Hajar, dan dihadapkan pada masalah ini, kamu pasti sudah panik. Jika suamimu meminta anakmu untuk disembelih dan dikurbankan atas perintah Allah, kamu pasti akan menganggap suamimu gila dan Tuhan tidak adil.

Manusiawi sekali, mengingat tingkat pengetahuan manusia biasa tidak melebihi dari yang ia ketahui. Bukan berarti aku membatasi kemampuan manusia yang berusaha menyucikan diri, tapi umumnya manusia akan memberi respon yang hampir serupa. Sulit menggapai hal yang tak dapat diindrai.

Hal yang mengingatkanku atas istri nabi yang lain, seperti: istri Nabi Luth, istri Nabi Nuh dan istri Nabi Ayyub. Istri-istri nabi yang ketaatannya terbantahkan oleh sikap materialistik. Kecintaan pada dunia yang melebihi cintanya pada Allah.



Selanjutnya, bagaimana tanggapan Ismail atas perintah Allah pada ayahnya?

Kita bisa mendapati jawabannya dalam Alquran,  surat As Saffat ayat 102 yang artinya;

"Maka ketika anak itu sampai  (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, " Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkan bagaimana pendapatmu!
Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."

Sungguh, hanya ketakwaan pada Allah saja yang dapat menjadikan seseorang meraih level taat seperti ini. Hal yang tak dapat dijangkau jika cinta pada dunia melebihi kecintaan pada Allah. Refleksi cinta yang terwujud oleh ketaatan Ismail pada ayahnya.

Kepatuhan yang Allah hadiahkan dengan rahmat berlimpah, hingga Allah menggantikan Ismail dengan kurban sembelihan yang besar. Moment bersejarah yang Allah abadikan melalui perayaan Idul Adha. Hari besar yang dirayakan umat Islam di seluruh dunia. 

Moment bersejarah untuk menjaga sifat kemanusiaan manusia. Saling mengasihi antar sesama. Sebagaimana hari Raya Idul Adha ini membangkitkan kesadaran kita tentang pentingnya berbagi. Mungkin itulah rahmat yang Allah berikan bagi Siti Hajar, hingga dianugrahi seorang putra, Ismail yang berarti Allah mendengarnya. 

Seorang nabi istimewa yang dari nasabnya tak akan terputus. Bahkan kelak akan lahir nabi besar dari keturunannya, Nabi Muhammad, Sumber dari awal dan akhir sebuah cinta.


Pernyataan ini timbul dari tantangan teman di grup Blog squad mengenai memaknai cinta. Tema yang berat. Sebagaimana jika aku harus berandai - andai sebagai Ismail. Hal yang butuh perenungan, mengingat aku yang fakir ilmu mengenai hal ini.

Aku hanya membayangkan tentang seorang nabi besar mulia yang suci. Nabi yang di usia belianya telah diuji dengan berat dan lulus. Ujian yang membuktikan tentang ketaatan Ismail pada orang tua sebagai wujud cintanya pada Allah.

Mungkin, kecintaan ini akan sulit dicapai oleh orang awam, kecuali orang - orang yang Allah kehendaki. Orang - orang pilihan yang berusaha dengan keras untuk menyucikan diri.

Dengan kata lain, moment Idul Adha ini adalah saat terbaik untuk memahami dan introspeksi diri. Berusaha menyucikan diri melalui kurban harta, menunaikan haji jika mampu, dan selalu beramal soleh. Lalu, terus berdoa agar dimasukkan dalam golongan orang - orang yang beruntung menerima syafaat. Aamiin.

Bandarlampung, 25 Juli 2020

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...