Showing posts with label artikel. Show all posts
Showing posts with label artikel. Show all posts

Friday 11 September 2020

Perbedaan Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum



 "Dalam bayanganku,  Rumah Sakit Jiwa itu adalah tempat yang serem, gitu. Banyak orang-orang gila yang berkeliaran. Ada yang ngomong, nangis, atau tertawa sendiri. Kayak di film-film."

 Mendengar ucapan temanku, aku tersenyum. Lalu, kubilang padanya kalau Rumah Sakit Jiwa itu, ya sama aja seperti Rumah Sakit Umum. Bedanya ya kalau Rumah Sakit Jiwa  itu ada fasilitas perawatan untuk masalah kejiwaan/psikiatri

Penasaran kenapa aku tahu? Nope, aku bukan tahu dari google atau buku. Aku sering berkunjung ke RSJ Pesawaran untuk menemani adik berobat jalan. Adikku menderita F-20 9. Schizophrenia paranoid.

Nah, karena aku tinggal di Lampung, maka rujukan perawatan ada di RSJ Pesawaran.

Anyway, aku baru aja pulang dari RSJ untuk ambil obat rutin sebulan sekali. Jujur kubilang, kalau aku masih grogi. Nggak tahu kenapa. Aku selalu deg-degan saat nunggu panggilan. Padahal ini bukan kunjungan pertamaku. Dokter dan petugasnya pun ramah dan baik. 

Bulan lalu, ada pasien dari Krui ingin nebus obat. Ia harus menggunakan umum alias berbayar karena bpjs nya sudah kadaluwarsa. Ia hanya punya uang tiga ratus ribu Rupiah. Petugas hanya ambil seratus lima puluh ribu. Sisanya untuk ongkos, kata petugas itu. Padahal total obat tiga ratus ribu. Duh, aku terharu melihat kebaikannya.

Rumah Sakit Jiwa Pesawaran

Kawasan RSJ Pesawaran yang terletak sekitar 15 menit dari Bandarlampung bernuansa hijau. Karena terletak di dekat RSJ, maka daerah ini dikenal dengan sebutan Kurungan Nyawa. Bahkan TK yang terletak di seberang RS Jiwa ini disebut TK Kurungan Nyawa. 

Bangunan RSJ Pesawaran terletak di sebelah kiri jalan, jika kamu berangkat dari Bandarlampung. Nuansanya kehijauan. Menenangkan (seharusnya). Sayang, asumsi di kepalaku bikin aku tegang jika udah masuk pelataran parkirnya. Nggak bisa nikmati suasananya.

Oya, di gerbang RSJ Pesawaran sudah ada ticketing park. Beda dengan dulu. Gedung Pelayanan pasien yang biasanya di depan sedang perbaikan. So, udah beberapa bulan ini aku dan pasien lain dilayani di Gedung belakang.

Kupikir sebagian kita sudah tahu prosedur perawatan Rumah Sakit Umum yang sebenarnya sama dengan RS Jiwa. Bedanya mungkin kalau di RS Umum kita bisa daftar dan langsung menuju ke ruang pemeriksaan kita. Misalnya, waktu aku check mata di RS Advent Bandarlampung, aku daftar di loket pendaftaran. Lalu, aku langsung ke poli mata.

Sedangkan di RSJ ada urutan pelayanan. So, in case kamu ingin tahu, berikut adalah urutan mendapatkan Pelayanan konseling dan obat selama pandemi di RSJ Pesawaran:

1. Ambil nomor antri

Tadi aku datang jam 8 kurang dan dapat nomor antri C64. Pasien dan keluarga pasien duduk di kursi tunggu. Rame banget. Kayak pasar tempel. Hingga petugas RS bolak-balik ngingetin kami untuk jaga jarak dan pake masker. Tapi, ya gitu. Ada juga yang ngeyel, hingga petugas minta yang nggak pake masker untuk keluar ruangan.

2. Ambil berkas di loket 3 

Tadi itu aku heran, sih. Perasaan nomorku dilewati. Tapi petugas bilang, aku udah dipanggil. Yah, sudahlah. Aku ngalah. Aku minta maaf dan ambil berkas BPJS. Aku pun lanjut ke loket 6.

3. Serahkan berkas ke loket 6 (Loket BPJS)

Aku nyerahin berkas BPJS untuk diverifikasi petugas. Dan, ini lumayan lama, gaes. Seperti yang kubilang tadi, pasien RSJ hari ini banyak yang berobat. Untungnya, aku ini orangnya sabar banget hehe..

Sambil nungguin panggilan, aku nguping percakapan emak-emak di belakangku.

"Anakku kumat di sekolah pas Ujian Nasional. Dia ngomong-ngomong sendiri. Jadi, pas lulus nggak lanjutin kuliah. Daripada ngabisin duit karena nggak beres."

Aku ingin sekali bilang pada emak itu bahwa "Sakit" ini nggak menutup peluang kita untuk belajar. Buktinya adikku bisa selesai S-2 nya. Sayangnya, namaku dipanggil. Aku pun lanjut menuju loket 7.

4. Serahkan kartu kuning ke loket 7

Oya, kalau kamu nggak tahu kartu kuning itu apa, aku akan jelasin. Kartu kuning ini kartu pasien RSJ yang wajib dibawa saat berobat. 

Setelah kartu kuning diverifikasi, aku menyerahkan berkas ke Loket 9.

4. Serahkan berkas ke Loket 9

Gaes, FYI untuk Pelayanan konsultasi dokter Jiwa selama pandemi ini ditiadakan dulu, kecuali kamu pasien baru atau pasien yang butuh injeksi. Pasien harus diinjeksi di RSJ karena obat suntik tidak boleh keluar dari RSJ. Khawatir nanti kamu jadi ketawa sendiri katanya. Duh, aku nggak ngerti. Mau ketawa kok garing, ya?

Ruang 9 ini biasanya adalah ruang di mana pasien bisa konsultasi sama dokter ahli jiwa. Sekarang sih, karena pandemi hanya ditanya keluhannya. Lalu, pasti dijawab dengan jawaban begini oleh pasien atau keluarga yang mengantar (pasien kadang ditanya kan suka diam aja),

" Masih suka marah, bengong, susah tidur atau ngomong dan ketawa sendiri. Dok, "

Ngomong itu pun dibatasi plastik transparan. Biasanya sih bisa face to face biasa kayak ngobrol. 

Bahkan kata petugasnya, jika nggak ada masalah signifikan, pasien tidak dibawa juga nggak apa-apa. Pasien bisa diwakili keluarga, dan datang ke RS tiga bulan sekali untuk kontrol. Ya, itu jika bukan pasien baru yang wajib setor muka untuk kontrol dokter.

Setelah selesai ditanya oleh petugas, pasien keluar. Nanti pasien/ keluarga dipanggil lagi untuk ambil resep yang akan dibawa ke bpjs agar diverifikasi. 

Nah, karena kelamaan nunggu, aku sering bengong memperhatikan orang di sekelilingku. Ada ibu tua yang menuntun anaknya (pasien). Sedih melihatnya. Inget ibuku. Anak itu cantik, tapi pandangannya kosong. Tak bercahaya. Kebanyakan sih, ekspresi pasien/keluarga yang kulihat ya nggak beda dengan keadaan di RS Umum. Tegang, Bedanya ya, petugas dan dokter di RSJ terlihat lebih sabar. 

Buktinya, petugas kesehatan yang melayani nggak gampang marah dengan pasien/ keluarga pasien yang bermacam-macam. Petugas kesehatan di RS ini ngomongnya relatif santuy. Aku aja tadi karena bengong nggak denger kalau dipanggil. Tapi, mereka sabar melayani.  

5. Serahkan berkas resep untuk verifikasi di loket 6 (bpjs) 

Aku nunggu lagi di depan loket 6. Rame banget. Panas lagi. Sebenarnya aku pingin duduk, tapi kursi pasien penuh. Mana ada yang batuk-batuk. Duh, jadi paranoid. Poinnya sih, aku berdoa semoga semua sehat. Aamiin

6. Terakhir. Ambil obat ke loket obat di Gedung belakang

You know what? Petugas yang melayani ada dua orang. Bapak dan ibu. Masya Allah, keduanya ramah banget. Sekarang pun aku masih terharu dengan kebaikan mereka. 

Memang benar kata orang, "kata-kata yang baik itu seperti seteguk air bagi yang kehausan. Kata-kata baik itu bisa jadi penyelamat jiwa."

RSJ juga melayani beberapa masalah yang berhubungan dengan nafza, kecanduan obat, radiologi, perawatan gigi dan lain-lain. Termasuk masalah gigi atau sakit kepala parah yang dokter umum nggak bisa tangani. 

So gaes, nggak perlu takut dan sungkan ke RSJ. Allah itu kasih penyakit beserta obatnya. Persepsi negatif atas suatu hal itu kita sendiri yang ciptakan, dan kita juga yang bisa rubah. Be wise and stay positive thinking. Then, your health will brighten others. Semoga.

Bandarlampung, 11 September 2020

Thursday 10 September 2020

Ali bin Abi Thalib Sosok Mulia Sepanjang Zaman

 


“… Saya tidak pernah meragukan kebenaran itu sejak (kebenaran) itu ditunjukkan kepada saya. Musa tidak merasa takut bagi dirinya sendiri, melainkan dia prihatin atas kemenangan orang bodoh dan berkuasanya kesesatan. Sekarang kita berdiri di simpang jalan kebenaran dan kebatilan. Orang yang yakin akan mendapatkan air, tidak merasakan haus.” (Puncak Kefasihan, hal: 37)

 

Siang itu aku ngobrol bareng seorang teman sambil menikmati bakso Sony yang lumayan terkenal di Bandarlampung. Sambil menyantap bakso yang panas dan lezat, aku memperhatikan sekelilingku. Kulihat sekelompok remaja sedang asyik makan bakso dan minum es cendol Sony yang dingin. Paduan yang maknyus di saat lapar dan haus di siang hari.

Sebenarnya, aku sih tertarik memperhatikan dandanan mereka. Cantik dan imut. Seneng melihatnya. Sayangnya, menurutku mereka terlihat sama dandanannya. Terutama make up  yang dikenakan. Persis seperti artis Korea.

Aku pun (dulu) seorang penggemar drakor aka drama Korea. Jadi, aku mengerti gimana rasanya mengidolai bintang K-Pop selevel Big Bang, Girl Generation, dan SNSD yang super kece itu. Flawless, jago menari dan menyanyi serta jago acting. Package idola yang mendekati sempurna. Gimana nggak kepincut ingin seperti mereka, ya kan?

Mungkin itulah yang bikin gelombang Korean wave merebak di tahun 2000an. Hingga banyak remaja yang berlomba-lomba untuk mengikuti trend yang diperkenalkan bintang idola mereka dari kosmetik, baju, sepatu, jam tangan, hingga gawai Samsung. Bahkan mereka rela menabung dan meminjam uang demi membeli produk yang digunakan idola mereka. Termasuk membeli tiket konser live jika sang idola datang ke Indonesia.

Menurut data KBS World TV yang menyediakan pelayanan streaming program Korea  di twitter saja sudah tembus di angka 100.000 followers.  Sedangkan KPop Indonesian di instagram  ada di angka 417.000 followers dengan  facebooknya yang  bisa meraup traffik pengguna di kisaran 700 ribu likes per tautan.

Dampaknya, sih mulai terasa dari makin maraknya pembelanjaan produk-produk ala Korean. Bahkan mengikuti tren drakor Korea teranyar, seperti The World of The Married, Touch, Dr. Romantic 2, Crash Landing on You dan lain-lain. Para K-Popers  rela mengorbankan banyak waktu dan uang demi bintang pujaan. Mereka ingin diakui sebagai remaja yang mengikuti tren. Tak sadar bahwa tren konsumtif ini tak membawa kebaikan, tapi kemudhorotan.

Ali bin Abi Thalib, Sosok Mulia Sepanjang Zaman


Sekarang ini, bergesernya moral generasi muda yang lebih tertarik dengan gaya hidup kekinian yang cenderung konsumtif, hedonism dianggap hal yang biasa. Padahal gaya hidup pop ini  mengakibatkan generasi muda melupakan budaya Islami yang mengutamakan kesederhanaan. Budaya yang berakar dari pemahaman tentang figur mulia Nabi dan keluarganya. Terutama figur Ali bin Abi Tholib yang dikenal sebagai pintunya ilmu. Pemisah surga dan neraka.

Dalam artikel “Dampak Modernitas K-Pop pada Gaya Hidup Siswi Berbasis Pesantren,” yang ditulis oleh Sholihah dan Sudrajat (2019) dapat diketahui mengenai budaya pop yang bertolak belakang dengan budaya Islam. Dampaknya yang bisa dilihat dari dimensi aktivitas, minat, dan opini.

Pada dimensi aktivitas dapat diketahui dari bagaimana penggemar K-Pop memberikan prioritas dari membelanjakan produk yang berkaitan dengan K-Pop. Pada dimensi minat, penggemar K-Pop akan menyukai dan hanya akan membeli produk bernuansa K-Pop. Pada opini, mereka akan menganggap bahwa K-Popers ini memberi dampak positif bagi intensitas penjualan produk K-Poper yang menguntungkan masyarakat.  Mereka berasumsi bahwa mengikuti perkembangan budaya K-Pop sudah sesuai dengan tuntutan tren modernitas.

Budaya pop yang dianggap tren ini mengakibatkan tingkat konsumerisme yang tinggi di kalangan generasi muda. Budaya konsumtif yang dianggap positif oleh sebagian orang, namun makin menjauhkan generasi muda dari perenungan dan logika. Perenungan bahwa dunia ini hanya sementara, dan logika bahwa K-Pop ini hanyalah satu dari budaya kapitalis yang bikin kita makin lupa pada Allah. Lupa bahwa budaya terbaik adalah yang dicontohkan model pemuda sepanjang zaman. Ali bin Abi Thalib.

 

Mengenal Ali Bin Abi Thalib



Pemuda Ali yang dikenal sebagai sepupu Rasulullah, suami Fatimah Azzahra binti Muhammad, dan ayah dari Hasan dan Husein yang begitu dicintai Nabi. Ali yang sejak kecil selalu berada dalam lingkungan kenabian, dan dalam bimbingan langsung pamannya. Muhammad bin Abdul Mutthalib. Nabi suluh umat. Kedekatan keduanya diibaratkan bagai Harun dan Musa. Tak terpisahkan.

Ali bin Abi Thalib terlahir dari rahim seorang ibu yang bernama Fatimah binti Assad bin Hasyim bin Abd Manaf dan ayah bernama Abu Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abd Manaf. Diceritakan bahwa sejarah mencatat Ali bin Abi Thalib sebagai pemuda pemberani yang kezuhudannya tergambar dalam perkataan dan perbuatannya.

Beliau dikenal sebagai pemuda pertama yang menerima kenabian, dan orang kedua setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi SAW. Kedekatannya dapat diketahui sejak awal kenabian Rasulullah. Ali selalu mengikuti Nabi bagai anak unta pada induknya.

Ketaatannya pun terlihat dengan kepatuhan Ali untuk tinggal di rumah Nabi dan tidur di kasur Nabi, saat Nabi bersama Abu Bakar Siddiq hijrah ke Madinah. Ali menjalankan perintah Nabi dengan keberanian dan tanpa rasa ragu. Ali tak pernah takut akan kematian.

Dalam sejarah tercatat seorang sahabat Amirul Mukminin, Hammam menanyakan tentang gambaran orang takwa. Ali menjawab dengan anjuran agar bertakwa pada Allah dan melaksanakan amal shaleh karena, “sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. 16: 126)

 

Pencapaian Ali bin Abi Thalib

Sebagaimana kita ketahui bahwa pencapaian karir politik Ali bin Abi Thalib dimulai sejak masa kanak-kanak. Di masa anak-anak ia telah menundukkan kepala lelaki Arab yang kenamaan, kepala suku Rabi’ah dan Mudhar. Ia juga mematahkan ujung tombak mereka.

Imam Syafi’i menggambarkan sifat Ali dengan sifat pemikiran yang derajatnya paling baik,

“ Apakah yang dapat kukatakan tentang orang yang dalam dirinya terdapat tiga sifat dengan tiga sifat lainnya, yang tidak pernah bersama-sama dalam diri siapa pun lainnya – kemurahan hati dengan kesusahan, keberanian dengan kebijaksanaan, dan ilmu pengetahuan dengan sifat amaliah.”

Ali mengibarkan bendera Islam di usia 16 tahun sebagai komandan pasukan termuda di zamannya. Ia juga komandan perang Khaibar yang dicatat sebagai perang yang cukup fenomenal. Bagaimana seorang Ali bin Abi Thalib yang mampu mengangkat benteng Khaibar dengan tangannya sendiri, dan memenangkan perang tanpa memakan banyak korban. Keberaniannya juga terbukti dengan ikut dalam hampir di setiap perang (kecuali perang Tabuk)  membela Nabi. Menegakkan panji kebenaran.

Beliau juga ditunjuk sebagai khilafah keempat dalam kepemimpinan umat, menggantikan Usman bin Affan. Masa kepemimpinan yang sulit dengan gejolak politik yang hebat, hingga mengakibkan terjadinya perang Shiffin. Konflik yang ditangani dengan bijak dibawah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Beliau mampu meredam konflik dengan mengirim pasukan wanita berpakaian pria untuk mengatasi masalah itu.

Keutamaan Utama Ali bin Abi Thalib sebagai Model Generasi Muda


Adapun keutamaan Ali bin Abi Thalib yang lain adalah kecintaannya pada orang miskin. Meski dalam kesederhanaannya, beliau tak pernah membiarkan orang mengetuk pintu rumahnya dan pergi dengan tangan kosong.

Diceritakan pernah suatu ketika saat ia dan keluarganya harus menahan lapar, dan berpuasa hingga dua hari, hingga Ali mencari rezeki dan mendapat makanan untuk berbuka mereka. Saat itu seseorang datang mengetuk rumahnya untuk meminta makanan, maka diberikanlah makanan tersebut. Keluarga itu kembali berpuasa.

Bandingkan dengan budaya K-Popers yang cenderung berfoya-foya. Menghamburkan uang pada hal yang kurang dibutuhkan, seperti: membeli tiket konser idolanya dengan menghabiskan uang gaji sebulan, atau rela meminjam uang demi membeli busana seperti idola. Mengorbankan hal yang lebih prioritas.

Bukan berarti kita harus hidup menderita dan berkesusahan tanpa hiburan, tapi sesuatu yang berlebihan itu yang tidak dianjurkan. Kecuali, dengan kecintaan kita pada K-Pop akan membawa kita jadi pribadi yang lebih cinta sesama dan sering bersedekah – maka budaya ini baik untuk ditiru.

Sebagaimana kemuliaan Ali bin Abi Thalib dan keluarganya yang bahkan di tengah kesederhanaannya, ia masih mampu bersedekah pada yang membutuhkan. Beliau pun pernah bersedekah di tengah shalatnya. Masya Allah. Ia tak pernah mengecewakan hati orang miskin yang memohon bantuannya.

Ilustrasinya sih, jika dengan mengikuti budaya K-Pop, kita menjadi pribadi baik dan agung, maka budaya ini mungkin bisa dijadikan trensetter. Begitupun sebaliknya. Budaya yang berlebihan itu tak membawa kebaikan. Mendekati jalan yang menyimpang dari kebenaran.

“ Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka akan jadi kayu api bagi neraka jahanam.” (QS, 72:15)

Mengerikan, ya? Ancaman Allah ini kiranya dapat dijadikan pertimbangan dalam mencari teladan terbaik dalam hidup kita. Kita nggak mau jadi kayu api neraka, kan? Jadi, meskipun budaya K-Pop membawa warna lain pada perekenomian Indonesia, kita sebagai generasi muda dapat berpikir dan merenung sebelum bertindak dengan meniru buta.  

Sebagaimana yang dikatakan oleh Syarif Radhi dalam pembuka buku ini bahwa, 

“ …..Mereka telah diberi waktu untuk mencari keselamatan, telah ditunjuki jalan yang benar dan telah diberi kesempatan untuk hidup dan menuntut kebajikan…”(hal: 181)

Semoga kita semua sebagai generasi muda dapat meneladani pribadi-pribadi pilihan Allah, hingga kita termasuk dalam golongan yang beruntung.

Sunday 26 July 2020

Renungan Guru di Masa Pandemi

Masalah pendidikan di tengah pandemi ini memaksa para pelaku dunia pendidikan dan semua yang terlibat di dalamnya untuk lebih peka dengan persoalan peserta didik. Apalagi ditambah beban hidup yang makin kompleks akibat pandemi yang memaksa peserta didik untuk belajar di rumah. Solusi yang membutuhkan solusi lain.

Bagaimana tidak?

Solusi belajar di rumah ini menimbulkan masalah baru bagi orang tua peserta didik, baik dari segi finansial maupun mental. Aspek signifikan yang perlu diperhatikan oleh semua pihak terkait. Termasuk guru.

Mengapa kubilang demikian?

Ilustrasinya sih sederhana. Anggap saja kita adalah wali murid dari tiga orang anak yang bersekolah. Ketiganya perlu fasilitas belajar untuk mengerjakan tugas online dari guru-guru di sekolah, seperti: laptop/ hp dan kuota internet. Belum lagi wali murid yang masih harus membayar administrasi sekolah, meski anak-anak tidak belajar di sekolah. Alhasil, wali murid memiliki beban sebagai guru bagi anak -anak yang harus belajar di rumah. Hal yang tak mudah karena harus membagi waktu dengan mencari penghasilan tambahan karana beban ekstra tersebut.

Sayangnya, hanya sebagian guru yang menyadari dan peka atas masalah ini. Hingga mereka begitu kaku dalam pemberian tugas bagi peserta didik. Hal yang dapat memberatkan peserta didik.

Jujur, aku sebagai guru merasa malu dengan catatan Renungan KBM Selama Pandemi yang tersebar di grup Wa. Catatan yang membuatku berpikir tentang kinerjaku sebagai guru yang belum maksimal. Belum bisa memberikan KBM yang terbaik pada peserta didikku. Memberikan hak mereka. Padahal aku telah mendapatkan hakku sebagai tenaga pengajar. 

RENUNGAN KBM DALAM SITUASI PANDEMI COVID-19

Tadi aku ke warnet, mau cetak sticker. Ada anak laki2 usia 12 thn, (usia anak SMP) bawa beberapa lembar kertas buku tulis yg disobek. Isinya tulisan2 seperti draft tugas sekolah.

Dia tanya sama operator warnet, kalau ngetik draft ini dan ngeprint, berapa harganya. Kata si operator, biayanya sekitar 24 rb. Biaya ngetik dan biaya ngeprint.

Begitu tau biayanya 24 rb.. anak itu diam... melongo. Di tangannya aku liat, dia hanya memegang uang 5 ribuan.

Terlihat di wajahnya.. antara bingung dan ngga tau harus bagaimana. Di satu sisi, tugas dari sekolah harus dikerjakan, di satu sisi, ngga ada uang untuk ngeprint.

Anak itu pulang, dan janji akan kembali lagi. Tapi kertas tugasnya ditinggal.
Aku  minta kertas2 tersebut, dan aku baca. Ternyata tugas dari sekolahnya, membuat laporan kegiatan belajar di rumah selama pandemi berlagsung. 

Aku baca hingga selesai draft tersebut. Tata bahasanya bagus dan inti pokoknya juga tepat. Dia sampaikan  beberapa kendala selama belajar di rumah. Hp hanya ada 1 milik ayahnya, sementara yg harus belajar menggunakan hp ada 3 orang. (Dia dan dua adiknya). Kebayang kan..? 

Aku bilang sama si operator, tolong diketikkin dan di print, nanti saya yang bayar. Ngga lama kemudian, si anak tadi datang, dan bilang sama si operator, meminta kembali draft yang tadi.

Si operator bilang, bahwa tugasnya sedang diketik dan akan diprint. Anak itu bilang, tapi saya ngga ada uangnya... Dan si operator bilang, udah ada yg bayarin. 

(Aku tadi sudah bilang ke operatornya, bahwa anak tsb ngga usah tau... siapa yg bayar)

Di sini, aku bukan mau riya pamer bayarin, tapi.. kebayang nggak... berapa banyak anak yang mengalami hal seperti ini?

Di saat orang tuanya kesulitan menutupi biaya hidup, ditambah lagi beban pulsa paket, beban ngetik tugas, ngeprint tugas..?

Kepada guru2... coba dipertimbangkan lagi. Memberi tugas memang harus, tapi disituasi seperti sekarang ini... ? Kasihan anak2 tsb, mereka takut kalau tidak mengerjakan tugas, tapi untuk mengerjakan tugas itu butuh biaya yang tidak sedikit.

Semoga  Allah segera mengangkat wabah ini sehingga mereka bisa kembali ke bangku sekolah, tanpa membebani orang tuanya dengan beban mengajar dan  pengeluaran2 ekstra....
.
.
Selamat Hari Anak Nasional
23 Juli 2020
(Andik Susilo Hadi)


Membaca teks ini membuatku malu. Sungguh malu. Lalu, aku pun berpikir untuk mencari solusi dari masalah ini. Hal sederhana yang sekiranya dapat membantuku untuk  menunaikan kewajibanku dan membantu peserta didik menyerap pelajaran dengan cara yang lebih mudah.

Aku pun mendiskusikan masalah kesulitan siswa mengikuti pembelajaran daring karena kendala kuota yang tak dapat disediakan orang tua. Beberapa opsi jawaban yang diberikan membuatku sedikit kecewa, seperti :

1. Tak ada alasan bagi orang tua untuk tidak mengupayakan fasilitas bagi anak, karena hal itu kewajiban orang tua.

2. Terkait kuota kan sebagai ganti fasilitas transport siswa.

3. Siswa dapat datang ke sekolah untuk belajar menggunakan fasilitas sekolah.

Mengapa aku sedikit kecewa?

Bukan. Itu bukan karena opsi yang diberikan tidak benar. Tapi, aku ngerasa sepertinya jawabannya terasa kurang peka dengan keadaan siswa. Entahlah. Sementara opsi jawaban lain dapat dipertimbangkan oleh manajemen sekolah, seperti:

1. Mendatangi siswa dari rumah ke rumah untuk memberikan pembelajaran

2. Membentuk kelompok belajar untuk pelaksanaan KBM terpadu, atau

3. Memberikan pembelajaran di sekolah dengan sistem sift.

Pilihan solusi lain juga dapat dilakukan demi mengatasi masalah sensitif terkait pendidikan anak. Kebijakan yang harus tepat, dan cepat mengingat urgensi dari masalah ini.

Bayangkan aja?!

Siswa didik yang biasanya dapat belajat bersama guru di sekolah, dan menerima pendidikan yang tak dapat diberikan orang tua di rumah, sekarang banyak yang berkeliaran di jalan atau sekedar rebahan seharian di rumah. Sementara akses guru untuk mengajar terjebak oleh kegagapannya dengan teknologi. Hasilnya, aku ngerasa anak didikku makin sulit diatur.

Gimana nggak? Sementara guru sibuk belajar untuk menggunakan sistem pembelajaran daring, anak-anak juga sibuk main sendiri. Tak ada yang mengajar karena guru hanya sekedar memberikan tugas untuk melepaskan tanggung jawabnya.

Entahlah, apakah sistem ini sudah cukup relevan dengan situasi dan lingkungan siswa. Apakah siswa dan guru sudah siap? Apakah teknologi ini cukup membantu atau justru membuat beberapa siswa kesulitan? Padahal, bukankah seharusnya teknologi itu memudahkan manusia?

Entahlah, kepalaku ngenyut mikirinnya..


Selanjutnya, aku bersyukur bahwa sistem pendidikan daring di sekolahku akan dikombinasikan dengan tatap muka mulai Senin besok, 27 Juli 2020. Menggunakan sistem sift dan protokol kesehatan Covid yang ketat.  Hal yang kuharap dapat membantu guru dan peserta didik dalam menghadapi masalah KBM yang signifikan ini. 

Memang sih, akan muncul kendala lain yang tak mudah diatasi. Apalagi Bandarlampung masih masuk dalam zona kuning,dan sekolahku yang posisinya dekat dengan pasar temper yang relatif ramai. Sebuah tantangan bagi guru dan peserta didik serta semua yang terlibat di sekolah untuk taat aturan protokol kesehatan Covid, seperti: jaga jarak, rajin cuci tangan dan memakai masker atau face-shield.

Jadi, mengingat rentannya masalah ini , baik masalah pendidikan siswa dan kesehatan manusia - perlu kesadaran semua pihak yang terkait untuk selalu patuh pada peraturan yang ada. Tanpa kecuali. Harapannya, dengan menjalani aturan yang ada, pandemi ini lekas berlalu, dan pembelajaran akan dapat berlangsung seperti biasa lagi. Semoga.

Bandarlampung, 26 Juli 2020

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...