Showing posts with label Review. Show all posts
Showing posts with label Review. Show all posts

Wednesday 8 July 2020

Pencarian Mutiara Hikmah Dalam Sebuah Buku


Kata-kata berada dalam kendali Anda sebelum Anda mengucapkannya. Tetapi setelah Anda mengucapkannya maka Anda berada di bawah kendalinya. Karena itu jagalah lidah Anda seperti Anda menjaga emas dan perak Anda, karena sering suatu ucapan merenggut nikmat dan mengandung hukuman.  (Puncak Kefasihan Nahjul Balaghah, hal: 823)


Well, ini adalah kutipan dari buku khutbah Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan nama Nahjul Balaghah. Karya master piece khalifah ke empat sekaligus kemenakan dan menantu Rasulullah Saw. Suami Fatimah Azzahra binti Muhammad bin Abdul Muthalib.


Buku yang tebalnya 853 halaman ini baru kudapat hari ini. Pinjaman dari temen bapak yang seorang pencinta buku. Terutama buku-buku religius.


Jujur saja, buku-buku tebal yang berat ini kebanyakan kudapat dari pinjaman dari komunitas buku bapak. Al Hakim. Aku numpang baca aja, karena buku-buku ini harganya mungkin tidak murah.


Aku bahkan pernah baca buku ayat-ayat setannya Salman Rusdi saat buku itu masih viral. Tapi, herannya buku itu hilang. Nggak tahu kemana. Begitu pun ingatanku tentang buku itu. Maklum saja, aku hanya baca sekilas.


Beberapa saat kemudian, aku baru tahu kalau buku ini dilarang karena berisi propaganda untuk menguasai dunia. Bahkan kudapati bahwa kepala Salman Rusdi sudah dihargai oleh pemimpin Revolusi Iran saat itu sebagai akibat tulisannya yang dianggap melecehkan agama. Penistaan keyakinan agama samawi.


Wuih, berat ya ngomongin ini. Sekarang sih aku nggak tahu kelanjutan isu ini. Aku hanya mengerti satu hal, berdasar buku yang kubaca - bahwa - bangsa Iran dikenal dengan konsistensinya terhadap keputusan yang dibuat dan ketaatannya pada pemimpin. Apalagi hal ini bersinggungan dengan masalah prinsip aqidah.

Alasanku Membaca 


Keteguhan hati yang tersirat dalam tulisan di buku-buku inilah yang mungkin tanpa sadar menarikku untuk menyukai buku-buku. Benda mati yang memuaskan rasa hausku atas pencarian mutiara hikmah dari kata-kata yang tersembunyi dari lembarannya.


Bagaimana kata-kata dapat merubah pandangan seseorang. Hingga bapak begitu kagum dengan bangsa Iran. Karena buku.



Masih hangat dalam kenanganku gimana almarhum pakde Jum yang seorang brimob begitu khawatir karena bapak menyimpan banyak gambar pemimpin Revolusi Iran yang terjadi tahun 1979. Imam Khomeini. Takut bapak akan diduga sebagai aliran keras karenanya dan ditangkap polisi.


Padahal bapak hanya seorang pecinta buku. Sebagaimana aku.


Kemudian, jika kamu tanyakan padaku tentang buku apa yang kusuka dan genre apa yang jadi favoritku, aku pasti akan terdiam. Begitupun saat kamu tanyakan alasanku kenapa menyukai buku. Aku tak punya jawaban.


Hal itu bukan karena aku nggak punya jawaban atau nggak tahu apa yang ingin kutahu. Aku diam dan tak punya jawaban atas pertanyaan itu karena semuanya masih tersembunyi dibalik buku-buku yang ingin kubaca. Bentuk usaha pencarianku atas mutiara hikmah dari buku.


Okey, katakan saja aku rakus karena nggak mau menjawab hingga membatasi keinginanku untuk mencari dengan membaca dan membaca lagi.


Tak mengapa, kan? Karena ini pun sebuah pilihan. Sama seperti kisah-kisah awal aku suka baca buku. Komik-komik mangaa Jepang yang bisa berseri-seri. Komik-komik yang bisa kutelan habis dalam sehari meski ada 32 seri. Seru, ya.


Pencarian tanpa batas dalam buku favoritku

 Mengapa kubilang begitu?  


Membaca buku bagiku seperti sebuah kesenangan. Seperti petualangan atas pencarian mutiara hikmah yang tersembunyi di ujung dunia. Pencarian tanpa batas yang terefleksi dalam sebuah benda. Buku.




Mungkin itu sebabnya aku sedikit menyukai Kim, dan kuanggap sebagai salah satu buku favoritku. Sebuah novel karya Rudyard Kipling tentang seorang sahib, murid seorang guru  yang melakukan perjalanan menuju sungai. Simbol penyucian diri.

Kim yang terlahir di tanah India sebagai anak jalanan merupakan wujud pencarian jati diri. Kim yang bermata biru, berambut pirang dan berkulit putih - seolah hidup antara dua dunia. Bukan seorang Inggris, dan juga bukan seorang India.


Jiwa liar Kim menemukan penyangga saat ia bertemu sang Lama, guru yang mulanya enggan menjadikan Kim sebagai muridnya. Tapi, keteguhan dan kesetiaan Kim akhirnya meluluhkan hati Guru. Mereka akhirnya melakukan perjalanan bersama.

Sayang, sang Guru menyadari bahwa Kim butuh pengajaran dan bimbingan sesuai haknya. Mereka pun berpisah. Kim disekolahkan bersama anak-anak lain. Pilihan yang menjadi petualangan baru bagi Kim dan teman-temannya, hingga mereka kabur dan mencari rumah sesungguhnya.

Nah, petualangan Kim yang menakjubkan di tanah eksotis India ini pun yang bikin aku membaca buku lain. Desert and Wilderness. Novel young adult yang keren. Petualangan di tanah yang sama. Kisah pencarian tanpa batas. Mutiara hikmah tentang keteguhan, kesetiaan, tanggung jawab, dan cinta.


Penulis buku yang mengabadikan keabadiaan

Memang sih, bandingin satu genre buku dengan genre buku yang lain - kupikir nggak relevan. Sebagaimana membandingkan air, api, tanah, dan angin. Empat hal berbeda dengan keistimewaan masing-masing. Lengkap dengan fungsinya yang saling melengkapi demi kemaslahatan kehidupan manusia.

Begitu pun dengan penulis.

Seharusnya, bagiku, semuanya istimewa dan abadi. Karena tulisan penulis mengabadikan keabadiaan, seperti: keputusasaan, harapan, impian, amarah, benci, dan cinta serta rasa lain yang menyertainya. Hingga nggak ada yang terlalu baru di bawah sinar matahari kecuali tampilan visualnya saja.

So, aku menyukai penulis dan buku sesuai dengan kebutuhan atau mood yang menyertaiku. Sebut saja saat aku sedang kesal maka aku suka baca komik lucu, dan saat aku ada tugas sekolah maka aku baca buku teks pelajaran.


Sekarang sih, aku lagi senang baca buku online gratis. Rasanya menantang karena ada target waktu pengembalian. Belum lagi tantangan memahami buku itu karena buku-buku tersebut berbahasa Inggris.

Hikmahnya, aku jadi sedikit menambah kosa kata baru dalam bahasa Inggris. Alhamdulillah. Hikmah yang membantuku memotivasi muridku di kelas untuk membaca buku dengan giat. Kalau guru rajin, insya Allah muridnya ngikut, kan?


Selain itu, buku dapat juga memberi kesan mendalam bagi kita. Menghibur sekaligus sebagai distraction.

Paling tidak bagiku.

Salah satu buku yang mengesankan bagiku adalah Filosofi Kopi karya Dee. Bukan karena buku yang di tanganku  ini pemberian penulisnya. Juga bukan karena buku ini termasuk buku fiksi pertama yang berasal dari pemberian orang lain.





Aku terkesan dengan buku ini karena buku ini yang jadi bahan tugas adikku yang mengidap shizophrenia/ f20. Penyakit yang mulai terlihat gejalanya di tahun 2009. Hingga saat itu, adikku yang sedang relapse, merobek buku tersebut. Padahal ia masih butuh untuk bahan tulisannya.


Terbayang, kan usaha kami menyatukan buku itu agar bisa terbaca lagi. Belum lagi ia juga mencoret-coret Perahu Kertas dan Madre. Herannya kok ia hanya menyerang buku-buku Dee. Mungkin karena ia suka banget ya? Untungnya, buku-buku tersebut (Perahu Kertas dan Madre) selamat. Hanya dicoret-coret sedikit covernya. Dan, beberapa minggu kemudian, entah gimana - kami dapat buku Filosofi Kopi lagi dari penulisnya. Ajaib ya. Alhamdulillah.

Eh, aku kok ngelantur ya..

Seperti cerita "Mencari Herman" dalam buku Filosofi Kopi yang berkisah tentang pencarian akan cinta yang tanpa akhir. Cinta yang sesungguhnya di depan mata. Tapi, terbenam oleh ketidak tahuan atau kebodohan.

Herman yang jadi simbol tentang kebaikan dan pencarian cinta tulus yang ada di tiap diri. Cinta yang bikin darah masih berwarna merah, dan jantung masih berdetak. Karena, bagaimanapun beratnya, cinta itu pun yang buat kamu bisa bertahan.


Pointnya sih, hal yang kusuka dari seorang penulis adalah kebaikan hati dan ketulusannya. Hingga "Aroma Karsa" pun muncul nggak lama setelah adikku relapse lagi. Berikut ucapan doa agar keluarga kami selalu sehat. Padahal penulis buku ini nggak tau tentang adikku.




Kata-kata sederhana yang menghangatkan ya. Bagai doa-doa.

Kesimpulan


Membaca buku, menurut sebagian orang dianggap sebagai membuka sebuah pintu pengetahuan. Sebuah pintu yang membuka berjuta peluang akan pengetahuan yang lain.

Sedang tugas kita adalah nggak semata membaca, tapi mengaktualisasikan pengetahuan tersebut dalam tindakan. Aksi yang dapat merubah diri dan sekitar. Menginspirasi demi perbaikan yang lebih besar. Dimulai dari hal sederhana. Sekarang juga. Ah, ini mengingatkanku akan Kim yang penuh spontanitas dan keberanian.

Paling tidak, membaca buku dapat menghidupkan terus slogan kasih sayang pada sesama. Lalu, memulai aksi kebaikan dengan kemampuan yang kita miliki sebaik mungkin.


Jadi, mungkin itulah maksud yang dikatakan bahwa kata-kata itu dapat menjadi hukuman bagi yang ceroboh dengan lisannya. Sebaliknya, kata-kata atau tulisan itu bisa jadi hadiah dan harapan bagi yang bijaksana menjaga lisan/kata-katanya.

Gimana menurutmu?

Bandarlampung, 7 Juli 2020

Thursday 2 July 2020

Review Buku Blind Willow Sleeping Woman

Bismillah


Okeh gaes.. aku sekarang mau ngomongin tentang buku online yang kubaca lewat archive.org. Book reader. Gratis. Aku minjem selama 14 hari untuk memenuhi tantangan RCO 8 membaca kumpulan cerpen fiksi. Sebenarnya bingung juga cari buku, karena yang kupunya itu bukunya Bahjat. Kumpulan cerpen yang bukan fiksi. Karya Bahjat kan ngambil dari kisah yang ada di Al quran. Non fiksi. Itu kata adikku yang guru bahasa Indonesia. So, aku pinjem buku online ini. 




Then, here I am reading Blind Willow Sleeping Woman karya Haruki Murakami. Sastrawan Jepang yang menurutku banyak mengadopsi pemikiran Barat. Trus, ia menggabungkannya dengan gaya penulisannya yang khas. Aroma Jepang berbalut pemahaman budaya global. Amerika.


Pengetahuannya tentang budaya masyarakat Jepang yang membaur dengan budaya Barat menjadikan karyanya bisa jadi referensi bagi yang ingin tahu tentang masyarakat Jepang modern di tahun 90an. Tentu saja dilihat dari kacamata penulis yang kupikir cukup kritis.


Buku digital yang kubaca ini berisi dua puluh empat cerita yang mengekspos dengan detail gimana seorang penulis paham tentang pencarian manusia untuk memecahkan kesepian yang hadir karena penyesalan. Atau tentang bagaimana seseorang bisa tersedot oleh pencarian akan sesuatu yang seolah sia-sia. Meski kesadaran akan kesia-sian itu sendiri disadari dan dipahami sebagai bagian dari hidup. Tak terelakkan. Hingga penerimaan akan hal tersebut adalah keniscayaan.


Dalam cerita awal Blind Willow Sleeping Woman,  Murakami menceritakan tentang seorang pria yang harus menemani kemenakannya ke rumah sakit. Hal unik yang menggelitikku dari kisah ini adalah gimana si pria berdialog dengan keterbatasan pendengaran kemenakannya. 

Ikatan yang dihadirkan dari dua tokoh ini bikin aku mempertanyakan tentang hubungan manusia dengan sekitarnya. Gimana tenggelamnya kita dalam suatu pencarian akan membuat kita lupa tentang arti hidup itu sendiri.


Bahwa kadang yang kita lihat, dengar, dan rasakan mungkin saja berbeda dengan yang sebenarnya. Maksudku, kita diminta lebih membuka diri atas segala perbedaan, atau sesuatu yang mungkin tak lazim di masyarakat.


Sebut saja gimana Murakami menganalisa tentang pemahaman virginity bagi sebagian orang di zamannya. Gimana sebagian menganggap itu sesuatu yang tak begitu penting. Sementara yang lain menganggap virginity sebagai sesuatu yang wajib dipertahankan hingga saat menikah. 


Aku juga bertanya-tanya tentang apa yang tersembunyi dalam cerita "Hunting Knife" yang bertutur tentang pasangan muda Jepang yang berlibur di sebuah pantai yang nggak jauh dari pangkalan militer Amerika. Gimana pasangan ini concern banget dengan tetangga kamar hotel mereka. Keluarga Amerika. Ibu dan anaknya. 

Kedua orang Amerika itu terlihat begitu kaku dan formal hingga pasangan Jepang ini merasa selalu sungkan. Pasangan muda ini memperhatikan gimana keduanya hanya berada di spot biasa. Si ibu mendorong kursi roda anak. 

Mereka hanya diam membaca di lobi atau duduk di bawah pohon di pinggir pantai. Sangking perhatiannya, pasangan Jepang ini bertanya-tanya dalam hati karena suatu hari ibu dan anak itu tak ada di spot biasa. Hingga di malam terakhir liburan mereka, si suami sulit tidur dan menemukan pemuda Amerika itu duduk sendiri di atas kursi rodanya. 

Di situ, pemuda itu menceritakan tentang keadaan dirinya dan keluarganya. Tentang keinginannya menghilangkan ingatannya. Sekaligus meninggalkan sesuatu untuk dikenang.

"... I start to fade away, too. Only the knife is always there - to the very end. Like the bone of some prehistoric animal on the beach. That's the kind of dream I have." (page: 94)

You know what.. I keep sighing when reading this book coz frankly speaking I don't fall into deep thinker category. So, ya gitu. Aku hanya paham sedikit. Itu pun hanya permukaannya aja. Meski nggak ngejar nothingness, seperti tokoh pemuda Amerika ini. 

"I spent my days pursuing the nothingness - rien - it creates. My job is to create that void, that rien." (page: 90)

Rasanya kok kayak nelen pil pahit ya? Seperti titik nol pengharapan.

Aku jadi mikir kalo penulis mau nunjukin kalo pemuda Amerika ini punya segalanya. Sekaligus tak punya apa-apa. Bahkan sekedar harapan pun ingin dihilangkannya.


Ada juga kisah Junpei yang bertemu dengan seorang wanita, Kirie yang usianya lebih tua darinya. Mereka bersama dan saling mengenal tentang diri masing-masing. Passion dan cinta yang mereka miliki. Hingga Junpai menyadari kesendiriannya sebagai penulis. Sementara Kirie ada di tempat tertinggi yang dicintainya. 

Aku sendiri bingung dengan maksud cerita ini. Mungkin itu karena aku selow ya ^^

Never mind. Yang sedikit kupahami adalah sosok Junpei dan Kirie ini seperti gambaran pemuda Jepang yang resah. Gelisah dengan masa depan dan apa yang mereka cari. 

Itu menurutku lho. Sebagaimana orang muda yang mungkin bosan ada di zona nyaman. Ingin sesuatu yang menantang. Agar hidup ini berubah lebih baik. Atau sekedar memuaskan pencarian yang masih terus dicari.


Kelebihan buku 
 
Buku ini keren. Nyastra banget. Mungkin ini yang jadi alasan orang addicted dengan karya Murakami yang dekat dengan kehidupan masyarakat modern Jepang.

Apalagi gaya penceritaannya yang beda dari yang lain. Bikin nggak bosen baca bukunya. Terlebih, gimana dengan terang dan jelas Murakami menceritakan pengaruh modernisasi bagi kehidupan tradisional pemuda Jepang. But, gaes fyi , buku ini bukan untuk konsumsi anak-anak karena gambaran penceritaan tokohnya begitu jujur berkisah tentang kehidupan sehari-hari termasuk hubungan antar lawan jenis. 

Kelebihan buku ini juga adalah gimana kritik yang dilempar oleh penulis dengan humor yang dalam hingga tamparan tak terasa begitu sakit. Mengingatkanku tentang karya sejenis yang juga diminati karena kritik sosialnya seperti Pengakuan karya Anton Chekov. Ah, enggak ngerti banget juga deh. Agak lupa aku hehe. Jadi pingin baca lagi. 

Oya, buku ini terdiri dari dua puluh empat cerita. Kebayang kan gimana bermenit-menit kita bisa tenggelam dalam cerita ini.



Kekurangan Buku

Seperti yang kita ketahui bahwa buku yang nyastra itu pasti berat. So, buku ini pun butuh kerja ekstra untuk memahaminya. Kita perlu baca ini beberapa kali untuk mengerti. Selain itu, bebarapa teks nya bercerita tentang hubungan orang dewasa yang pastinya bukan untuk konsumsi anak-anak.

But, overall gaes.. ini buku bagus. Percaya deh. Yuk baca bareng aku.


Bandarlampung, 2 Juni 2020

Monday 29 June 2020

Review Buku Metode Penelitian Untuk Pengajaran Bahasa Inggris

Bismillah

Sebentar lagi Tahun Ajaran Baru 2020/2021. Momen yang berbeda dibanding tahun-tahun ajaran baru sebelumnya, mengingat kebijakan baru di ranah pendidikan yang mulai dicanangkan, seperti aturan penyerderhanaan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar.

Nah, aku nggak akan membicarakan tentang permen-permen dan kisi-kisi dari standar proses yang terdiri 23 item itu - yang Alhamdulillah telah disederhanakan jadi 3 item saja, dan disebut RPP Guru Merdeka. RPP yang beri kemudahan buat guru .

Aku akan mereview buku tulisan guruku sewaktu PPGDJ di Unila tahun 2017 lalu, Prof. Ig Bambang yang dikenal dekat dengan para mahasiswanya. Kepribadian dan integritasnya bikin beliau jadi idola di kalangan mahasiswi.

Well, mungkin tepatlah seperti yang orang bilang, "Cintailah gurumu, maka ilmu yang kau pelajari akan terasa mudah."

Kiranya ini tepat menggambarkan dosen yang senang membahas tentang filsafat ini.

Okey, kembali ke buku metodologi penelitian yang  covernya berwarna putih ini yang kupikir baik dijadikan referensi bacaan buat guru atau calon guru dalam membuat RPP dan PTK (Penelitian Tindakan Kelas). So, evaluasi seusai pembelajaran bisa lebih maksimal.



Buku yang terdiri dari tujuh belas bab ini diawali dengan bab pertama tentang Penelitian Dalam Pengajaran Bahasa Asing. Isu yang dibahas tuntas dan mendalam.

Sedangkan bab dua membahas tentang validitas dan reliabilitas. Di sini dijelaskan bahwa meski ilmu sosial hampit tak mungkin diukur validitas dan reliabilitasnya, keduanya wajib diperhatikan peneliti demi menghasilkan temuan-temuan yang dapat diandalkan.

Dikatakan bahwa validitas dan reliabilitas adalah unsur alat ukur yang relatif tak terpisahkan. Dalam ilmu sosial, penting untuk dipahami bahwa tak ada subjek dari penelitian yang betul-betul memiliki kondisi dan situasi yang sama dengan subjek dari penelitian yang lain. Sehingga validitas dan reliabilitasnya bisa berbeda dari penelitan satu ke penelitian yang lain.

Bisa dikatakan bahwa keduanya merupakan aspek penting dalam penelitian.

Selain menjelaskan tentang pengertian, contoh dan keutamaan dari kedua aspek dari penelitian ini, buku ini juga menjelaskan prosedur pengambilan sampel penelitian. Isu yang dijelaskan dengan cukup sederhana hingga peneliti mudah mengimplementasikannya di kelas.

Dengan kata lain, bahasan-bahasan di buku ini kupikir cukup berguna bagi mahasiswa jurusan pendidikan bahasa asing dan guru. Buku yang dapat membantu pembaca untuk merancang dan melaksanakan penelitian dalam bidang pengajaran bahasa asing.

Bandarlampung, 29 Juni 2020

Judul buku    : Metode Penelitian untuk Pengajaran Bahasa Asing
Penulis           : Ag. Bambang Setiyadi
Tebal buku    : 313 halaman
Penerbit         : Graha Ilmu

Sunday 28 June 2020

Review Buku Seri Pemuka Islam Ali Bin Abi Thalib

Bismillahirrohmanirohim

Selamanya kita tak akan bisa menyangkal tentang keutamaan dan kemuliaan manusia-manusia suci keluarga Rasulullah Saw. Keagungan dan tauladan seluruh umat manusia.



Buku karya Syed Mehdi Ayatullahi setebal 56 halaman ini kiranya bisa memperkenalkan tentang sekelumit kisah manusia agung ini. Ali bin Abi Thalib. Suami Fatimah Azzahra putri Rasulullah sekaligus keponakan Rasulullah. Seorang pemuda yang pertama kali masuk Islam.

Kecintaan dan ketaatan Ali pada Rasulullah Saw tergambar jelas dalam kisah ini. Bahkan banyak riwayat menyatakan keutamaan posisi Ali di sisi Rasulullah. 

"Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpin, maka Ali juga adalah pemimpinnya. Ya Allah! Cintai orang yang mencintai Ali, dan musuhi orang yang memusuhi Ali. Tolonglah orang yang menolong Ali, dan musuhilah siapa saja yang menentangnya. Hendaknya hadirin menyampaikan kepada yang tidak hadir. Aku berharap mereka berkenan untuk mendengar dan mau menerimanya." 

Awal kisah dimulai saat kelahiran Ali bin Abi Thalib di tanggal tiga belas Rajab, dua puluh tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Bayi mungil yang lahir ini memancarkan cahaya di semesta raya.

Diceritakan oleh Kunaab Mecci bahwa ia melihat Fatima binti Assad berjalan tertatih mengelilingi Kaabah. Mereka mendengarnya berdoa, " Ya Allah aku beriman pada Mu dan Nabi Ibrahim, yang atas perintah Engkau ia membangun Kaabah ini. Ya Allah aku bersumpah demi Nabi Mu dan demi putra yang ada dalam kandunganku. Berilah kemudahan padaku dalam melahirkan putraku."

Lalu, terjadilah peristiwa luar biasa. Allah mengabulkan doa Fatima. Tembok Kaabah terbuka, dan masuklah Fatima ke dalamnya.

Melihatnya Abbas dan orang-orang bingung dan heran. Mereka berusaha membantu. Tapi pintu Kaabah tidak terbuka. Hingga 4 hari kemudian keluarlah Fatima bin Assad bersama bayinya. 

"Tuhan telah memilih aku di antara wanita-wanita Mekkah, dan Dia telah menjadikan aku sebagai tamu Nya. Aku bertamu ke rumah Nya, para malaikat menyuguhiku makanan dan minuman dari Surga."

Inilah gambaran awal betapa sejak kelahirannya yang suci, kehidupannya pun selalu berada dalam bimbingan langsung manusia pilihan Allah. 

Sebagaimana yang tertulis dalam Nahjul Balaghah, 

"Saudaraku Nabi Muhammad Saw selalu memangkuku di dalam pangkuannya, dan senantiasa memeluk aku dengan kasih sayang. Beliau selalu mengunyahkan makanan untukku, dan memasukkannya ke dalam mulutku."

Aku juga pernah membaca tentang kecintaan pengikut Ali karena cintanya pada Rasulullah, hingga di pintu rumahnya terukir kata-kata, " La fata ila Ali wa la saifa ila zulfikar.." 

Nah, selanjutnya buku ini pun menceritakan rentang perjalanan hidup masa remaja Ali bin Abi Thalib yang tak jauh dari bayang-bayang Rasulullah. Bagai "Laron yang mengitari Lentera."

Ali remaja juga selalu mendampingi Rasulullah dalam peperangan dengan keberanian dan ketaatannya. Bahkan, Ali bin Abi Thalib mampu mengangkat benteng Khaibar dengan kedua tangannya. Benteng yang seharusnya diangkat dua puluh orang ini dapat diangkat Ali bin Abi Thalib sendirian. 

Kisah pengorbanan diri, kepemimpinan dan kasih sayangnya pada umat kiranya dapat dijadikan inspirasi bagi generasi milenia.


Aku terkesan akan rasa kasih sayang Ali bin Abi Thalib pada orang miskin. Hingga saat shalat pun, Ali bin Abi Thalib mampu bersedekah.


So, bisa dibilang buku yang disajikan bergambar ini cukup baik dibaca semua umur. Selain penyampaian pesan yang simple, buku ini pun menginformasikan pada kita bahwa kecintaan dan pengorbanan itu berjalan bersama. Dan, sungguh bahwa yang mencintai akan selalu bersama dengan yang dicintai. Insya Allah.

Marilah kita memohon pada Allah, semoga kecintaan kita  pada yang dicintai Rasulullah menjadikan kita berhak atas syafaat Nya. Aamiin

Bandarlampung, 26 Juni 2020

Judul Buku   : Ali bn Abi Thalib Ra
Penulis          : Syed Mehdi Ayatullahi
Tebal buku   : 56
Penerjemah  : Akhmal
Editor             : Sandy, U. Bashir, S.Ag
Penerbit        : Penerbit Al Huda Dream

Monday 15 June 2020

Review Buku Al Huda: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Islam


Buku kumpulan jurnal Al-Huda yang ada di tanganku ini kiranya masih relevan mengahadapi perubahan zaman. New normal yang menjadi keadaan sebagai mitigasi pandemi yang melanda umat seluruh dunia. Perubahan yang juga membutuhkan strategi baru demi mengatasi kebutuhan perut. Hal yang niscaya dilakukan adalah beradaptasi dalam segala bidang termasuk mencari sumber keuangan kedua.  Respon alami mengingat pergerakan orang yang terbatas mengakibatkan sumber keuangan utama tergoyahkan.

Nah, kali ini aku nggak membahas tentang New Normal dan upaya masyarakat demi menjaga keberlangsungan kehidupannya. Aku hanya akan membahas tentang nafs dalam konsep pemikiran Islam yang mungkin jadi penggerak utama dalam menghadapi perubahan new normal ini. Isu yang dibahas oleh penulis dengan rinci dan gamblang.

Pengertian Nafs

Nafs, anti sosial yang maknanya adalah esensi, jiwa yang menghidupkan, psikis, ruh, pikiran, kehidupan, dan hasrat. Kecenderrungan nafs adalah memaksakan hasrat-hasrat dalam pemuasan diri sendiri. Walaupun kepuasan tersebut tak akan pernah terpenuhi. Istilah yang dalam terminologi sufi, istilah nafs secara implisit merujuk pada al-nafs al-ammarah, yaitu jiwa yang rendah yang dikendalikan oleh sifat-sifat jahat.(hal.55)

Penjelasan terperinci tentang nafs ini menjanjikan pada kita tentang pemahaman lebih bahwa nafs ini menggiring manusia pada upaya pencarian cara baru pemuasan diri yang tanpa henti. Hasrat yang menjerumuskan manusia pada apa yang disebut dalam terminologi psikoloanalisis sebagai "the culture of narcissism" - manusia yang mencari ketenaran, popularitas, publisitas dirinya sendiri.

Berbanding terbalik dengan konsep tersebut, kaum sufi, tidak mencari-cari ketenaran tersebut. Mereka menyembunyikan diri dalam jubah kerendah-hatian untuk mencapai kemuliaan. Mereka tidak ingin dimuliakan atau dikenal.(hal. 55)

Konsep kaum sufi yang mengingatkanku dengan beberapa tokoh seperti Muhammad Jalaludin Rumi dan Muhammad Iqbal. Tokoh-tokoh yang melepaskan diri dari konsep hedonisme yang melulu memikirkan diri sendiri. Mereka memiliki kekhawatiran mendalam tentang masa depan generasi muda bahkan sebelum bencana kemanusiaan akibat pandemi ini terjadi. 

Well, aku tahu, menjadikan kaum sufi sebagai tolak ukur bagiku yang awam ini mungkin terlalu tinggi. Meskipun begitu, pengetahuan tentang pemahaman sufi dan nafs ini penting sebagai penyeimbang kehidupan kita menghadapi perubahan New Normal dan pedoman standar mencari sumber keuangan kedua. Konsep yang menjaga keberlangsungan hidup semua mahluk di bumi ini.

Beberapa hal yang mengganggu pemikiranku tentang pembahasan hasrat dan nafs di buku ini adalah bagaimana nafs dianggap sebagai mesin hasrat. Bagaimana nafs menjadi desiring machine. yang mengabaikan semua aturan dan kebiasaan sosial. Hal yang pastinya bertolak belakang dari tujuan New Normal yang menitikberatkan kepentingan masyarakat.
 
Sedangkan dalam pandangan sufisme, nafs yang memeliki kecendurangan sifat-sifat rendah ini tidak dihilangkan keberadaannya. Hasrat-hasrat ini dikendalikan, dimurnikan dan dibersihkan dari sifat rendah duniawi. Hingga tercapailah level nafs yang lebih tinggi, an-nafs al-muthma'inah, nafs yang tenang. Nafs yang bahkan dapat menjadi bara kecintaan pada Tuhan.

Nah, hasrat an-nafs al-muthma'inah ini juga yang jadi motor penggerak perubahan kebudayaan menuju kondisi yang lebih baik. Positive desire yang mendorong kehidupan manusia menuju keadaan masyarakat yang hidup dalam kenyamanan,kemajuan dan kesejahteraan. Keadaan yang diharapkan pada masa New Normal ini.

Sebut saja dorongan positive desire ini dapat menciptakan kebudayaan baru yang lebih sehat. Harmonis dengan alam. Bagaimana sekarang kita lebih menjaga kesehatan diri dengan rajin berolah raga, cuci tangan, dan menggunakan masker. Kebiasaan baru yang dapat mengubah kita lebih sensitif dengan keadaan sekitar kita. Mengendalikan nafs yang berlebihan.

So, gaes.. buku bernas yang berisi jurnal-jurnal keislaman ini membahas tentang banyak hal. Percaya deh, membacanya pasti bikin kita makin mengerti tentang isu-isu sekitar kita.

Bandarlampung, 15 Juni 2020

Wednesday 10 June 2020

Review Buku Tafsir Surat-Surat Pilihan, Mengungkap Hikmah Al-quran

Peradaban kita adalah bukti merdekanya suatu kaum. Kita harus menyadari bahwa adanya suatu bangsa tergantung kepada peradabannya yang tetap berdiri pada azas peradaban pendahulunya, yang tidak dimasuki peradaban baru, dan jika tidak demikian, maka bangsa itu akan lenyap atau menjadi "anak pungut".(hal 14)

Buku yang dihadiahkan oleh Quito bin  Motinggo Busye pada bapakku di 19 Agustus 2005 ini merupakan salah satu tulisan ulama Iran, Murtadha Muthahhari. Seorang ulama yang dikenal dengan kezuhudan dan keillmuaannya. Ulama besar yang disegani di zamannya.

Buku yang membahas tentang tafsir surat Al-Insyirah, surat Al-Qadr, surat Az-Zilzal, surat Al-'Adiyat dan surat Al-Ashr ini menjelaskan dengan gamblang hal-hal yang mungkin belum diketahui pembaca. Buku yang baik dibaca bagi yang ingin menimba ilmu Islam. Bonus lain, Murthada Muthahari ini adalah ulama besar yang memahami keilmuan lintas mazhab dalam.Islam, hingga pemahaman kita tentang Al-quran akan melebihi diri kita sebelum membaca buku ini. Insya Allah. Paling tidak, kupikir, dengan membaca buku ini, kita akan memahami bahwa iqro adalah kewajiban.

Kata-kata mengesankan yang kutangkap di awal buku ini adalah tulisan Sa'adi yang bunyinya begini, " Dusta yang putih (yang baik) lebih baik dari jujur yang merusak." Ucapan yang dianggap beberapa orang sebagai alasan untuk tidak mempelajari bahasa Arab karena mengajarkan dusta. Padahal bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan Al-quran. Hal yang akhirnya mengajak orang-orang meninggalkannya, dan lebih mempelajari bahasa yang digunakan oleh Shakespeare yang dianggap lebih jujur. 

Sa'adi pun menceritakan tentang seseorang yang dihadapkan pada raja dan akan dihukum mati. Padahal ia tak bersalah. Lalu, orang itu mencaci maki raja. Raja bertanya apa yang orang itu katakan, dan seorang menteri yang mencintai kebaikan menjawab, "Dan orang-orang yang dapat menahan amarahnya serta memaafkan kesalahan manusia." Salah seorang menteri jahat yang hadir pada waktu itu,  berkata kepadanya, "Tidak boleh berdusta di hadapan raja, kita para menteri mesti selalu jujur". Orang itu memaki-maki raja. Tetapi raja yang arif itu berkata, "Sesungguhnya dusta yang putih yang dikatakan menteri itu demi kemaslahatan umum, lebih utama daripada kejujuranmu yang akan membangkitkan kerusakan. Maka dusta demi kemaslahatan umum lebih baik dari pada jujur yang akan merusak." (hal. 15)

Kutipan ini membangunkanku tentang kekayaan bahasa yang dapat merubah nasib seseorang. Betapa kata-kata itu dapat menentukan kehidupan seseorang baik secara langsung atau tak langsung. Bahkan melebihi tajamnya pedang. Kebayang kan bagaumana berbahayanya kata-kata di lidah orang jahat, begitu pun manfaat yang ditimbulkannya saat kita-kata ada di tangan dan lidah orang yang benar. 

Meskipun aku sangat mengerti kemampuanku yang amat terbatas dalam bidang keislaman, terutama untuk memahami luasnya tafsir surat-surat Al-quran, aku tetap berusaha membaca. Meski terbata-bata. Dan, Alhamdulillah, buku ini tertulis dalam bahasa Indonesia dengan penjelasan yang sederhana dan gamblang hingga aku dapat membacanya dengan perlahan-lahan bak siput sambil berharap kebaikan Allah membuka hatiku agar dapat memahaminya.

Baiklah, gaes, sebagaimana layaknya bayi yang baru mulai belajar, aku akan membaca buku ini dan menuliskan yang kupahami saja. Selebihnya, bisa kita diskusikan di lain kesempatan. Insya Allah. Oh, ya sebelum aku lupa, maklum lah-aku lebih sering baca buku terjemahan bahasa Inggris, kali ini aku akan mulai seperti penulis ini. Semoga syafaat tercurah bagi kita yang meneladani kebaikan. 

Alhamdu lillahi Rabbil 'Alamin, segala puji bagi Allah, pengatur semesta alam, Pencipta seluruh mahluk. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada hamba Allah, Rasul-Nya, Nabi-Nya dan Pilihan-Nya, pemuka kita dan pemimpin kita, Abal Qasim, Muhammad Saw, dan kepada keluarganya yang baik dan suci.

Awal buku ini membahas surat Al-Insyirah. Surat Al-Insyirah Al-Muharakah ini adalah surah yang diriwayatkan pada Rasul Saw. Surat ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, mengingatkan akan anugerah Allah dan pertolongan-Nya kepada Rasulullah. Bagian kedua, berupa suatu pengajaran, yaitu inayah dan penjelasan tentang suatu sebab ('illah). Dan bagian ketiga, berisi penarikan kesimpulan.

Menurut jumhur ulama, dikarenakan keterkaitan antara surat Adh-Dhuha dan surat Al-Insyirah, maka keduanya dianggap sebagai satu surat. Bukan dua surat yang terpisah. Demikian juga surat Al-Fil dan surat Quraisy. 

Penjelasan mendalam di surat ini yang menggelitikku adalah mengenai makna syarh (melapangkan). Para mufassir memandang secara umum syarhush shadr ialah sa'atush shadr (luas dada). Ungkapan lazim dalam bahasa Arab yang termaktub dalam sebuah hadis;

"Tanda kepemimpinan seseorang itu adalah luasnya dada."

Makna yang bukan dalam pengertian secara fisik seseorang yang beedada besar. Sa'atush shadr disini maksudnya adalah orang yang dapat menyelenggarakan tugas yang dipikul dengan baik dan sabar. Hal yang merujuk pada kemampuan seseorang dalam memikul beban yang berat serta kemampuannya bersabar.

Kita bisa mengambil contoh seorang kepala keluarga, bila ingin mengatur rumah tangganya dengan baik, dia harus memiliki sufat yang lapang dada. Jadi, semakin luas maqom kepimimpinannya, makin berlapang dada dan besar sifat sabarnya.

Nah, itu baru pengertian satu kata. Penjelasannya bisa begitu dalam dan indah. 

Selanjutnya, dalam Tafsir Surat Al-'Adiyat yang masih terdapat perbedaan apakah surat ini makkiyah atau madaniyyah. Dari segi penukilannya juga terdapat sebab-sebab yang tidak begitu jelas. Kalau dilihat dari dialektikanya, Surat ini tergolong Surat yang mempunyai ayat-ayat pendek, mirip Surat-Surat makkiyyah. Sedangkan Surat-Surat makkiyyah diturunkan pada permulaan bi'tsah Rasulullah dan memiliki ciri-ciri tahdzir (mewanti-wanti), tadakir (memberi peringatan) dan takhwif (menakut-nakuti). Adapun Surat-Surat madaniyyah pada umumnya menjelaskan hukum-hukum dan undang-undang, oleh karenanya panjang-panjang dan terperinci. (hal 65)

Al-quran ingin menyatakan melalui Surat ini tentang peperangan yang merupakan perkara suci bagi Allah. Bahkan dalam beberapa riwayat, ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan salah satu peperangan yang dinamakan Dzatus Salasil (yang mempunyai rantai) karena musuh banyak yang ditawan dan diikat satu persatu hingga membentuk rantai.

Anyway, gaes... buku tafsir bercover hitam dengan tebal 92 halaman ini sangatlah layak untuk kamu baca. Selain sebagai pengingat kita, buku ini pun memberi semangat bagi generasi digital ini tentang pentingnya belajar bahasa Arab untuk memahami Al-quran. Sebagaimana ingin mengenal Islam, pelajarilah bahasanya. 

Akhirnya, aku akan menutup tulisan ini dengan, 

Wa tawashau bish- Shabr
Dan saling berwasiat dalam kesabaran

Manusia itu wajib mengetahui bahwa dia harus mengerjakan amal salih secara terus-menerus. Dia harus memiliki sifat sabar, dia harus punya perlawanan, dia harus tetap berjuang hingga datang pertolongan Allah kepadanya. (hal. 89)

Bandarlampung, 10 Juni 2020

Monday 8 June 2020

Shahnameh: The Tragedy of Iranian's Kings


Shahnameh yang ditulis oleh Ferdowsi selama lebih dari 30 tahun ini mengingatkanku akan cerita Beawulf. Cerita klasik yang menggambarkan tentang kepahlawanan, keberanian, keteguhan hati, kesetiaan dan cinta. Kisah yang berakar dari mitos kuno yang membumi dalam budaya masyarakat. Pemikiran yang terefleksi dari karya fenomenal ini adalah bukti kekayaan imajinasi manusia. 

Karya yang aslinya berbentuk syair terpanjang dalam sejarah Iran ini teediri dari ribuan kata hikmah tentang kehidupan. Gambaran bagaimana tak ada hal yang baru di atas bumi ini. Bahwa sejak dulu kala kebaikan itu selalu menentang kejahatan. Bahwa manusia itu dengan ijin Tuhan dapat merubah nasibnya dengan berusaha sungguh-sungguh.

Karya klasik berlatar sejarah Iran kuno ini pun jadi rujukan ilmuwam untuk memahami tentang budaya Iran yang erat dengan nilai spiritual. Bagaimana orang Iran kuno memiliki ketaatan dan kesetiaan pada Ormuzd, penguasa semesta. Rasa taat yang kental hingga membutakan kesenangan diri dan rela melepaskan kenikmatan dunia. Bahkan mengorbankan nyawa sekalipun bukan suatu hal yang sulit dilakukan karena kepercayaan atas kehidupan abadi setelah dunia yang fana ini. Pengharapan atas balasan kehidupan lain setelah kematian. Surga. Hal yang membuat orang Iran tak pernah takut atas kematian. Karakter yang digambarkan dengan vivid oleh Ferdowsi dalam tokoh Sam, Zal dan Rostam. Tokoh-tokoh ksatria keturunan Feridoun yang membintangi Shahnameh ini.

Dalam cerita ini akan kita temukan  kehidupan di Iran saat masih menyembah dewa-dewa. Kepercayaan kuno tentang kekuatan gaib yang menyertai penguasa semesta (Ormudz),  kekuatan penguasa jahat (Ahriman) dan putranya (Deev) dan malaikat penolong (Oshrmogh). Mereka percaya bahwa Tuhan yang membimbing, atau menghukum manusia sesuai perbuatannya. 

Shahnameh berturur tentang penyesalan, penderitaan, keserakahan, cinta dan dendam  menenggelamkan kewarasan manusiayang. Bagaimana mereka tergantung akan kebijakan dan keberanian dari Feridoun dikarenakan raja, Shah mereka yang lemah, bodoh dan serakah. Hingga berkali-kali Shah terjebak oleh tipu daya Ahriman dan menjadikan keadaan kerajaan kacau-balau dan hampir musnah. Untunglah, berkali-kali juga Sam dan keturunannya berhasil menyelamatkan kerajaan. Meski karena itu juga tanpa sengaja Rostam putra Zal putra Sam membunuh anaknya sendiri, Sohrab. Peristiwa yang berujung kesedihan berkepanjangan bagi Rostam. Padahal putra Zal yang perkasa ini hampir tak pernah terkalahkan.

Okeh, biar tambah penasaran kuceritakan sedikit cuplikan Shahnameh ini. 

Alkisah dulu Persia dikuasai oleh Kaiumers yang menduduki tahta sebagai penguasa dunia. Kejayaannya bagai matahari. Kemasyurannya membuat Ahriman iri dan bersatu bersama balatentaranya yang dibantu oleh Sang Perkasa Deev untuk menghancurkan Kaiumers serta Saiamuk putra Kaiumers.  

Serosch, malaikat penjaga yang membela manusia dari jeratan Deev, yang mengelilingi bumi selama tujuh kali setiap malam demi menjaga anak-anak Ormuzd, menyadari ancaman Ahriman. Ia mengingatkan Kaiumers. Lalu, mengirimkan Saiamuk untuk melawan Deev. Sayang, Deev ternyata lebih perkasa. Saiamuk hancur di tangan Deev.

Kabar duka ini membuat Kaiumers berkabung selama setahun. Bahkan, binatang buas dan burung-burung pun ikut menangis bersama Kaiumers hingga kesedihan menyelimuti bumi. Langit pun gelap. Serosch pun meminta Shah mengangkat kepalanya untuk menuntut balas. Kaiumers setuju dan mengirim Husheng, putra Saiamuk untuk memimpin pasukan yang terdiri dari mahluk-mahluk buas hingga Deev hitam ketakutan dan kalah. Husheng pun naik tahta.

Husheng, memimpin dengan bijak dan adil selama empat puluh tahun. Keadilan memakmurkan negeri. Kemudian, Tahumers putra Husheng pun bukan penguasa yang tidak hebat. Tahumers membuka mata manusia akan seni menulis dan mendengarkan suara mereka. Hal yang membuat Deev makin iri dan berusaha menyebarkan kejahatan pada manusia.

Tahumers memerintah selama tiga puluh tahun, hingga digantikan oleh Jamshid yang hatinya penuh dengan nasihat ayahnya. Jamshid menguasai tanah yang kejayaannya berusia 700 tahun, dengan Deevs, burung-burung, dan para peri yang patuh padanya. Dunia pun lebih bahagia, tak ada kematian, dan kesedihan. Ia juga membagi manusia dalam kelompok-kelompok; pendeta, tentara, dan suami. Ia pun membagi tahun dalam periode-periode. Dan, dengan bantuan Deev, ia membangun proyek raksasa, Persepolis yang hari ini disebut Tukht-e-Jemsheed yang berarti meaneth the throne of Jamshid. Saat selesai, manusia berkerumun dari seluruh bumi untuk berpesta, Neurouz atau New Day. Kejayaan Jamshid makin harum, dan dunia damai. 

Kemasyuran Jamshid melalaikannya akan sumber dari berkah yang ia dapatkan. Jamshid bahkan menganggap dirinya Tuhan, dan membangun image untuk disembah. Mubid yang mendengarnya menundukkan kepala, Tuhan melepaskan diri dari Jamshid, raja-raja dan tentara memberontak, dan Ahriman menguasai dunia.

Lalu, di sebuah padang pasir Arabia hiduplah seorang raja bernama Mirtas yang bijak dan adil. Mirtas memiliki putra bernama Zohak. Ahriman pun menyamar sebagai saudagar untuk menggoda Zohak untuk meninggalkan nilai kebaikan. Ia berkata pada Zohak, " If thou wilt listen to me, and enter into covenant, I will raise thy head above the sun."

Nah, godaan Ahriman ini menyelimuti hati Zohak hingga tanpa sadar membantu Ahriman untuk menjebak Mirtas. Setelah itu Zohak meletakkan mahkota Thasis di kepalanya. Ahriman juga mengajarkannya seni magic untuk memerintah rakyatnya dalam kebaikan dan keburukan. 

Zohak, yang terpedaya dengan kekuatan magic dari Ahriman, menganggap dirinya berkuasa melebihi Sang Pencipta.  Ia pun menutup telinga dari semua keluhan. Bahkan menjadikan dirinya sebagai penguasa Arabia dan Iran. Penguasa yang lalim hingga kegelapan menutupi dunia.

Namun, Ormuzd tergerak dengan kasih sayangnya pada manusia, dan mengumumkan bahwa mereka tak seharusnya menderita karena dosa Jamshid. Ia pun menjadikan cucu Jamshid lahir ke dunia, Feridoun.

Saat kelahiran Feridoun, Zohak bermimpi tentang seorang pemuda seperti cypress yang menghantamnya ke bumi dengan cow-headed mace. Sang lalim gemetar dan memanggil Mubids untuk menafsir mimpinya. Mubids gelisah mendengarnya, khawatir sang Lalim akan gusar dengan tafsir mimpinya. Mereka pun butuh waktu tiga hari untuk memberanikan diri menyatakan arti mimpi tersebut.

Demikianlah, mubids lari ketakutan dengan amarah Zohak setelah menggambarkan arti mimpinya. Menjadikan Zohak menderita. Pahit dan tak bahagia. 

Sedang ibu Feridoun ketakutan Shah akan membinasakan anaknya. Ia pun menyembunyikan Feridoun di hutan dan dirawat oleh sapi hebat, Purmaieh yang rambutnya bagai peacock keindahan. Purmaieh merawat Feridoun selama tiga tahun di hutan hingga sang ibu yang ketakutan meminta seorang petapa di Gunung Alberz.

Kekejaman Zohak menimbulkan penentangan dari seorang pandai besi, Kaweh yang memiliki tujuh belas putra. Semuanya dibunuh oleh anak buah Shah kecuali satu putra, hingga Kaweh menuntut keadilan. Shah yang takut dengan amarah Kaweh, melepaskan satu putra Kaweh. Ia juga dengan berani menentang Shah dan bergabung menuju istana Feridoun.

Setelah enam belas tahun berlalu, Feridoun turun dari Gunung Alberz. Ia mencari sang ibu untuk mengetahui asal-usulnya dan bersumpah untuk menumpas Zohak dan kroninya menjadi debu. Feridoun memohon doa sang ibu dan bergabung bersama Kaweh. 

" Mother, I go to wars, and it remaineth for thee to pray God for my safety."

Feridoun membawa gada raksasa yang polanya hingga ke bumi, dengan ujungnya adalah kepala sapi sebagai pengingat atas pengasuhnya, Purmaieh. Ia juga menggunakan standar Kaweh dari brokat indah Roum dengan permata yang menggantung. Saat siap, mereka bergerak mencari Zohak yang ada di Ind karena mencari Feridoun. Lalu, mereka pun menuju Baghdad yang ada di tepi Tigris. Mereka berhenti dan meminta penjaga membuka gerbang penyebrangan. Para penjaga menolak, kecuali merela menunjukkan stempel raja. Feridoun pun dengan berani menyebrangi Tigris diikuti pasukannya. Kuda-kuda mereka yang berani berhasil menyebrangi Tigris hingga ke tepian. Mereka pun tiba di kota yang sekarang disebut Jerusalem, dan berdiri di depan bangunan megah yang Zohak bangun. Saat Feridoun memasuki kota, orang-orang yang membenci Zohak mengelilingi Feridoun yang akhirnya membasmi Zeev dan memutuskan kejahatan yang menaungi tembok kota. Berkat izin Tuhan dan restu ibu, Feridoun menaiki singgasana dan meletakkan mahkota di kepalanya dan menyebut dirinya Shah.

Selanjutnya, Zohak yang mengetahui berita tersebut, kembali ke kota. Tapi tentara Feridoun melawannya bersama rakyatnya. Sepanjang hari bebatuan jatuh dari dinding, panah dan tombak pun menghujani bagai awan gelap hingga Feridoun berhasil menaklukkan Zohak. Tapi Serosch melarang Feridoun untuk membunuh Zohak, "Not so, strike not, for Zohak's hour is not  yet come." Seroch meminta Feridoun mengikat Zohak di sebuah batu dengan rantai. Feridoun membawa Zohak ke gunung Demawend dan meninggalkannya di sana menderita. Matahari panas yang membakar di lereng tandus, tak ada semak atau pohon yang menaunginya, serra rantai yang mengelupas di kulitnya, lidahnya pun mengering kehausan. Akhirnya, bumi pun menimbun Zohak si zalim. Sementara Feridoun bertahta.

Gaes.. FYI ini baru bagian awal cerita dari karya epic ini, masih ada kisah Zal yang dibesarkan oleh The Birth of God, kisah cinta Zal dan Rodabeh, Rostam putra Zal, The March into Mazandaren yang berkisah tentang shah lemah yang jatuh di pelukan godaan Ahriman, dan kisah-kisah lain yang sayang jika tak dibaca. Kisah-kisah kuno yang mungkin menginspirasi kisah legendaris yang datang setelahnya. Sebagaimana kisah Shakespeare yang mungkin terinspirasi oleh cerita sebelumnya. 

Okeh, kembali ke kisah Feridoun yang bakalan menjaga keberlangsungan tahta Shah. Kita akan mengetahui tentang kisah tragis yang bikin kita berpikir dan menyadari bahwa cinta itu abadi  dan berjalan beriringan bersama kesedihan, kematian, pengorbanan dan keberanian. 

Hal yang begitu menyentuh hatiku adalah bagaimana hancurnya hati Rostam saat ia mengetahui bahwa pemuda perkasa yang tak sengaja ia bunuh adalah Sohrab, putranya sendiri. 

"Bearest thou about thee a token of Rostam, that I may know that the words which thou speakest are true? For I am Rostam the unhappy, and may my name be struck from the list of men!"

Penderitaan Rostam karena dosanya membunuh putranya seolah tak tertanggungkan. Ia bahkan bersumpah untuk tak akan mengangkat pedangnya lagi. Rostam tenggelam dalam duka.

"I that am old have killed my son. I that am strong have uprooted this mighty boy. I have torn of my child, I have laid low the head of a Pehliva."

Ratapan Rostam ini adalah gambaran betapa perang bisa menutupi rasa kasih sayang. Menyisakan segala yang seolah kemenangan dan kejayaan kecuali ketenangan jiwa dan kebahagiaan. 

Membaca kisah ini juga bikin kita makin mengerti bahwa kebahagiaan dan kekayaan itu bukan dari kekuasaan dan kecantikan dunia, tapi dari ketaatan dan kepatuhan pada Tuhan dan orang tua kita. Kisah epik yang apik dibaca buat semua umur.

Bandarlampung, 8 Juni 2020

Sunday 7 June 2020

Review Buku Tales of Unease karya Sir Arthur Conan Doyle



Tales of Unease yang ditulis oleh  Sir Arthur Conan Doyle ini terdiri dari lima belas cerita yang sarat dengan petualangan berlatar tempat-tempat yang belum pernah kukunjungi. Bahkan, penulis yang menghasilkan karya Sherlock Holmes bersama Watson ini menurutku dapat menceritakan detil fisik dan suasana yang dapat menjalin cerita dengan apik. Membuatku bisa membayangkan dan seolah menyaksikan kejadian tersebut.

Mungkin, profesi Conan Doyle yang juga seorang dokter lah yang menjadikan karyanya, termasuk The Tale of Unease ini seolah nyata. Selain keahliannya menjalin kata-kata sebagai storyteller, pencerita yang ulung. Seorang yang melenakan pembaca lewat kata dan membawa mereka jauh melewati imajinasi yang tak terbayangkan. Larut dalan cerita yang membaurkan mimpi dan kenyataan dalam sebuah buku.

Tale of Unease yang dimulai dengan kisah The Ring of Thoth yang melukiskan ide cerita dalam gambaran yang tak subtle tentang karakter Vansittart Smith, pelajar Inggris yang inconsisten dengan pilihan karir dan hidupnya serta bagaimana caranya meraih keinginannya. Hingga ia bertemu dengan seorang immortal berkebangsaan Mesir, Sosra yang punya satu keinginan. Mengakhiri hidupnya agar bisa bersatu dengan kekasihnya, Atma yang telah mati beratus tahun lalu.

Membaca kisah The Ring of Thoth ini pasti akan menghadirkan perbedaan persepsi tentang arti kehidupan ini. Membuat kita berhati-hati dengan apa yang kita inginkan. Karena kadang yang kita inginkan belum tentu yang terbaik bagi kita. Bahkan terkadang, keinginan bisa bikin hidup kita menderita. Seperti Sosra yang ingin hidup kebal dari penyakit dan kematian, menyesali hidupnya dan meratapi pilihannya karena ia tak bisa bersama Atma, kekasihnya. Kematian yang awalnya tak ia inginkan, justru menjauhkannya dari yang paling ia cintai.

Cerita selanjutnya berjudul The Lord of Chateau Noir. Berkisah tentang pembunuhan anak buah Kolonel Von Gramm. Kisah yang melibatkan polisi  saksi, dan tertuduh yang diawali dengan bagaimana Von Gramm berusaha mengumpulkan bukti-bukti untuk menangkap si pembunuh. Berdasarkan kesaksian disimpulkan bahwa tersangka utama adalah seorang Count yang dianggap unstable sejak kematian anak satu-satunya. Penelusuran dari penyidikan polisi terus berlangsung. Bahkan Captain Baumgarten berhasil menggrebek kediaman Count of Chateau Noir. Sayang, Baumgarten awalnya tak berhasil menemui Chateau Noir. Hingga ia dijamu oleh Chateau butler dan tak menyadari bahwa dirinya dijebak.

Kisah berlatar perang ini menggambarkan kebencian Chateau Noir atas tentara German yang punya andil atas pembunuhan anaknya. Meski begitu, ia tak membalas kematian anaknya dengan membunuh Baumgarten. Meski tak bisa dijadikan pembenaran bahwa ia tak membunuh anak buah Van Gramm.

Sungguh, membaca kisah ini bikin aku terus menduga-duga dan penasaran. Membuatku berpikir bahwa penulis memang membiarkan pembaca untuk menyimpulkan sendiri akhir dari cerita ini. Menjadikan kita merasa addicted dengan cerita-cerita selanjutnya.

Terbayang kan gimana seseorang bisa ketagihan untuk terus membaca dan membaca cerita Conan yang mengasyikkan ini ? Bagaimana seorang Conan Doyle dengan pengetahuan akademis yang ia miliki bisa membawa latar suatu peristiwa bisa terkesan nyata. Hingga pembaca diajak untuk menyelidiki penyebab suatu, mengumpulkan bukti dan mencari jalan keluarnya. Mungkin ini yang jadi kekuatan buku-buku Conan Doyle di mata pembaca setianya..

Selain itu, kekuatan tulisan ini bisa jadi didasari oleh tempat-tempat eksotis yang pernah penulis kunjungi. Serta ketajaman intuisi penulis menuangkan ide cerita dalam buku hingga aku pun senang membaca buku yang bisa dibaca semua umur ini.

Eh, masih ada tiga belas cerita di buku ini yang belum kupahami. Sepertinya perlu kubaca ulang hehe. Tunggu besok, ya! See ya!

Anyway, thaks for dropping in^^

Bandarlampung, 7 Juni 2020

Judul buku : The Tales of Unease
Penulis        : Sir Arthur Conan Doyle
ISBN            : 81-7826-415-3
Penerbit      : Rohan Book Company
Terbit           : 2003
Printed at    : Verdhman Offset, Delhi
Tebal            : 248 halaman

Monday 18 May 2020

Review HardBook Vs e-Book: Manakah Yang Lebih Mudah Bagi Siswa?


Keep light and overtake (Ali bin Abi Thalib)

Seperti yang kita pahami, menuntut ilmu adalah kewajiban. Tentunya hal itu tak terlepas dari harapan kita agar hidup lebih mudah dan menyenangkan.

Nah, salah satu cara untuk membuat hidup lebih mudah adalah dengan menciptakan produk inovasi, teknologi buatan. Produk yang tercipta dari proses belajar yang berkelanjutan. Tentunya dengan terus memperbaiki kompetensi / kemampuan, mengevaluasi diri dalam menyelesaikan masalah.

Penyelesaian masalah yang timbul dalam kehidupan ditawarkan dalam banyak bentuk; sederhana/mudah, sedang, atau kompleks/ rumit. Proses yang disesuaikan dengan masalah yang ada, seperti: proses bikin buku/ kertas, makin rumit proses pembuatannya, makin innovative hasilnya. Begitu pun sebaliknya.

Seperti isi buku yang kompleksitas masalah yang ditulis dan dibahas akan mempengaruhi value buku tersebut. Memberikan manfaat lebih yang dapat membantu kita menyelesaikan masalah. 


Buku juga merefleksikan keadaan zaman, perubahan yang dinamis di kalangan masyarakat terutama dunia pendidikan. Hal yang dapat menstimulus percepatan perubahan manusia ke arah yang lebih baik.

Dalam perkembangannya, buku juga menjadi catatan penting yang dapat digunakan pelaku penting di kelas untuk mengembangkan diri. Pelaku pendidikan yang langsung bersentuhan dengan buku, guru dan siswa yang berproses bersama demi meraih tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Dalam proses pembelajaran sesuai standar pencapaian belajar,  seorang siswa membutuhkan bimbingan orang tua, ustad/ ustazah, guru atau trainer/ mentor. Tujuannya agar proses berjalan secara sistematis, efisien dan terukur. Proses panjang yang butuh pengorbanan waktu, tenaga, dan uang. Juga kolaborasi dari semua aspek masyarakat.

Untuk mempermudah proses training/ pembelajaran, guru dan anak/ siswa tentu saja membutuhkan sarana belajar,  buku sebagai sumber materi belajar. Buku yang berisi kurikulum pembelajaran, materi, dan teknis pembelajaran.

Buku yang dalam proses perkembangannya terus berubah sesuai perkembangan zaman. Perubahan zaman dari yang serba konvensional/ manual hingga digital yang praktis dan mudah. Perubahan yang menuntut guru dan siswa untuk terus belajar dan belajar.

Perubahan zaman yang dipengaruhi oleh berkembangnya teknologi buatan yang bertujuan mempermudah kita menjalani aktivitas sehari-hari juga mempengaruhi buku. Perubahan yang terlihat dari bentuk, isi, ataupun penggunaan buku.

Produk artificial inteligency yang mengubah human behaviour termasuk dalam proses pembelajaran yang melibatkan buki terus memaksa pelaku pendidikan untuk merubah konsep pembelajaran di kelas. Sederhananya sih, seperti mengubah penggunaan buku tebal yang berat dengan gawai ringan. Produk teknologi yang membantu proses belajar hanya dalam satu sentuhan jari saja.

Produk yang memunculkan efek signifikan bagi pengguna, terutama bagi siswa. Efek yang memaksa siswa untuk merubah cara belajar.

Pada dasarnya, siswa yang notabene adalah generasi Z ini tidak mengalami banyak kesulitan untuk mengikuti perubahan zaman. Generasi Z, terutama siswa SMK yang kuajar adalah generasi yang cerdas. Mudah beradaptasi dengan teknologi baru.

Aku sih sering memperhatikan anak-anak ini bergelut main game dengan gawainya selama  berjam-jam dengan asyik, meski di jam pelajaran. Bahkan ada yang bisa bikin applikasi game dan menghasilkan uang bulanan. 

Sayangnya, generasi Z yang kuajar ini (SMK) tidak memiliki kecenderungan membaca buku teks. Maksudku, anak-anak SMK ini lebih tertarik dengan dunia praktik. Beberapa menganggap praktik lebih menantang dibanding membaca yang hanya sekedar teori. Konsep ini tertanam mungkin karena tujuan siswa masuk SMK adalah untuk bekerja.

Apa pun opini siswa (SMK) tersebut, membaca buku itu penting untuk mempermudah proses belajar. Buku yang dapat menyimpan teknis  dan tulisan untuk dipelajari dan praktekkan. Ilmu praktis yang berguna di dunia kerja.

Sebagai guru, aku sih tidak bisa membayangkan mengajar dan belajar tanpa buku. Betapa sulitnya harus mengingat semua yang kupelajari. Apalagi dengan keterbatasanku. Artinya, akan banyak hal yang tanpa sengaja akan hilang atau terlupakan. Sedih kan membayangkan ilmu menghilang? Apalagi hanya karena tak ada catatan dalam bentuk tulisan dalam buku. Apapun bentuknya.

Aku beruntung mendapati teknologi yang akhirnya menghasilkan kertas atau yang terbaru sekarang ini, e-book. Kebayang kan repotnya bawa buku dari daun, batu atau kain yang berat, langka, mahal atau mudah rusak itu. Pastinya, banyak dari kita yang sulit untuk mengakses buku-buku model jadul itu.

Aku sebagai guru SMKS, sadar dengan keterbatasan SDM guru (di tempatku), baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. FYI, banyak guru SMK yang ngajar mapel tidak linear dengan bidang keilmuannya, misalnya: guru Fisika ngajar otomotif, guru PKN ngajar Bahasa Indonesia, guru MTK ngajar TIK. Itu pun diperparah dengan sumber ajar mapel produktif (otomotif, listrik TIK dll) yang terbatas. Plus jam mengajar yang mencapai lebih dari 30 jam. Beberapa mengajar lebih dari 40 jam! Alhasil, guru SMK kelelahan dengan tugasnya mencari bahan mengajar dan jam mengajar yang padat. Belum lagi kalo harus mengurus anak yang bolos, berantem, dan alpa. Bahkan guru pun harus mengurus tugas tambahan seperti: BKK, LSP atau kegiatan rutin ujian, perpisahan atau kegiatan lain. Untungnya sih,  guru jadi lebih banyak belajar dan dapat uang tambahan. Meski belum juga dapat memenuhi kebutuhan buku sebagai bahan ajar.

Mengingat hal tersebut, kemudahan dari ketersediaan buku sangat membantu guru dalam proses belajar. Guru nggak perlu teriak-teriak ngajar di kelas yang siswanya cowok semua untuk mengajar. Siswa dapat membuka buku dan belajar mandiri atau kelompok dengan bimbingan guru. 

Anyway, aku nggak akan bicara tentang hal yang belum kupahami. Aku hanya tahu kalau e-book itu lebih kekinian dan murah dibanding hardbook yang terbuat dari kertas. Dua jenis buku yang punya implikasi unik bagiku sebagai guru dalam menjalankan proses belajar bersama siswa di ruang kelas. Aku juga nggak akan cerita tentang masalah harian di kelas, seperti: sebagian besar siswa di kelas hanya bawa badan aka tidak bawa buku dan pen. Semuanya ditinggal di kelas dan sering hilang. Entah siapa yang ambil. So, awal belajar pasti disibukkan dengan lebih siswa yang pinjam buku, pen atau alasan lain. Well, aku nggak akan cerita itu. Aku hanya akan cerita tentang pengalamanku terkait hardbook dan e-book. Itu aja.

Nah, agar lebih afdol, aku akan ceritakan sedikit tentang sejarah kertas yang berhasil kucatat.

Sejarah kertas

Kertas yang awalnya ditemukan di abad kedua di Cina oleh Cai Lun. Saat itu Cina ada di bawah pemerintahan dinasti Han dengan Kaisar Ho-Ti sebagai penguasa. 

Kertas yang aksesnya masih terbatas di kalangan istana dan pelajar. Hanya sebagian kecil orang biasa yang bisa mengakses kertas pada zaman itu.

Proses pembuatan kertas pun masih dirahasiakan hingga para pembuat kertas tersebut tertawan dan membocorkan rahasia tersebut di tahun 751. Hingga menyebarlah kertas di seluruh dataran Eropa dan ditemukannya mesin pencetak kertas oleh Johann Gutenberg.

Lalu muncullah ide e-book oleh Brown di tahun 1930an gara-gara ia nonton sebuah moving-film. Ia ingin bisa membaca dengan cepat.

"To continue reading at today's speed, I must have a machine." (Brown, 1930)

Impian Brown terwujud 40 tahun kemudian, yaitu: di tahun 1971 dengan diluncurkannya Project Gutenberg dan didigitalkannya Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat oleh Michael S. Hart. Ini dianggap sebagai e-book pertama di dunia.

Kemudian di 1998 muncul  empat kejadian yang berkaitan dengan e-book
1. E-book pertama kali diluncurkan
2. ISBN e-book pertama kali diperoleh
3. Perpustakaan AS pertama kali meluncurkan e-book gratis melalui layanan website
4. Google didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin


Hingga di tahun 2013 penjualan e-book mengalahkan penjualan buku dengan keuntungan sekitar 3 juta dollar. Sekitar 20% dari total penjualan.

Perubahan zaman yang diikuti perkembangan artificial inteligency tak mungkin bisa dihindari. Akibatnya, mau tidak mau sistem pembelajaran pun harus mengikuti. Tujuannya agar proses belajar jadi lebih innovative dan efisien.

Implikasi dari hal ini tentunya adanya perubahan di hampir semua aspek pendidikan. Penggunaan sistem manual pun mulai dialihkan ke sistem komputerisasi digital, seperti: dapodik, e-raport, dss, Rumah Belajar, dll. Perubahan yang memaksa semua unsur terkait untuk bersinergi/ berkolaborasi untuk membantu percepatan peningkatan kualitas belajar siswa.

Penggunaan Hardbook vs E-Book 

Euforia penggunaan e-book yang mulai muncul di tahun 2007 saat peluncuran Kindle e-book reader Amazon di AS mengubah behavior belajar siswa dan guru. Menciptakan peluang belajar yang lebih luas. 

Sayangnya untuk implementasi di sekolahku sendiri,  kemudahan penggunaan e-book belum dibarengi dengan ketersediaan fasilitas gawai dan akses internet. Keterbatasan akses e-book ini jadi kendala krusial dalam proses belajar siswa dan guru (jika harus menggunakan e-book).

Meski zaman digital sekarang menuntut guru dan siswa untuk memggunakan e-book yang lebih ramah lingkungan, belum semua sekolah siap untuk memfasilitasi (terutama sekolahku).

Menurut data update sekolahku, dari sekitar 1.009 siswa hanya 30% yang punya gawai dan akses rutin internet. Sedangkan akses hardbook bisa mencapai 75%. Perbandingan mencolok mengingat masih rendahnya daya dukung sekolah. 

Bahkan beberapa siswaku (yang punya gawai) masih merasa kesulitan untuk belajar menggunakan e-book karena belum terbiasa. Mereka lebih nyaman menggunakan hardbook. 

"E-book nggak bisa dicoret-coret dan dibolak-balik. Nggak kerasa bacanya." Itu kata sebagian besar siswaku.

Aku hanya tertawa mendengarnya. Apalagi dengan sikap mereka yang lebih senang main game di gawainya daripada baca e-book. Alasannya pening. Lebih enak hardbook.

Terkadang, aku memaksa siswa untuk membaca e-book dalam proses belajar. Harapannya agar mereka terbiasa. Problem yang muncul adalah keluhan tidak punya gawai, kuota atau baterai lemot. Akhirnya, aku kembali ke hardbook.

Jadi kupikir-pikir sih, terlepas apapun bukunya, yang penting anak jadi lebih mudah belajar. Bukan jadi lebih sulit.  Bukankah teknologi itu mempermudah hidup kita? Mungkin, butuh proses dan paksaan keadaan untuk percepatan sebuah perubahan. 

Seperti pandemi yang memaksa percepatan penggunaan teknologi buku digital di ruang kelas daring. E-book yang gratis dan murah.  Solusi yang mungkin sesuai dengan konsep guru merdeka, siswa senang, dan target belajar tercapai.

Bandarlampung, 17 Mei 2020

Thursday 14 May 2020

Review Kumpulan Cerita Abu Nawas: Kisah Penuh Hikmah


Abu Nawas, pujangga berdarah Arab dan Persia yang dikenal dengan karya  bertemakan anggur, nafsu, dan kecabulan. Dia yang bernama Abu Ali Al-Hasan bin Hani  Al-Hakami (756-814 M) juga dikenal dengan syair khamar hingga sempat dijuluki Zhindiq, perusak agama. Meski begitu, karya besarnya melewati zaman, menembus alam pikir hingga hari ini.


Abu Nawas lahir di Ahvaz, Persia (Iran). Tanah kelahiran banyak pujangga seperti Ferdowsi, Nezami Ganzavi, Parvin E'tesami, Forough Farrokzad, dan masih banyak lagi. Bisa dibilang, Abu Nawas adalah salah satu pujangga besar kelahiran Persia yang cukup dikenal dengan karya-karyanya. Terlebih dengan ambivalensinya sebagai seorang penyair yang dengan berani mencemooh agama dan Tuhan lewat karyanya hingga pertobatannya dan rasa takutnya pada pedihnya siksa neraka. 


Bicara tentang Abu Nawas, mengingatkanku tentang kajian Fahruddin Faiz dalam Ngaji Filsafat yang membawas lima fase seluruh kehidupan Abu Nawas. Lima fase yang ditandai oleh ciri-ciri syair khas miliknya. Dari seorang pemabuk hingga menjalani pertobatan di akhir kehidupannya. Bisa dibilang kehidupan Abu Nawas penuh pergolakan dan ketidakpuasan. Mungkin kegelisahan itu yang menjadikan karya Abu Nawas begiitu menyentuh, manusiawi.


Pernah aku membaca bahwa seseorang yang jiwanya gelisah, dan selalu mencari akan selalu bergerak dan kreatif. Menciptakan karya yang tak lekang zaman karena mencerminkan dinamika seorang anak manusia yang terus berjuang hingga menemukan jalan kebenaran. Jalan pertobatan. Syair pertobatannya yang terkenal adalah "...ilahi lastu..." berjudul Al I'tiraf. Syair yang sempat dibawakan oleh Hadad Alwi dalam album 'Cinta Rasul' di tahun 1999. Syair indah yang hingga hari ini pun masih dikumandangkan.


Beberapa fase yang mempengaruhi syair Abu Nawas dirangkum oleh Fahrudin Faiz. Lima fase kehidupan yang mungkin saja dialami sebagian dari kita tanpa disadari. Sedang Abu Nawas yang sempat menjalani fase yang paling rendah (penuh kemaksiatan) dalam hidupnya hingga kehidupan esoteric/pertapa ala sufi, beberapa dari kita masih terus tenggelam (terbiasa) dalam kenyamanan dosa. Abu Nawas mengakhiri kehidupannya dalam pertobatan pada Tuhan sebagai hamba-Nya yang hina dan penuh dosa.

 

Lima fase yang Fahruddin rangkum adalah 

 

Pertama, syair yang berbau khamar, suka ria, mabuk, dan erotis. Kedua, syair-syair yang berisi retorika satire (sindiran) yang mendorong orang untuk mabuk. Ketiga, sindiran pada kesalehan formal, yakni mereka yang menjalankan agama sebagai bungkus. Keempat, syair seputar pentingnya menikmati hidup. Kelima, fase kesadaran akan pentingnya pertobatan.

 

Kecerdasan Abu Nawas tak disertai dengan kepuasan, hingga hidupnya  berantakan. Meski di akhir kehidupannya ia menjalankan pertobatan. Ia juga memberikan kontribusi besar dalam tradisi pertapa, pujian, elegi, censur, dan puisi kritis/hinaan. Seorang pujangga yang berani dan kreatif di zamannya.

 

Nah, aku akan kutip salah satu cerita Abu Nawas yang kusuka. Cerita yang merefleksikan kecerdikan Abu Nawas.

 

Raja ingin menguji kecerdasan Abu Nawas. Jadi, ia mengundang Abunawas ke istananya.

"Anda menginginkan saya, Yang Mulia?"

"Ya, kamu telah membodohi saya berulang kali. Dan itu berlebihan. Saya ingin kamu meninggalkan negri ini. Kalau tidak, kamu harus masuk penjara."

 Jika itu yang Tuanku inginkan," kata Abunawas dengan sedih, "Aku akan lakukan perintah Tuan."

"Ingat, mulai besok kamu tidak boleh menginjakkan kaki di atas tanah negri ini lagi," kata Raja dengan serius.

"Baik, Yang Mulia."

Abu Nawas meninggalkan istana dengan  sedih. Keesokan paginya Raja memerintahkan dua pengawalnya untuk mendatangi rumah Abu Nawas. Mereka terkejut. Abu Nawas masih ada di sana. Ia sedang berenang di kolam kecil di halaman depan.

"Hey, Abu Nawas, kenapa kamu belum meninggalkan negri ini? Raja telah memerintahkanmu untuk tidak menampakkan kakimu di tanah negeri ini. Bukankah begitu?"

"Benar. Raja telah mengatakan hal itu," jawab Abu Nawas dengan santai. "Tapi lihatlah diriku. Apakah aku menginjak tanah? Tidak. Aku berenang. Aku ada di dalam air."

Para pengawal tidak bisa membantah Abu Nawas. Jadi mereka pergi dan kembali ke istana untuk melaporkan apa yang mereka lihat. Raja penasaran dengan alasan Abu Nawas tidak meninggalkan negri. Jadi ia memanggil Abu Nawas untuk menghadapnya. Abu Nawas datang dengan menggunakan enggrang.

"Abu Nawas, aku pasti akan menghukummu karena kamu tak melaksanakan perintahku. Dan sekarang, lihatlah dirimu! Kamu berjalan menggunakan enggrang seperti anak kecil. Apakah kamu gila?" kata Raja dengan marah. 

"Aku ingat dengan jelas apa yang anda katakan, Yang Mulia," jawab Abu Nawas dengan  tenang. "Pagi ini aku mandi di kolam hingga aku tak harus berdiri di atas tanah. Dan sejak kemarin aku berjalan menggunakan enggrang. Jadi seperti yang anda lihat. Aku tidak menapakkan kaki di atas tanah."

 Raja tak bisa mengatakan apa-apa. Ia pikir Abu Nawas adalah orang yang sangat cerdik. Ia menawarkan Abu Nawas minum. Abu Nawas merasa senang dan tersenyum.

 

Terlihat jelas di cerita ini bagaimana Abu Nawas mencemooh kekuasaan Raja. Dia dengan berani mengkritik kekuasaan yang tak berpihak pada rakyat. Abu Nawas menampar keras kekuasaan Raja dengan caranya. Ia melakukan politik praktis demi menyelamatkan kepentingannya (nyawanya). Sebagaimana seorang miskin yang harus pintar-pintar berniaga agar bisa bertahan hidup.


Membaca kisah Abu Nawas yang selalu lolos dari sikap semena-mena Raja dengan rasa humor dan kecerdikan ini menurutku merupakan kritik pedas betapa orang biasa itu tak punya kekuasaan di depan penguasa tanpa pengetahuan. Cerita yang sesuai dengan fase kedua hidup Abu Nawas.


Adapun syair-syair Abu Nawas yang menggelitik dan sedikit berbau kritik karena kedekatannya dengan khamar yang jelas dilarang dalam agama (mungkin) tercermin di syair ini:

 

Jauhkan masjid untuk hamba-hamba, yang engkau diami

Menari dengan kami mengelilingi para peminum khamer, untuk minum bersama-sama

Tuhanmu tidak mengatakan 'celakalah bagi orang-orang yang mabuk'

Tetapi, Tuhan berfirman, "celakalah orang-orang yang shalat diantara kita"


Dengan syair ini Abu Nawas menyindir abid (ahli ibadah) yang menjual agamanya demi tahta atau uang. Mungkin pada saat itu pun Abu Nawas merasakan bahwa para abid  pun ada yang cenderung membela kepentingan penguasa dibalik jubah keagamaannya.


Sungguh ini pun mengingatkanku dengan cerita pendeta jahat dalam Si Cantik dari Notredame. Pendeta yang menganggap ibadahnya dapat membeli kejahatannya. 


Dengan kata lain, syair ini pun mencerminkan keadaan sosial politik pada zamannya.


Ada lagi syair yang Abu Nawas buat untuk Khalifah Harun Al Rasyid. Syair yang begitu disukai khalifah, hingga Abu Nawas dihadiahkan 4000 dirham. 

 

Kemejanya basah tertuang air

Pipinya mengembang menyimpan malu

Udara membalutnya dalam telanjang

Lebih tipis dari udara

Bau wangi mengalir seperti air

Ke dalam air yang menular dalam wadah

Setelah selesai, dia terbang penuh riang

Segera mengambil jubahnya

Dia melihat seseorang sedang mengamati dan mendekat

Bayangan itu telah menggelapkan cahaya

Fajar subuh menghilang, bersembunyi di bawah malam

Air mengalir di atas air

Maha suci bagi Tuhan, dan Dia telah membebaskannya

Sebagai yang terbaik pada wanita


Well, membaca syair ini, terasa fase yang pertama ya? Menurutku ini fase penyair Persia muda berbakat ini tenggelam dalam harta dan dunia khamer. Kata orang sih, jadi mengingatkan kita pada Ariel 'Noah'. Seniman muda bertalenta yang kaya dan dicintai. Tak heran Abu Nawas dikenal juga sebagai penyair khamer (syu'ara'al khamriyat). 

 

Kemudian fase kehidupan Abu Nawas berubah, hingga pada titik kegelisahan yang tak tertahankan. Mungkin rasa bosan akan gelimang maksiat, perempuan dan hura-hura membuatnya lebih berani dan terbuka pada ketidakbenaran di sekitarnya. Dia tak takut mengguncang tatanan yang ada, karena sudah berada di titik terbawah. Lalu, berusaha untuk bangkit. Kembali dan berserah diri pada Tuhan.


Kita sih bisa membandingkan syair khaamarnya yang berbau erotis dengan syair Al I'tiraf (Pengakuan) ini, lalu merenungkannya.

 

Ilaahi lastu lil firdausi ahlaan wa laa aqwaa naaril jahiimi

(Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim

Fa hablii taubatan waghfir zunuubii fa innaka ghaafiruddzambiil azhiimi

(Maka berilah aku taubat/ampunan dan ampunilah dosaku, sesunggunya engkau Maha Pengampun dosa yang besar)

Dzunuubii mitslu a'daadir rimaali fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali

(Dosaku bagai bilangan pasir, maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan

 

Wa umrii naaqushun fii kulii yaumi wa dzambii za-idun kaifah timaali

(Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya

 

Ilaahii 'bdukal 'aashii ataaka muqirran bidzdzunuubi wa qad da'aaka

(Wahai, Tuhanku! Hamba-Mu yang berbuat dosa telah datang kepada-Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada-Mu)

Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun wa in tathrud faman narjun siwaaka

(Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni. Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?)

 

Syair yang penuh dengan pengharapan pada pengampunan Tuhan semata. Total berserah diri pada Tuhan. Kupikir inilah fase terakhir dalam hidup Abu Nawas. Pertobatan.


Kupikir, tak ada seorang pun yang berhak menilai orang lain. Sebagaimana kita pun belum tentu lebih baik dari orang itu. Mengingatkanku akan kisah Si Separoh Mencari Tuhan dalam buku Si Kabayan bahwa ibadah yang semata-mata karena mengharapkan imbalan adalah kulit. Sedang sebaik-baik ibadah hanyalah karena mengharap ridho Allah semata. Wallahu a'lam bis-shawab. 


Bandarlampung, 14 Mei 2020

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...