Friday 28 August 2020

Review All the wrong substraction karya Khawaja Ali Zubair

Berlatar di negara Muslim bekas jajahan Inggris, Pakistan menjadikan cerita ini unik. Apalagi dengan tema cinta yang menyelimuti seluruh kisah yang ditulis dari sudut pandang orang pertama ini. Nadir Husesni. Kisah yang terkesan sedikit gloomy namun memberi gambaran bahwa hidup itu begitulah adanya


Stories end where love begins. This story starts right where love ends.


Itu kata-kata awal yang menurutku cukup dalam maknanya. Kata-kata yang bikin aku sedikit kecele. Kupikir kisah ini akan berputar di kisah cinta semata. Ternyata, aku nggak salah. Hanya saja, versi cinta yang hadir di sini, mungkin berbeda dengan yang kita bayangkan. 

Sinopsis

Kisah yang diawali dari berakhirnya cinta seorang Nadir Husseni pada gadis pujaannya. Linah Rafiki. Gadis yang justru memilih pria lain. Minavan Malik. Padahal Nadir begitu mencintainya. Bahkan menjadikannya sebagai tujuan dari karir sprinternya. Begitu ia pikir.

Perasaan Nadir yang void dengan emosi akibat patah hati tak berubah. Ia merasa hambar. Tak menikmati sambutan meriah Mr. Husseni akan kemenangannya sebagai seorang sprinter. Nadir merasa sebagai seorang pecundang karena hanya memperoleh perunggu. Apalagi penyemangatnya untuk mencapai garis finish tak lagi jadi miliknya. Ia kehilangan tujuan dan semangat hidup. Nadir merasa hidupnya sia-sia. Ia merasa kalah dan memutuskan untuk keluar dari Tirah University. Ia lari. Meninggalkan cinta dan segala kenangan pahit. Termasuk sahabatnya. Lounger.

Lalu, berkat koneksi ayahnya, Nadir bisa pindah di universitas lain dengan mudah. Ia menemukan banyak hal baru. Termasuk teman. Farah Malik. Gadis yang ternyata adalah sepupu Minavan Malik. Orang yang ia benci.

Namun, rasa benci memang tak bisa menghilangkan simpati dan kebaikan seseorang. Nadir pun bersahabat dengan Farah. Persahabatan yang menjadikan Nadir sebagai seorang yang berbeda. 

Nasib memang mengombang ambingkan perasaan dan diri manusia. Termasuk Nadir. Ia harus menelan pil pahit yang ia tahan dan telan dengan terpaksa. Ini terjadi karena anak tertua keluarga Husseni, Marium Husseni ternyata akan menikah dengan Yasir Malik. Kakak dari Minavan Malik. Musuh besar Nadir Husseni. Orang terakhir ingin Nadir lihat. Apalagi dijadikan keluarga. Tapi, nasib memang selalu berkata lain. Begitu pun nasib juga yang membawanya untuk bertemu dengan Dadhey Siddique. Pemuda kharismatik yang menarik hati Nadir. Ia tak menyangka bahwa Dadhey adalah saudara tiri dari Minavan.

Nah, pertemuan Nadir dan Dadhey inilah yang mengawali ikatan erat bermakna keduanya. Mereka berdua berkonspirasi membalas perbuatan Minavan yang telah merebut cinta Nadir. Konspirasi yang justru berakhir dengan kematian Dadhey Siddiqui dalam sebuah kecelakaan pesawat. Menyusul ayah dan ibunya.

Nadir yang hancur. Terpuruk. Ia makin membenci Minavan. Membenci dirinya karena tak bisa mengungkapkan perasaannya pada Dadhey. Membuka hati dan meminta maaf atas kekerasan hatinya. Menyesali rasa harga diri yang menahan dirinya untuk mencintai sahabat yang sangat ia hargai. Ia berpikir, kalau saja ia melakukan apa yang seharusnya, Dadhey pasti masih ada di dunia ini. Bersamanya. 

Tapi, suratan nasib memang tak bisa ditolak. Kematian Dadhey menyadarkannya akan hidup, dan menghargai kehidupan. Mencintai orang-orang yang ada di sekitar kita dengan tulus.


Diskusi

Buku yang berlatar tanah Pakistan ini memang agak terkesan gloomy, dan sarat dengan pesan moral. Menggambarkan tentang kisah kehidupan keluarga konglomerat Husseni dan Malik dengan tokoh sentral Nadir Husseni. Tokoh yang terkesan labil dan mudah  terbawa perasaan. Skeptis. Ia juga kurang percaya diri. Mungkin ini terjadi karena ia selalu dengan mudah mendapat apa yang ia mau. Ia juga mendapat pengakuan dari keluarga yang menyayanginya.

Berbeda dengan Dadhey yang selalu duduk di pojok ruangan. Selalu jadi orang luar. Bahkan di keluarga Malik. Meski ibunya menikah dengan Rahat Malik (ayah Minavan dan Yasir). Ia tak benar-benar dianggap keluarga. Ia bahkan memakai seutas kain putih di tangannya sebagai momentum pengingat baginya. Pengingat atas kehilangan besar yang ada hubungannya dengan Minavan. 

Menurutku, tokoh Dadhey yang tak peduli akan harta dan kedudukan ini lebih kuat dibanding tokoh utama. Menggambarkan paradoks manusia cerdas yang tak diterima sekitarnya karena ia istimewa. Meski ia hanya ingin diakui dan dicintai. Sayang, di detik akhir hidupnya pun. Semua orang yang berarti baginya - melepaskan tangan atas dirinya. Hal yang jadi penyesalan bagi Nadir, Rahat, dan Minavan. Hingga saat bayi Marium lahir, mereka menamainya Dadhey Malik. Sebagai pengingat.

Pengingat bahwa seorang yang berarti dalam keluarga ini akan selalu ada dan disayang. Meski tak ada yang bisa menggantikan Dadhey Siddiqui. Paling tidak bagi Nadir Husseni.

Mungkin, seperti penyesalan yang pahit di ujung lidah. Tak ada yang bisa dilakukan selain menelannya. Sebagai manusia, bagaimana pun kita harus terus move on. Penyesalan akan masa lalu tak bisa kita ubah. Kita hanya bisa memperbaiki apa yang akan kita lakukan hari ini. Harapannya, hari ini tidak jadi penyesalan di hari esok.

Nah, sebagai pengingat, aku akan kutip surat terakhir Dadhey yang ia berikan sebelum pesawatnya meledak di angkasa.

Grand words Nadir, good indeed these are. If only you knew me better. If only I had the strenght to go through it all over again. I might have had fewer sentiments to add, less forgiveness to ask for, less meaning to get across and less doubts about whether I have said all I wanted to say. (Dadheys letter to Nadir, right before his plane crashed) page 129 


Bandarlampung, 28 August 2020


Judul buku     : All the wrong substraction

Penulis            : Khawaja Ali Zubair

Tebal buku      : 177

Bentuk buku    : pdf

Tuesday 18 August 2020

It's Okey To be Schizophrenia, Tuhan Tetap Mencintaimu: Jadi Berbahagialah

 Bismillah,


Halo gaes. Apa kabar semua? Semoga teman -teman semua selalu sehat, meski di tengah kondisi yang serba terbatas dikarenakan pandemi ini. Kondisi yang mungkin bisa mengganggu kesehatan mental kita. Hal yang bisa mengganggu kualitas hidup kita.

Nah, kali ini aku akan bercerita tentang kisah keluargaku yang mungkin berhubungan dengan kesehatan mental. Tema yang kental membayangi kita, mengingat makin beratnya beban hidup hingga kesehatan mental menjadi salah satu faktor pendukung kualitas hidup yang baik. Sayangnya,  hidup ini nggak selalu rose and sunny. Hingga aku menulis judul ini, " It's Okey tobe Schizophrenia, Tuhan Tetap Mencintaimu: Jadi Berbahagialah." A glimpse of my family story who still struggling to live with Schizho. Kisah sederhana yang mungkin mewakili kisah-kisah lain yang dialami keluarga-keluarga lain dengan kasus yang sama. Tulisan yang kuharap bisa kasih gambaran bahwa being Schizophrenia nggak akan menutup harapanmu untuk meraih kebahagiaan.

Baiklah, aku akan mulai ceritaku..

Hari ini adalah hari Minggu, 16 Agustus 2020, hari ketujuh adikku mengalami episodenya yang biasanya berlangsung dalam kurun tiga sampai sepuluh hari. Tergantung kondisi ketenangannya. Ini adalah episode kedua dalam tahun ini. Episode pertama terjadi di bulan Maret, dan berlangsung kurang lebih selama seminggu. Ini terjadi karena level kecemasan dan ketidaktenangannya karena kakak iparku yang meninggal di bulan Desember. 

Eh, mungkin sebagian dari kalian belum tahu episode ini apa, ya? Ini tidak ada kaitannya dengan episode film. Ini adalah masa di mana seorang penderita schizophrenia mengalami relapse dengan symptom, seperti: wajah tanpa ekspresi, bicara tak koheren atau bicara sendiri, sulit tidur, kurang memperhatikan kebersihan diri, reklusif (menutup diri), dan mudah tersinggung.

Menurut data yang kubaca, kondisi ini bisa berangsur membaik dan berkurang intensitasnya. Tergantung kondisi psikis penderita yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Terutama lingkungan keluarga.

Penderita juga, menurutku akan bisa terus dalam kondisi stabil jika ia dapat menjaga ketenangan emosinya. Sayangnya, hidup ini tak selalu berjalan seperti harapan kita.

Begitupun yang dialami adikku. 

Pengalaman Menyesakkan Saat Adikku  Terkena Schizho

Kejadian ini dimulai di pertengahan 2009. Tepatnya kapan, aku lupa, karena catatan-catatan yang kubuat hilang. Entah di mana. Jadi kubuat ini berdasar ingatanku saja. Meski mungkin tak sedetail kejadian yang kualami. Mungkin catatan-catatan itu hilang bersama kenangan yang sebenarnya ingin kulupakan. Tapi, kenangan-kenangan ini akan coba kuingat agar dapat kuceritakan di sini. Harapku, ini bisa jadi pengingat bagiku dan kamu bahwa hidup ini berharga. 

Baiklah, aku akan ceritakan dari kenangan yang kuingat saja ya..

Siang itu adikku pulang ke rumah dibawa oleh teman-teman kuliahnya, karena ia mengalami kecelakaan. Kami sekeluarga kaget dan cemas. Untungnya, ia terlihat baik-baik saja. Hanya kondisi motor yang agak rusak, dan kami bersyukur. Sungguh, kami nggak tahu kalau itu adalah titik awal perkenalan kami dengan schizho.

Sejak itu kejadian-kejadian yang membuat kami khawatir terus terjadi. Dari ia yang sering bengong, tidak fokus, dan sulit tidur. Ia bahkan pernah tidak tidur selama tiga hari hingga kadang ngomong sendiri. Sering mengatakan hal-hal yang nggak masuk akal. Tubuhnya juga terlihat lemah. Ia juga nggak peduli dengan kebersihan diri. Kami sungguh cemas. Sangat cemas.

Pengetahuan kami yang terbatas tentang gejala-gejala schizo menjadikan kami bingung dan takut. Seperti berjalan dalam gelap di atas jembatan rapuh dengan jurang curam di bawah kami. Apalagi melihat kondisi adikku yang makin mengkhawatirkan, aku kadang sering menangis tanpa sadar. Ia makin sulit diajak berkomunikasi, dan gampang marah. Ia bahkan pernah memukul kaca cermin hingga tangannya luka. Jantung kami rasanya mau copot melihatnya.

Bagaimana nggak? Adikku ini kami kenal sebagai anak yang kalem, rajin dan pintar. Nggak pernah macam-macam. Ia sering dapat beasiswa belajar. Saat kuliah S1 ia juga mendapatkan beasiswa hingga mamak nggak pusing dengan biaya kuliahnya. Sejak kuliah ia juga sudah mulai mengajar privat, dan memberikan uang hasilnya pada mamak. Anak yang manis, kan? Hingga perubahan-perubahan yang terjadi padanya bikin kami selalu khawatir dan terus berupaya demi kesembuhan adikku. 

Awal pengobatan adikku

Sebagaimana orang awam yang nggak paham dengan penyakit ini, kami pun berkonsultasi dengan banyak orang. Seorang teman mamak menganjurkan kami berobat ke orang pintar. Mbah Gemur di Pringsewu. Jadilah kami bolak-balik pergi ke Pringsewu untuk mengobati adikku dengan mengendarai motor.

Cobaan di tahun-tahun itu rasanya amat berat. Datang bertubi-tubi. Kondisi keuangan keluarga kami juga lagi nggak begitu baik. Ditambah adikku yang lain juga sakit. TBC selaput perut. Jadilah, kami mondar-mandir untuk mengobati dua adikku ini. Tapi, Allah itu baik. Meski sulit, ada aja yang mau menolong untuk meminjami kami uang. Kadang saat pulang dari rumah sakit, ada aja yang nganter sepiring sayur atau camilan. Kami selalu bersyukur pada Tuhan atas kebaikan-Nya.

Okeh, kembali ke adikku yang musti berobat ke mbah Gemur berulang kali. Tapi kami lihat kondisinya tak kunjung membaik. Padahal ritual sudah dilakukan. Dari mandi kembang, minum air dan ritual lain. Mamak juga mengajak adikku ini pergi ke orang pintar lain di Bandarlampung. Jujur aja, hati ini rasanya merasa ada yang salah dengan cara pengobatan ini. Tapi, kami berserah diri pada Allah. Berharap kebaikan Allah semata. Sayang, kondisi adik belum juga seperti yang kami harap. Jadi kami diskusi untuk mencari pengobatan lain. Lalu, berangkatlah kami ke Jawa. Berdasarkan saran keluarga, kami mengunjungi beberapa orang pintar di sana. Hingga sampai pada ucapan dari orang pintar tersebut bahwa adikku akan sembuh di Lampung.

Selanjutnya, kami pun pulang ke Lampung. Kami terus ikhtiar berobat kesana-kemari. Termasuk ke mbah Gemur dan dokter syaraf yang direkomendasikan teman-teman mamak. Well, setiap datang berobat mamak harus menyiapkan uang sebagai 'tanda'. Bukan pembayaran sih. Apa namanya aku lupa. Tapi, menurutku ya sama aja. Beda nama aja. Sayangnya, kami belum melihat perubahan berarti pada adikku. Malah makin memburuk. 

Nah, saat-saat menyedihkan ini berlangsung beberapa lama. Kami juga membawa adik ke psikiater dan dokter saraf di RS Bumi Waras. Aku lupa durasinya, hingga seorang teman yang jadi dokter di Rumah Sakit Jiwa di Pesawaran menganjurkan kami untuk memeriksakan adik ke sana. Kami pun membawa adik ke RSJ Pesawaran. Kemudian Adik diperiksa dokter dan divonis menderita Schizophrenia paranoid. Penyakit yang mungkin dianggap orang sebagai 'gila' karena penderita sering  terlihat ngomong sendiri.

Saat mendengar vonis dokter itu kami merasa lega, karena dokter bilang bahwa penyakit ini ada obatnya. Sebagaimana penyakit lain. Meski begitu, kami tidak menceritakan detail penyakit adik pada keluarga besar. Hanya sebagian keluarga inti yang tahu - demi menghindari pandangan buruk bagi adik dan keluarga kami.

Tapi kami tetap mencintaiku adik, dan yakin Tuhan tetap mencintai kami bagaimanapun kondisi kami. Rasa syukur kami tak berkurang dengan keadaan ini. Kami bahagia bahwa penyakit adik telah ditemukan obatnya.

Mamak yang kuat dan tabah juga terus mengingatkan adik dan kami semua tentang kasih sayang Allah, baik dalam diam dan doanya. Mamak terus membisikkan kata-kata dan doa - doa yang menyejukkan hati. 

Mamak pernah ngomong padaku begini, "Kita harus bersyukur pada Allah karena penyakit ini ada obatnya. Nggak usah peduli dengan pandangan orang lain. Kita harus tetap semangat." Lalu, aku pun mengulangi ucapannya jika mamak terlihat sedih. Kata-kata ini menguatkan kami saat melihat kondisi adik yang bikin hatiku tak karuan.

Alhamdulillah, perlahan kondisi adikku membaik. Ia pun bisa menyelesaikan kuliahnya ditengah masa pengobatannya. Tentu saja ditengah pengawasan ketat kami sekeluarga. Kami nggak pernah membiarkan ia sendiri. Ke mana pun ditemani. Bahkan ke kamar kecil. Jika terpaksa harus ditinggal sendiri di rumah, kami dengan sedih menguncinya di kamar. Bahkan saat ia wisuda S1, adikku yang lain terpaksa mewakilinya. Untungnya, mereka satu kampus dan wajah mirip. Jadi, semua bisa berjalan lancar. 

Selanjutnya, sampai hari ini secara rutin kami menemaninya berobat jalan ke Rumah Sakit Jiwa. Sebulan sekali. Ia juga bisa beraktivitas mengajar di Bekasi layaknya orang biasa. Hingga kejadian bulan Maret kemarin yang mengakibatkan ia harus resign dari pekerjaannya. Entahlah, kami sih terserah ia saja. Katanya ia nggak mau ngajar di sana lagi karena malu. Meski aku terus mendorongnya untuk terus bekerja supaya ia punya kegiatan dan lebih percaya diri. Kami juga mendorongnya untuk menyelesaikan tesisnya yang hampir selesai. Jadilah, ia menyelesaikan tesisnya sambil ngomong sendiri. Aku hanya bisa ngurut dada dan prihatin. Aku nggak tahu gimana perasaan suami adikku. Kami berdoa semoga ia selalu sabar dengan cobaan ini.

Aku selalu berkata pada adikku, "It's okey to be Schizophrenia, Tuhan tetap mencintaimu. Berbahagialah." Bukankah cinta Tuhan tak terbatas? Nggak ada yang bisa mencegah cinta Tuhan untuk kita. Atas izin Allah,  kita bisa melakukan self healing dengan cara yang terbaik. Mengingat Allah. Bersyukur atas semua karunia dan nikmatnya


Diskusi


Bicara tentang F20 atau yang biasa dikenal dengan sebutan Schizophrenia paranoid yang diderita adikku sejak tahun 2009an mungkin lekat dengan berbagai stigma yang ada di masyarakat. Hal yang bikin aku prihatin.  Apalagi, sekarang ini kulihat di Rumah Sakit Jiwa makin banyak saja pasiennya. 

Meski pengetahuanku mengenai Schizophrenia hanya berdasar pengalaman emosional saja, aku yakin bahwa penderita Schizo pun bisa sembuh. Tak tergantung pada obat.

Aku juga ingin meluruskan stigma negatif terkait penderita Schizophrenia yang dianggap sebagai pengganggu. Penderita Schizophrenia, menurutku, sama seperti penderita penyakit lain, Butuh perhatian ekstra dan kasih sayang serta penerimaan dari orang-orang sekitarnya. Insha Allah, dengan terpenuhinya kebutuhan penderita F20 sesuai dosisnya, baik obat medis dan dukungan sekitar, penderita bisa hidup dengan kualitas yang baik.


Bandarlampung, 18 Agustus 2020




Wednesday 12 August 2020

Mengenal Sejarah Sebagai Bukti Cinta Tanah Air

Bangsa besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Begitulah slogan yang kuingat dari pemimpin besar Indonesia, Soekarno. Seorang presiden yang juga mempopulerkan ungkapan jas merah. Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah.

Term yang bikin aku teringat betapa mengenal sejarah itu sangat penting agar kita lebih menghargai jasa para pahlawan. Jasa pahlawan yang hasilnya kita nikmati hari ini. Nikmat kemerdekaan yang membebaskan bangsa kita dari belenggu penjajahan.

Arti Sejarah bagi Generasi Muda

Dalam konsep teori, sejarah adalah serangkaian kisah/peristiwa yang terjadi di masa lalu. Peristiwa yang tak bisa kita ubah, tapi bisa dipelajari dan diambil hikmahnya. Hal yang dapat menjadikan generasi muda lebih bijak dan arif menghadapi tantangan masa lalu dan masa depan.

Kearifan yang mungkin harus dikuatkan kembali oleh generasi milenia yang lebih cenderung fokus pada masa kini dan masa depan. Menganggap sejarah itu baiknya ditinggalkan. Seakan meninggalkan sejarah adalah jawaban dari permasalahan bangsa. 

Aku teringat dengan kisah As-Sajjad, keturunan Nabi yang harus mengalami penderitaan besar karena kehilangan keluarganya akibat keserakahan manusia yang terjajah oleh hawa nafsu. Kesedihan yang dirasakan oleh As-Sajjad ini berlangsung lebih dari dua puluh tahun. Rasa yang muncul sebagai bukti cinta tanah air.

Kenapa kubilang begitu? 

Dalam buku "Shahifah Sajjadiyyah"  karya Ali Zainal Abidin yang diterjemahkan oleh Jalaludin Rahmat, dikatakan bahwa tindakan kekerasan pada siapa pun tidak dibenarkan. As-Sajjad diajarkan oleh kakeknya, Ali bin Abi Thalib untuk belajar tabah dalam menegakkan keadilan, serta membersihkan hati dari dendam kesumat dan kebencian. 

"Jauhilah olehmu berbuat zalim kepada yang tidak punya penolong kecuali Allah."

Ucapan yang terekam dalam sejarah inilah yang kupikir dapat memotivasi generasi muda untuk melepaskan diri dari perbuatan tercela. Apa pun bentuknya. Apalagi jika perbuatan itu dapat merusak esensi dari mengisi kemerdekaan bangsa. Kemerdekaan yang diperoleh dari tumpahan darah para pejuang tanah air.

Pembalasan atas perbuatan kejam yang terjadi padanya tak dilakukan oleh As-Sajjad tidak dilakukannya karena rasa cinta pada umat. Tanah air. Sebab, jika saja As-Sajjad menuntut balas atas perlakuan kaum yang jahat tersebut maka akan tumpahlah darah umat yang  tak berdosa, dan hancurlah tatanan yang sudah ada. As-Sajjad melakukan pengorbanan terbesar sepanjang sejarah. Bentuk cintanya pada tanah air. Sebagaimana kisah kepahlawanan Pangeran Diponegoro yang rela melepaskan kemewahan dan ikut berjuang demi tanah air. Berkorban dan bersabar dalam penderitaan agar bangsa terbebas dari kungkungan penjajah. Begitu pun Soekarno yang rela mengorbankan diri demi cinta pada tanah air.

Jiwa kepahlawanan yang mendarah daging dalam tubuh Pangetan Diponegoro tak luntur, meski tubuhnya lemah karena sakit. Semangat membara yang ada pada Panglima Diponegoro kiranya wajib diteladani oleh generasi milenia. Generasi masa depan yang di dada mereka tertanam harapan para pahlawan. 

Sederhananya sih, sebagai generasi milenia kita diharapkan dapat mengenal sejarah sebagai bukti cinta tanah air. Caranya dengan membaca buku-buku sejarah dan mengambil hikmah di baliknya. Lalu, berpartisipasi untuk ikut bela negara di bidang kita masing-masing

Nah, untuk itulah bagiku yang awam tentang sejarah ini bahwa moment 17 Agustus yang dirayakan sebagai hari Kemerdekaan Indonesia adalah moment yang tepat untuk memupuk  jiwa pahlawan. Jiwa tulus yang dasarnya telah ada dalam tiap diri kita. 

Beberapa prilaku sederhana bela negara demi memupuk rasa cinta tanah air
  1. Bagi seorang pelajar adalah dengan belajar dan menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh serta mematuhi peraturan sekolah yang berlaku.
  2. Bagi seorang guru/ibu/bapak/orang tua adalah dengan melakukan tugas dan peran masing-masing sesuai ketentuan yang berlaku dengan penuh kesadaran serta berperan aktif dalam program pemerintah demi kemajuan dan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara.
  3. Bagi anggota masyarakat adalah dengan melakukan tugas dan kewajiban sebagai warga negara, serta berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam usaha menegakkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Contoh prilaku bela negara yang dapat dilakukan adalah
  1. Bagi seorang pelajar adalah patuh pada guru, orang tua, dan pembimbing di sekolah dan di rumah, seperti: belajar tekun, mengikuti upacara, tidak membuang sampah sembarangan, aktif di kegiatan bermanfaat bagi pengembangan bakat dan lain-lain.
  2. Bagi seorang guru/bapak/ibu/orang tua adalah membimbing anak/siswa dengan cinta kasih, mendorong  anak didik agar dapat mengembangkan potensi dirinya dengan baik, memberi contoh dan jadi model terbaik bagi anak didik dan lain-lain.
  3. Bagi anggota masyarakat adalah dengan ikut pemilu, pilkada, atau kegiatan yang mendorong terjadinya perubahan di masyarakat, ikut aktif menggerakkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi dan lain - lain.
Bisa dikatakan bahwa semua aktivitas positif yang kita lakukan dalam mengisi kemerdekaan ini adalah bukti rasa cinta pada tanah air. Refleksi dari apresiasi kita akan sejarah. Bagaimana kita menghargai bahwa perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan begitu berat. Jadi, kita harus mengisinya dengan kegiatan produktif yang dapat memberi nilai manfaat pada sekitar kita.

Bandarlampung, 12 Agustus 2020

Review Buku Paul Bunyan dan Babe, the Blue Ox

 



Sebelum radio, TV, dan internet menjadi King of entertainment, orang-orang masih mengandalkan storytelling sebagai media hiburan yang menyenangkan. Salah satu cerita yang cukup dikenal adalah Paul Bunyan. Dongeng 'tinggi' yang terbesar sepanjang sejarah, hingga 200 patung Paul Bunyan dapat dijumpai di sepanjang jalan di Amerika  Serikat. Menakjubkan, ya!

Kisah Paul Bunyan ini dikenal sebagai kisah bayi yang sangat besar hingga  tinggi tubuhnya bisa melebihi pucuk pohon dan lebar bahunya bisa melebihi rumah.

Legenda Paul Bunyan yang mulai beredar di hutan utara ini telah ada sejak seribu tahun. Legenda ini bahkan setinggi Bunyan, hingga terkenal di penjuru dunia. 

Cerita Paul Bunyan dimulai dengan kehadiran bayi yang sangat besar. Butuh 6 ekor bangau untuk membawa bayi Bunyan ke rumah orang tuanya di Maine. 

Saat bayi Bunyan tiba, sang ibu menangis bahagia. Ia begitu cinta dengan bayi cantiknya yang besar dan kuat ini. Tapi, saat ibu Bunyan ingin menggendong tubuh bayi Bunyan, ia terperosok ke dalam tanah hingga sepinggang. Itu terjadi karena bobot bayi Bunyan yang luar biasa.

Bayi Bunyan selalu lapar. Ia juga membiarkan semua orang mengetahui perasaan laparnya. Tangisannya yang keras itu memekakkan telinga. Suaranya bahkan dapat memecahkan kaca mata seseorang yang jaraknya sejauh 5 mil. 

Saat burung bangau membawa bayi Bunyan, ia mengenakan popok dari karung kentang. Dalam sebulan tubuh bayi Bunyan telah melebihi ayahnya. Bayi Bunyan mengenakan baju yang dijahit ibu dari selimut, dan celana dari bahan tenda.

Pertumbuhan Bunyan yang pesat menjadikan rumah Bunyan terlalu kecil bagi Bunyan. Lalu, ayah Bunyan membangun tempat tidur khusus buat Bunyan di ruang barn yang sangat besar. 

Selanjutnya, Bunyan kecil terjaga saat tidur dan bermain ke laut. Kecipak tangan Bunyan menyebabkan ombak laut yang tak biasa. Bunyan kecil yang menepi ke pantai pun menyebabkan air laut meluap. Perkampungan pun kebanjiran dan penduduk marah. Mereka meminta keluarga Bunyan untuk membesarkan Bunyan di tempat lain saja.

Keluarga Bunyan pun berusaha menjual rumah dan mencari lokasi baru untuk tinggal. Bunyan yang mengetahui kebingungan orang tuanya berkata, "Bagaimana jika rumah ini kita pindahkan? Daripada membangun rumah baru." Melihat keraguan ayahnya, Bunyan tersenyum dan mengangkat rumah mereka di lokasi dekat danau yang jauh dari pemukiman warga.

Meskipun kondisi Bunyan yang berbeda dari anak kebanyakan, keluarga Bunyan begitu mencintainya. Ia tumbuh jadi anak yang besar dan kuat. Melebihi orang dewasa.

Bunyan kecil yang selalu penasaran dengan lingkungannya itu tertarik dengan bunyi dentuman yang berasal dari danau yang membeku. Ia melihat warna kebiruan dari danau, dan berusaha mencari tahu tentang hal itu. Ia menggali dan menggali. Hingga bertemulah ia dengan kerbau besar yang berwarna biru. Mereka pun bersahabat. Bunyan menamainya Babe, the blue ox. Di sinilah kisah persahabatan dan petualangan Bunyan dan Babe dimulai.

Saat usia Bunyan 17 tahun, ia dan Babe melakukan perjalanan untuk memulai hidup mandiri. Bunyan bersama Babe membuka usaha penebangan kayu di hutan. Ia merekrut penebang kayu dengan kualitas- kualitas tertentu, seperti: bertubuh besar dan kuat. Mereka bekerja keras setiap hari, dan mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar. Hal yang mengakibatkan koki harus masak besar sepanjang hari. Ini juga yang menumbuhkan resep enak ala penebang kayu. 

Kelebihan buku

Buku bergsmbar setebal 32 halaman ini cocok dibaca untuk segala umur. Illustrasi gambarnya pun eye-catching hingga bikin aku senang membacanya. Selain pesan moral yang dalam yaitu bahwa cinta orang tua pada anak itu tak berbatas. Tak peduli seperti apa pun keadaan anaknya.

Kita juga jadi menyadari bahwa kerja keras itu dapat meningkatkan potensi sukses kita. Tak ada yang tidak mungkin. Sebagaimana usaha itu tak akan pernah bohong.

Bandarlampung, 12 Agustus 2020

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...