Friday 28 February 2020

10 Alasan Membaca “The Truman Era”


You cannot depend on prayer to sell washing machines
or on miracles to meet a payroll (page 187)

Jujur saja, aku tidak banyak tahu tentang Amerika. Begitu pun tentang Harry S. Truman, Presiden Amerika ke 33 (1945-1949) yang terkenal dengan keputusan kontroversialnya terkait bom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima. Keputusan yang akhirnya menurunkan pamor politiknya di kemudian hari.

Aku pun jadi tertarik membaca buku yang ditulis oleh I.F. Stone, seorang jurnalis politik yang juga menulis tentang Korea War. Buku yang juga berhubungan dengan karir politik Truman.Buku yang kupikir bisa memberi perspektif baru tentang cara berpikir orang Amerika di saat itu.

Oya, aku membaca buku ini untuk memenuhi tantangan RCO 7 level 2 mengenai biography orang berpengaruh di dunia, sekaligus menulis 10 alasan kenapa aku baca buku ini.

1.  Buku ini ditulis oleh I. F. Stone seorang penulis kawakan yang tulisannya tajam dan jelas. I.F Stone juga seorang Amerika yang mencintai negeranya, sama dengan Truman, tokoh yang ia tulis.

2.  Buku ini menjelaskan dengan sederhana dan gamblang tentang seorang Truman yang sederhana. Seorang anak petani yang ingin menjadi tentara tapi terhalang oleh penglihatannya yang buruk. Ia harus memakai kaca mata yang tebal. Meski demikian ia tak pernah menyerah.

3.  Truman digambarkan sebagai pengambil keputusan yang berani terkait dengan berbagai isu yang sensitive, seperti: pemboman Nagasaki dan Hiroshima yang menghentikan PD1, keputusan untuk memihak Korea Selatan yang berlangsung sampai hari ini, dan beberapa keputusan lain termasuk keberpihakannya terhadap Rusia melawan Hitler.

4.  Buku ini juga menjelaskan tentang kesederhanaannya dalam memandang hidup ini. Ia pernah menjadi seorang salesman, rancher, farmer, hingga menjadi senator dan vice president of Roosevelt.

5.  Sebagai seorang presiden, ia juga mengingatkanku pada presiden Indonesia yang juga memerintah selama dua periode. Jokowi, yang juga berpenampilan sederhana dan low profile.

6.  You cannot depend on prayer to sell washing machines or on miracles to meet a payroll (page 187)  adalah kutipan dari buku ini yang menggambarkan cara berpikir orang Amerika umumnya. Keyakinan akan kerja keras dan usaha yang dapat membebaskan kita dari kesulitan hidup. Apalagi pada tahun-tahun masa pemerintahan Truman, Amerika baru saja mengalami masa Great Depression (1929-1939). Menjelaskan bagaimana kita harus bangkit dari kemalasan.

7.  Truman juga cukup konsisten dengan pilihan politik untuk menentang komunis, pilihan yang sulit mengingat Uni Soviet merupakan sekutu terkuat Amerika saat itu.

8.  Truman adalah seorang liberal yang taat mengikuti shermon dan sangat dekat dengan ibunya. Ia bercerita saat ia pulang dari Prancis, ibunya bertambah berat badannya.

9.  Truman membenci perang. Salah satu alasan ia menandatangani pemboman Nagasaki dan Hisoshima adalah untuk menghentikan perang. Sebagai mantan tentara, ia juga sangat mengerti tentang akibat perang bagi keluarga-keluarga Amerika.

10.  Akhirnya, setelah membaca buku ini, aku makin menyadari, baik Amerika, Indonesia atau siapa pun kita adalah manusia yang mencintai kehidupan damai dan tenang. Sejahtera. Seperti percakapan di akhir tulisan buku ini.

Dr. Einstein     : “Granted, but can’t you intervene just this once to save your  creation?”
Mr. X              : “I cannot. It is no longer mine. I provided the spark, but that was only  the beginning. Man beyond that is his own creation. History is the record of his painful struggle to mold himself….”



Monday 24 February 2020

Review Novel Si Cantik dari Notre Dame karya Victor Hugo



Judul Buku              : Si Cantik dari Notre Dame
Penulis                    : Victor Hugo
ISBN                       : 978-979-024-208-1
Penerbit                  : PT. Serambi Ilmu Semesta
Harga                      :  -
Tebal Buku              :  570 hlm
Penerjemah            :  Sunaryono Basuki K.S
Penyunting             :   Anton Kurnia
Pemeriksa Aksara  :  Eldani
Pewajah isi             :   Siti Qomariyah
Cetakan                  :  Juli 2010

Saat melihat judulnya, aku berpikir tentang kisah cinta seperti Beauty and The Beast. Nyatanya, aku sungguh keliru!  Novel yang berjudul asli The Hunchback from Notre Dame ini mengisahkan dalamnya kegelapan hati manusia dapat mempengaruhi  caranya memperlakukan orang lain.

Beberapa tokoh menggambarkan moral manusia yang begitu bobroknya, hingga membuat kudukku meremang. 

Tokoh-tokoh Menggetarkan Hati Dalam "Si Cantikdari Notre Dame"

1. Quasimodo

Quasimodo yang bertampang rusak dengan wujud yang tak terbayang dalam imajinasi terburuk sekalipun.

Mata satu, wajah mengerikan, bungkuk, dan kaki melengkung. Hingga saat bayi pun ia tak dikira bayi manusia! 

Ia dibuang, dihina, dikucilkan, dan dianggap tak lebih buruk dari hewan. Bahkan oleh orang yang merawatnya sendiri. Frollo, wakil uskup yang membesarkannya sendiri dengan tangannya. Menganggap Quasimodo sebagai semacam investasi atas nama adiknya yang nakal.

Quasimodo yang besar di lingkungan tembok Katedral Notre Dame memiliki tugas besar utama sebagai pemukul lonceng. Tugas yang amat ia cintai.

Tugas ini pun yang makin menjauhkannya dengan dunia. Ia jadi tuli karena bunyi lonceng yang menghantam gendang telinganya bertahun-tahun. 

Selanjutnya, ia pun memilih jadi bisu karena enggan menghiraukan ejekan orang-orang terhadapnya. Ia fokus pada yang ia sanggup ia lihat. 

Quasimodo, menurutku perwujudan manusia penghamba tuannya tanpa syarat. Ia patuh pada hampir semua keinginan ayah angkatnya, Frollo.

Quasimodo, hanya mengenal dua bentuk cinta dalam hidupnya. Lonceng Katedral Notre Dame dan Frollo. Bagai ibu. Bagai Tuhan. Dicinta dan ditakuti.

2. Claude Frollo

Frollo yang cerdas dan haus akan ilmu pengetahuan. Di matanya tak ada yang lebih penting dibanding ilmu pengetahuan.

Kecintaannya yang berlebihan pada ilmu pengetahuan membuat pribadi Frollo jadi aneh dan suram. Ia menganggap hubungan manusia itu tidak penting. Ia juga hanya menghabiskan bertahun-tahun hidupnya dalam buku dan penelitiannya. 

Sedangkan pengabdiannya sebagai wakil uskup hanyalah penggugguran tanggung jawab. Ia mengambil banyak keuntungan dari jabatannya, baik bagi kecintaannya yang aneh pada pengetahuan atau untuk menutupi dosa Jehan Frollo, adiknya.

"Sama saja, otak adalah sesuatu yang baik dan kakakku wakil uskup sangat beruntung karena bijaksana dan punya uang." (Hal. 356)

3. Esmeralda

Gadis gipsi yang cantik ini menggambarkan cinta yang bebas. Sayang, kecantikan wajahnya tak seperti nasibnya. Meski memiliki kambing sebagai sahabat, ia tak bisa memilih sahabat dan kekasih yang tulus. Semua yang dekat padanya selalu memiliki dua alasan, yaitu kecantikan dan tubuhnya.

Esmeralda pun terjebak di tengah kemelut perebutan empat pria dalam hidupnya, yaitu: Quasimodo yang tulus mencintainya meski ia berbentuk monster, Frollo yang seorang wakil uskup tapi haus akan kekuasaan, Gringoire seorang penyair miskin yang ia nikahi untuk menyelamatkan hidup pria itu dan Phoebus, seorang perwira licik yang berwajah tampan.

4. Gringoire

Penyair miskin yatim piatu yang begitu mencintai seni sebagai penyabung hidupnya. Ia hidup dari hari ke hari mengandalkan dirinya dan belas kasihan orang lain. Sangking miskinnya, kaki lima pun barang mewah baginya untuk tidur.

Bahkan kematian pun tak begitu mengkhawatirkannya sebagaimana kemiskinan dan Quasimodo. 

"Apa sebenarnya kematian itu?" Gringoire melanjutkan dengan rasa bangga. "Suatu saat yang tidak menyenangkan, gerbang menuju bukan apa-apa.."

Sinopsis

Awal cerita dimulai dengan pertunjukan drama Kaum Dungu yang gagal. Digantikan oleh arakan Paus Kaum Dungu yang dianggap lebih menghibur.

Mungkin kamu mengira Paus Kaum Dungu adalah sebutan biasa. Tapi pertunjukan ini tak lebih dari olok-olokan tak beradab. Pencarian akan bentuk tanpa bentuk sebagai sumber olok-olokan, hinaan, dan kekaguman atas rasa jijik. 

Pada pencarian itu terpilihlah Quasimodo. Ia dianggap yang terburuk dari yang paling buruk. Quasimodo diarak, dan dielu-elukan keliling kota Paris. Didandani bak raja kaum gila "Paus Kaum Dungu". Dihina, ditakuti dan dikagumi. Orang-orang melihat sambil menutup mata dengan jijik.

Quasimodo yang seumur hidup belum pernah mendapat perhatian penuh, merasa tersanjung. Ia merasa berbeda.

Ia melihat dunia dengan cara yang berbeda melebihi tembok-tembok Katedral Notre Dame yang ia panjat selama bertahun-tahun. 

Ia pun melihat dunia ini dari mata Esmeralda, lalu mengaggumi dan mengejarnya. Berharap dapat bersamanya. 

Aku sih, melihat sosok Quasimodo dalam bingkai masyarakat sebagai orang yang terbuang dari masyarakat. Dibuang oleh orang tuanya karena wujudnya yang aneh, diangkat oleh seorang wakil uskup yang mengurusnya sebagai penebusan dosa adiknya, dan memperlakukan Quasimodo tak lebih dari budak.

Pengalihan rasa cinta Quasimodo dari lonceng Katedral Gereja dan Frollo pada wujud Esmeralda yang cantik adalah wajar. Bukankah cinta itu merindu pada keindahan, dan bukannya dingin lonceng, tembok, dan sifat manusia yang digambarkan oleh sifat Frollo?

Sedang yang indah pun selalu condong pada yang indah pula. Sebagaimana Esmeralda menganggap dirinya mencintai Phoebus yang tampan.

Sayangnya, kita sering tertipu oleh penampilan fisik seseorang. Wajah yang indah terkadang hanya menutupi borok dari sifat yang sudah mengakar. Mata yang terlihat jernih pun lebih suka melihat penderitaan orang lain. Bahkan bisa menjatuhi hukuman mati sambil makan dan minum!

Anyway, kisah ini bikin kita jadi berpikir kritis tentang diri kita. Berusaha melakukan perbaikan sikap. Sungguh, moral yang baik itu bukan hadir dari genggaman jabatan, tapi dari niat tulus dan hati yang baik.

Thursday 20 February 2020

Review Novel "Forever After" karya Catherine Anderson


Cinta merupakan tema abadi dalam kehidupan manusia. Begitu pun kisah  Meredith Kenyon, seorang wanita cantik dengan yang lari dari masa lalunya dan Heath Masters, seorang penegak hukum yang kesepian.

 Masing-masing punya masa lalu yang membayangi langkah mereka. Membebani hati untuk meraih kebahagiaan.

Meredith yang lari dari Dan, mantan suaminya yang seorang perundung dalam kehidupan sesaat pernikahan mereka.

Heath Masters, yang menganggap Ian Masters, ayahnya sebagai seorang perundung di kehidupannya.

Kedua orang ini bertemu dan saling mengobati luka di hati mereka. Dibantu oleh Goliath, anjing Rottweiler milik Heath. Goliath yang begitu suka dengan anak-anak. Termasuk Sami, putri Meredith.

Kedekatan Sami dan Goliath lambat laun mengobati trauma mereka terhadap anjing dan masa lalu yang membayangi. Mengobati luka. Ditambah kebaikan dan kesabaran Heath menghadapi Sami, mengetuk hati Meredith yang lama tertutup.

Tapi, masa lalu Meredith akhirnya menghantui kedekatan mereka. Heath Masters akhirnya mengetahui kejahatan yang dilakukan Meredith, dan menahan Meredith dengan tangannya sendiri. 

Bagaimana kelanjutannya? Siapa Meredith sebenarnya? Apa yang akan Heath lakukan untuk menolong kekasihnya?
*****

Sebenarnya kisah ini sama seperti kisah kitsch lain. Kisah popular yang mudah dipahami dan menghibur. Jalan ceritanya juga bisa kita tebak.


Yang kusuka dari buku ini adalah buku ini santai dan serius. Memberi pandangan berbeda tentang cara orang Amerika memandang hidup. 


Satu hal yang pasti, kebahagiaan adalah hal universal yang diimpikan semua orang. Nah, mungkin itu salah satu alasan buku-buku kitsch ini disukai. Happy ending.

Saturday 8 February 2020

Review San Pek Eng Tay: Romantika Emansipasi Seorang Perempuan


Isu emansipasi perempuan bukanlah barang baru. Kita akan temui isu ini menyeruak ke permukaan melebihi buih, lebih dari berabad silam. Isu yang tetap panas, meski telah lama meninggalkan 'oven'. Pertanyaannya sekarang, apakah isu ini masih relevan dengan zaman yang sudah memasuki era Society 5.0. Zaman yang sudah mengintegrasikan dunia digital dengan dunia nyata.

Aku teringat dengan tulisan yang sedang kubaca "San Pek Eng Tay karya OKT, Oey Kim Tiang yang seorang peranakan Cina generasi ke-2. Buku yang ia tulis sebagai bentuk perhatiannya terhadap tragedi pemutarbalikan citra dari kisah 'San Pek Eng Tay' yang telah mengakar di masyarakat. Citra kisah yang sebatas romantika ala Romeo and Juliet yang sebenarnya merupakan tema sekunder dibanding tema emansipasi perempuan yang jadi tema primer di buku ini. Kisah perjuangan seorang perempuan mendobrak pandangan minoritas di masyarakat.

Kisah dimulai saat Eng Tay muda yang berusia 17 tahun berusaha memenuhi cita-citanya untuk belajar ilmu budaya. Eng Tay yang cantik dan pintar ini memang berbeda dengan gadis lain. Selain pintar, ia pun memiliki keterampilan seorang gadis pada zamannya. Hingga papa dan mamanya begitu mencintai putri semata wayangnya ini. Semua cinta tercurah pada Eng Tay. Cinta sang papa, Ciok Kong Wan yang dalam ini juga yang menyebabkan Eng Tay sulit untuk mengejar cita-citanya untuk melanjutkan pelajarannya di Hong-ciu. Kong Wan menganggap seorang perempuan tidak perlu menempuh pendidikan seperti laki-laki..

"Kenapa kau bicara seakan-akan bermimpi di siang hari? Kau tahu, Nabi Khong mempunyai murid tiga ribu orang lebih, adakah muridnya wanita? Pek Ciu pasti tidak akan menyimpang dari nabi kita itu dengan menerima murid perempuan? Oh, anakku, andaikan pun papamu mengizinkan, di sana kau pasti akan membentur tembok penghalang, kau akan pulang sia-sia saja! Maka dari itu, Nak, kuanggap kata-katamu itu sebagai igauan!" (hal 8)

Pandangan Kong Wan ini merupakan pandangan yang lumrah di zaman itu. Wanita pada zaman itu hanya menempuh pendidikan di rumah saja, itu pun jika ia terlahir dari keluarga terpandang seperti keluarga Ciok Kong Wan. Sebagian besar wanita di zaman itu tidak memiliki kesempatan menuntut ilmu. Sehingga sempat tercetus ucapan Eng Tay bahwa ia terlalu cepat lahir. Ia merasa lahir di zaman yang belum siap menerima pemikirannya. Meski begitu, Ciok Eng Tay tetap berusaha berjuang meraih keinginannya. Eng Tay berjuang keras dengan menyamar sebagai laki-laki di Hong-cu, dan bergaul dengan Nio San Pek. Bahkan ia juga pernah sekamar dengan San Pek. Seorang pelajar baik hati yang jadi teman belajar Eng Tay.

Kebersamaan Eng Tay dan San Pek menumbuhkan rasa sayang, hingga Eng Tay memutuskan untuk memilih San Pek sebagai suaminya. Keputusan yang menunjukkan kekuatan hatinya sebagai wanita. Hal yang juga tak lazim di zamannya mengingat keputusan perkawinan pun ada di tangan orang tua. Bukan anak perempuan.

Keinginan Eng Tay untuk menentukan nasibnya sendiri dengan menuntut ilmu di Hong-cu dan memilih sendiri calon suaminya adalah usaha Eng Tay memperjuangkan emansipasi wanita. Ia tak gentar melawan hegemony kekuasaan pria untuk menentukan nasib sendiri. Pandangan yang banyak dipengaruhi oleh Konfusius. Eng Tay yakin bahwa wanita pun memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Eng Tay yang mempelajari hal tersebut, berpikir kritis dan berusaha mendobrak pemahaman itu.

Kisah San Pek Eng Tay ini mengingatkanku dengan kisah Siti Nurbaya. Kisah yang menggambarkan tentang kaum wanita yang diperlakukan sebagai kaum yang seolah tanpa keinginan. Kisah yang juga berakhir tragis.

Membaca kisah ini, menggugah semangatku untuk terus belajar dan belajar. Aku pun merasa bersyukur terlahir di zaman di mana wanita bisa belajar dan mengembangkan diri dengan kesempatan yang sama dengan kaum pria. Kesempatan yang belum diperoleh oleh Eng Tay dan wanita lain di belahan dunia lain karena keterbatasan fasilitas dan sarana pendukung.

Anyway, buku ini bagus buat dibaca dan menarik. Apalagi bagi kamu yang suka baca kisah romantis. Meski kisah ini tragis, kita dapat mengambil hikmah tentang persahabatan, kasih sayang, keberanian, kejujuran dan keteguhan hati. Aku sih, terharu saat San Pek jatuh sakit karena kesedihan yang dalam memikirkan Eng Tay yang ia cintai. Hingga memesan dua nisan bagi dirinya dan Eng Tay! San Pek berusaha memenuhi janjinya pada kekasihnya, Eng Tay agar bisa tetap bersama. Di mana pun.

Penasaran dengan kisah yang sudah melegenda dan ditulis ulang oleh OKT meski ia sudah berusia 85 tahun? Yuk, baca buku ini. Dijamin kamu bagai melayang ke negeri jauh ini, Cina. Negeri yang terkenal dengan kekayaan budaya dan tradisinya.

Bandarlampung, 8 Februari 2020

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...