Monday 18 May 2020

Pride and Prejudice's Vs Great Expectation's Reviews

Novel merupakan karya sastra yang mencerminkan kehidupan masyarakat di mana penulis hidup. Meski tak terlepas dari kreativitas atau imajinasinya yang mungkin melewati zaman. 

Karya sastra adalah buah ekspresi yang mungkin membebaskan manusia dari keterikatannya dengan semesta luas yang terbatas ini. Sebuah karya yang bisa melebihi batas kehidupan itu sendiri. Abadi.

Bahkan novel seperti Pride and Prejudice yang diciptakan oleh seorang wanita, Jane Austen yang karya-karyanya berisi tentang romantika ala renaisanse yang berbeda dengan novel  San Pek Eng Tay. 

Lalu, novel Great Expectation yang bercerita tentang pahitnya kehidupan dengan pengharapan yang besar. Kepahitan hidup yang jadi realitas yang harus dihadapi.

Sementara Pride and Prejudice berakhir bahagia, Great Expectation berakhir dalam penerimaan akan realita kehidupan. Bahwa hidup tak selalu berakhir sesuai harapan.

Aku masih ingat saat baca Pride and Prejudice waktu zaman kuliah dulu. Sekitar tahun 2000. Kebetulan aku bantu temen ambil novel ini sebagai bahan skripsinya. Zaman itu aku lagi hobi banget baca buku romance dari novel NH Dini, Rudyard Kipling, dan Jane Austen. 

Aku baca Emma, Sense and Sensibility, dan Pride and Prejudice. Dari semua karya Jane Austen, aku paling suka Pride and Prejudice. Sayangnya, filnya nggak segreget novelnya.

Kalau kubandingin karakter-karakter dari Pride and Prejudice yang menonjolkan tokoh heroine, Great Expectation menampilkan tokoh hero (Pip). Mungkin itu karena penulis Pride and Prejudice adalah seorang wanita, dan Great Expectation ditulis oleh seorang pria, Charles Dicken.

Latar belakang keluarga heroine ( Elizabeth Bennet) dalam Pride and Prejudice adalah keluarga bangsawan menengah yang punya title, meski tak punya uang aka miskin. Sementara Pip dalam Great Expectation berasal dari keluarga miskin. Seorang orphan yang tak punya uang dan title.

Perjuangan keluaga Elizabeth Bennet mengangkat derajat keluarganya adalah dengan menikah dengan suami kaya. Marriage in convinience. Sedangkan Pip berjuang keras dan bekerja di London untuk merubah nasibnya. Impian keduanya hampir sama. Bahagia.

Sayangnya, akhir cerita memang tak sesuai harapan kita. Begitu juga dalam Great Expectation. Sekeras apa pun usahanya, mimpinya tetap mengalir bagai pasir di jemari tangannya.

Bisa kukatakan dengan sederhana bahwa membaca Pride and Prejudice akan bikin kamu tersenyum. Berkhayal jadi heroine, Elizabeth Bennet atau sang hero yang kaya, muda dan tampan, Darcy. Alam pikirmu akan tenang.

Sedangkan akhir cerita Pip akan bikin kita mengerutkan dahi dan berpikir. Tentang hidup, persahabatan, atau tentang cinta yang tak bisa kita miliki.

Bandarlampung, 18 Mei 2020


Review HardBook Vs e-Book: Manakah Yang Lebih Mudah Bagi Siswa?


Keep light and overtake (Ali bin Abi Thalib)

Seperti yang kita pahami, menuntut ilmu adalah kewajiban. Tentunya hal itu tak terlepas dari harapan kita agar hidup lebih mudah dan menyenangkan.

Nah, salah satu cara untuk membuat hidup lebih mudah adalah dengan menciptakan produk inovasi, teknologi buatan. Produk yang tercipta dari proses belajar yang berkelanjutan. Tentunya dengan terus memperbaiki kompetensi / kemampuan, mengevaluasi diri dalam menyelesaikan masalah.

Penyelesaian masalah yang timbul dalam kehidupan ditawarkan dalam banyak bentuk; sederhana/mudah, sedang, atau kompleks/ rumit. Proses yang disesuaikan dengan masalah yang ada, seperti: proses bikin buku/ kertas, makin rumit proses pembuatannya, makin innovative hasilnya. Begitu pun sebaliknya.

Seperti isi buku yang kompleksitas masalah yang ditulis dan dibahas akan mempengaruhi value buku tersebut. Memberikan manfaat lebih yang dapat membantu kita menyelesaikan masalah. 


Buku juga merefleksikan keadaan zaman, perubahan yang dinamis di kalangan masyarakat terutama dunia pendidikan. Hal yang dapat menstimulus percepatan perubahan manusia ke arah yang lebih baik.

Dalam perkembangannya, buku juga menjadi catatan penting yang dapat digunakan pelaku penting di kelas untuk mengembangkan diri. Pelaku pendidikan yang langsung bersentuhan dengan buku, guru dan siswa yang berproses bersama demi meraih tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Dalam proses pembelajaran sesuai standar pencapaian belajar,  seorang siswa membutuhkan bimbingan orang tua, ustad/ ustazah, guru atau trainer/ mentor. Tujuannya agar proses berjalan secara sistematis, efisien dan terukur. Proses panjang yang butuh pengorbanan waktu, tenaga, dan uang. Juga kolaborasi dari semua aspek masyarakat.

Untuk mempermudah proses training/ pembelajaran, guru dan anak/ siswa tentu saja membutuhkan sarana belajar,  buku sebagai sumber materi belajar. Buku yang berisi kurikulum pembelajaran, materi, dan teknis pembelajaran.

Buku yang dalam proses perkembangannya terus berubah sesuai perkembangan zaman. Perubahan zaman dari yang serba konvensional/ manual hingga digital yang praktis dan mudah. Perubahan yang menuntut guru dan siswa untuk terus belajar dan belajar.

Perubahan zaman yang dipengaruhi oleh berkembangnya teknologi buatan yang bertujuan mempermudah kita menjalani aktivitas sehari-hari juga mempengaruhi buku. Perubahan yang terlihat dari bentuk, isi, ataupun penggunaan buku.

Produk artificial inteligency yang mengubah human behaviour termasuk dalam proses pembelajaran yang melibatkan buki terus memaksa pelaku pendidikan untuk merubah konsep pembelajaran di kelas. Sederhananya sih, seperti mengubah penggunaan buku tebal yang berat dengan gawai ringan. Produk teknologi yang membantu proses belajar hanya dalam satu sentuhan jari saja.

Produk yang memunculkan efek signifikan bagi pengguna, terutama bagi siswa. Efek yang memaksa siswa untuk merubah cara belajar.

Pada dasarnya, siswa yang notabene adalah generasi Z ini tidak mengalami banyak kesulitan untuk mengikuti perubahan zaman. Generasi Z, terutama siswa SMK yang kuajar adalah generasi yang cerdas. Mudah beradaptasi dengan teknologi baru.

Aku sih sering memperhatikan anak-anak ini bergelut main game dengan gawainya selama  berjam-jam dengan asyik, meski di jam pelajaran. Bahkan ada yang bisa bikin applikasi game dan menghasilkan uang bulanan. 

Sayangnya, generasi Z yang kuajar ini (SMK) tidak memiliki kecenderungan membaca buku teks. Maksudku, anak-anak SMK ini lebih tertarik dengan dunia praktik. Beberapa menganggap praktik lebih menantang dibanding membaca yang hanya sekedar teori. Konsep ini tertanam mungkin karena tujuan siswa masuk SMK adalah untuk bekerja.

Apa pun opini siswa (SMK) tersebut, membaca buku itu penting untuk mempermudah proses belajar. Buku yang dapat menyimpan teknis  dan tulisan untuk dipelajari dan praktekkan. Ilmu praktis yang berguna di dunia kerja.

Sebagai guru, aku sih tidak bisa membayangkan mengajar dan belajar tanpa buku. Betapa sulitnya harus mengingat semua yang kupelajari. Apalagi dengan keterbatasanku. Artinya, akan banyak hal yang tanpa sengaja akan hilang atau terlupakan. Sedih kan membayangkan ilmu menghilang? Apalagi hanya karena tak ada catatan dalam bentuk tulisan dalam buku. Apapun bentuknya.

Aku beruntung mendapati teknologi yang akhirnya menghasilkan kertas atau yang terbaru sekarang ini, e-book. Kebayang kan repotnya bawa buku dari daun, batu atau kain yang berat, langka, mahal atau mudah rusak itu. Pastinya, banyak dari kita yang sulit untuk mengakses buku-buku model jadul itu.

Aku sebagai guru SMKS, sadar dengan keterbatasan SDM guru (di tempatku), baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. FYI, banyak guru SMK yang ngajar mapel tidak linear dengan bidang keilmuannya, misalnya: guru Fisika ngajar otomotif, guru PKN ngajar Bahasa Indonesia, guru MTK ngajar TIK. Itu pun diperparah dengan sumber ajar mapel produktif (otomotif, listrik TIK dll) yang terbatas. Plus jam mengajar yang mencapai lebih dari 30 jam. Beberapa mengajar lebih dari 40 jam! Alhasil, guru SMK kelelahan dengan tugasnya mencari bahan mengajar dan jam mengajar yang padat. Belum lagi kalo harus mengurus anak yang bolos, berantem, dan alpa. Bahkan guru pun harus mengurus tugas tambahan seperti: BKK, LSP atau kegiatan rutin ujian, perpisahan atau kegiatan lain. Untungnya sih,  guru jadi lebih banyak belajar dan dapat uang tambahan. Meski belum juga dapat memenuhi kebutuhan buku sebagai bahan ajar.

Mengingat hal tersebut, kemudahan dari ketersediaan buku sangat membantu guru dalam proses belajar. Guru nggak perlu teriak-teriak ngajar di kelas yang siswanya cowok semua untuk mengajar. Siswa dapat membuka buku dan belajar mandiri atau kelompok dengan bimbingan guru. 

Anyway, aku nggak akan bicara tentang hal yang belum kupahami. Aku hanya tahu kalau e-book itu lebih kekinian dan murah dibanding hardbook yang terbuat dari kertas. Dua jenis buku yang punya implikasi unik bagiku sebagai guru dalam menjalankan proses belajar bersama siswa di ruang kelas. Aku juga nggak akan cerita tentang masalah harian di kelas, seperti: sebagian besar siswa di kelas hanya bawa badan aka tidak bawa buku dan pen. Semuanya ditinggal di kelas dan sering hilang. Entah siapa yang ambil. So, awal belajar pasti disibukkan dengan lebih siswa yang pinjam buku, pen atau alasan lain. Well, aku nggak akan cerita itu. Aku hanya akan cerita tentang pengalamanku terkait hardbook dan e-book. Itu aja.

Nah, agar lebih afdol, aku akan ceritakan sedikit tentang sejarah kertas yang berhasil kucatat.

Sejarah kertas

Kertas yang awalnya ditemukan di abad kedua di Cina oleh Cai Lun. Saat itu Cina ada di bawah pemerintahan dinasti Han dengan Kaisar Ho-Ti sebagai penguasa. 

Kertas yang aksesnya masih terbatas di kalangan istana dan pelajar. Hanya sebagian kecil orang biasa yang bisa mengakses kertas pada zaman itu.

Proses pembuatan kertas pun masih dirahasiakan hingga para pembuat kertas tersebut tertawan dan membocorkan rahasia tersebut di tahun 751. Hingga menyebarlah kertas di seluruh dataran Eropa dan ditemukannya mesin pencetak kertas oleh Johann Gutenberg.

Lalu muncullah ide e-book oleh Brown di tahun 1930an gara-gara ia nonton sebuah moving-film. Ia ingin bisa membaca dengan cepat.

"To continue reading at today's speed, I must have a machine." (Brown, 1930)

Impian Brown terwujud 40 tahun kemudian, yaitu: di tahun 1971 dengan diluncurkannya Project Gutenberg dan didigitalkannya Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat oleh Michael S. Hart. Ini dianggap sebagai e-book pertama di dunia.

Kemudian di 1998 muncul  empat kejadian yang berkaitan dengan e-book
1. E-book pertama kali diluncurkan
2. ISBN e-book pertama kali diperoleh
3. Perpustakaan AS pertama kali meluncurkan e-book gratis melalui layanan website
4. Google didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin


Hingga di tahun 2013 penjualan e-book mengalahkan penjualan buku dengan keuntungan sekitar 3 juta dollar. Sekitar 20% dari total penjualan.

Perubahan zaman yang diikuti perkembangan artificial inteligency tak mungkin bisa dihindari. Akibatnya, mau tidak mau sistem pembelajaran pun harus mengikuti. Tujuannya agar proses belajar jadi lebih innovative dan efisien.

Implikasi dari hal ini tentunya adanya perubahan di hampir semua aspek pendidikan. Penggunaan sistem manual pun mulai dialihkan ke sistem komputerisasi digital, seperti: dapodik, e-raport, dss, Rumah Belajar, dll. Perubahan yang memaksa semua unsur terkait untuk bersinergi/ berkolaborasi untuk membantu percepatan peningkatan kualitas belajar siswa.

Penggunaan Hardbook vs E-Book 

Euforia penggunaan e-book yang mulai muncul di tahun 2007 saat peluncuran Kindle e-book reader Amazon di AS mengubah behavior belajar siswa dan guru. Menciptakan peluang belajar yang lebih luas. 

Sayangnya untuk implementasi di sekolahku sendiri,  kemudahan penggunaan e-book belum dibarengi dengan ketersediaan fasilitas gawai dan akses internet. Keterbatasan akses e-book ini jadi kendala krusial dalam proses belajar siswa dan guru (jika harus menggunakan e-book).

Meski zaman digital sekarang menuntut guru dan siswa untuk memggunakan e-book yang lebih ramah lingkungan, belum semua sekolah siap untuk memfasilitasi (terutama sekolahku).

Menurut data update sekolahku, dari sekitar 1.009 siswa hanya 30% yang punya gawai dan akses rutin internet. Sedangkan akses hardbook bisa mencapai 75%. Perbandingan mencolok mengingat masih rendahnya daya dukung sekolah. 

Bahkan beberapa siswaku (yang punya gawai) masih merasa kesulitan untuk belajar menggunakan e-book karena belum terbiasa. Mereka lebih nyaman menggunakan hardbook. 

"E-book nggak bisa dicoret-coret dan dibolak-balik. Nggak kerasa bacanya." Itu kata sebagian besar siswaku.

Aku hanya tertawa mendengarnya. Apalagi dengan sikap mereka yang lebih senang main game di gawainya daripada baca e-book. Alasannya pening. Lebih enak hardbook.

Terkadang, aku memaksa siswa untuk membaca e-book dalam proses belajar. Harapannya agar mereka terbiasa. Problem yang muncul adalah keluhan tidak punya gawai, kuota atau baterai lemot. Akhirnya, aku kembali ke hardbook.

Jadi kupikir-pikir sih, terlepas apapun bukunya, yang penting anak jadi lebih mudah belajar. Bukan jadi lebih sulit.  Bukankah teknologi itu mempermudah hidup kita? Mungkin, butuh proses dan paksaan keadaan untuk percepatan sebuah perubahan. 

Seperti pandemi yang memaksa percepatan penggunaan teknologi buku digital di ruang kelas daring. E-book yang gratis dan murah.  Solusi yang mungkin sesuai dengan konsep guru merdeka, siswa senang, dan target belajar tercapai.

Bandarlampung, 17 Mei 2020

Thursday 14 May 2020

Review Kumpulan Cerita Abu Nawas: Kisah Penuh Hikmah


Abu Nawas, pujangga berdarah Arab dan Persia yang dikenal dengan karya  bertemakan anggur, nafsu, dan kecabulan. Dia yang bernama Abu Ali Al-Hasan bin Hani  Al-Hakami (756-814 M) juga dikenal dengan syair khamar hingga sempat dijuluki Zhindiq, perusak agama. Meski begitu, karya besarnya melewati zaman, menembus alam pikir hingga hari ini.


Abu Nawas lahir di Ahvaz, Persia (Iran). Tanah kelahiran banyak pujangga seperti Ferdowsi, Nezami Ganzavi, Parvin E'tesami, Forough Farrokzad, dan masih banyak lagi. Bisa dibilang, Abu Nawas adalah salah satu pujangga besar kelahiran Persia yang cukup dikenal dengan karya-karyanya. Terlebih dengan ambivalensinya sebagai seorang penyair yang dengan berani mencemooh agama dan Tuhan lewat karyanya hingga pertobatannya dan rasa takutnya pada pedihnya siksa neraka. 


Bicara tentang Abu Nawas, mengingatkanku tentang kajian Fahruddin Faiz dalam Ngaji Filsafat yang membawas lima fase seluruh kehidupan Abu Nawas. Lima fase yang ditandai oleh ciri-ciri syair khas miliknya. Dari seorang pemabuk hingga menjalani pertobatan di akhir kehidupannya. Bisa dibilang kehidupan Abu Nawas penuh pergolakan dan ketidakpuasan. Mungkin kegelisahan itu yang menjadikan karya Abu Nawas begiitu menyentuh, manusiawi.


Pernah aku membaca bahwa seseorang yang jiwanya gelisah, dan selalu mencari akan selalu bergerak dan kreatif. Menciptakan karya yang tak lekang zaman karena mencerminkan dinamika seorang anak manusia yang terus berjuang hingga menemukan jalan kebenaran. Jalan pertobatan. Syair pertobatannya yang terkenal adalah "...ilahi lastu..." berjudul Al I'tiraf. Syair yang sempat dibawakan oleh Hadad Alwi dalam album 'Cinta Rasul' di tahun 1999. Syair indah yang hingga hari ini pun masih dikumandangkan.


Beberapa fase yang mempengaruhi syair Abu Nawas dirangkum oleh Fahrudin Faiz. Lima fase kehidupan yang mungkin saja dialami sebagian dari kita tanpa disadari. Sedang Abu Nawas yang sempat menjalani fase yang paling rendah (penuh kemaksiatan) dalam hidupnya hingga kehidupan esoteric/pertapa ala sufi, beberapa dari kita masih terus tenggelam (terbiasa) dalam kenyamanan dosa. Abu Nawas mengakhiri kehidupannya dalam pertobatan pada Tuhan sebagai hamba-Nya yang hina dan penuh dosa.

 

Lima fase yang Fahruddin rangkum adalah 

 

Pertama, syair yang berbau khamar, suka ria, mabuk, dan erotis. Kedua, syair-syair yang berisi retorika satire (sindiran) yang mendorong orang untuk mabuk. Ketiga, sindiran pada kesalehan formal, yakni mereka yang menjalankan agama sebagai bungkus. Keempat, syair seputar pentingnya menikmati hidup. Kelima, fase kesadaran akan pentingnya pertobatan.

 

Kecerdasan Abu Nawas tak disertai dengan kepuasan, hingga hidupnya  berantakan. Meski di akhir kehidupannya ia menjalankan pertobatan. Ia juga memberikan kontribusi besar dalam tradisi pertapa, pujian, elegi, censur, dan puisi kritis/hinaan. Seorang pujangga yang berani dan kreatif di zamannya.

 

Nah, aku akan kutip salah satu cerita Abu Nawas yang kusuka. Cerita yang merefleksikan kecerdikan Abu Nawas.

 

Raja ingin menguji kecerdasan Abu Nawas. Jadi, ia mengundang Abunawas ke istananya.

"Anda menginginkan saya, Yang Mulia?"

"Ya, kamu telah membodohi saya berulang kali. Dan itu berlebihan. Saya ingin kamu meninggalkan negri ini. Kalau tidak, kamu harus masuk penjara."

 Jika itu yang Tuanku inginkan," kata Abunawas dengan sedih, "Aku akan lakukan perintah Tuan."

"Ingat, mulai besok kamu tidak boleh menginjakkan kaki di atas tanah negri ini lagi," kata Raja dengan serius.

"Baik, Yang Mulia."

Abu Nawas meninggalkan istana dengan  sedih. Keesokan paginya Raja memerintahkan dua pengawalnya untuk mendatangi rumah Abu Nawas. Mereka terkejut. Abu Nawas masih ada di sana. Ia sedang berenang di kolam kecil di halaman depan.

"Hey, Abu Nawas, kenapa kamu belum meninggalkan negri ini? Raja telah memerintahkanmu untuk tidak menampakkan kakimu di tanah negeri ini. Bukankah begitu?"

"Benar. Raja telah mengatakan hal itu," jawab Abu Nawas dengan santai. "Tapi lihatlah diriku. Apakah aku menginjak tanah? Tidak. Aku berenang. Aku ada di dalam air."

Para pengawal tidak bisa membantah Abu Nawas. Jadi mereka pergi dan kembali ke istana untuk melaporkan apa yang mereka lihat. Raja penasaran dengan alasan Abu Nawas tidak meninggalkan negri. Jadi ia memanggil Abu Nawas untuk menghadapnya. Abu Nawas datang dengan menggunakan enggrang.

"Abu Nawas, aku pasti akan menghukummu karena kamu tak melaksanakan perintahku. Dan sekarang, lihatlah dirimu! Kamu berjalan menggunakan enggrang seperti anak kecil. Apakah kamu gila?" kata Raja dengan marah. 

"Aku ingat dengan jelas apa yang anda katakan, Yang Mulia," jawab Abu Nawas dengan  tenang. "Pagi ini aku mandi di kolam hingga aku tak harus berdiri di atas tanah. Dan sejak kemarin aku berjalan menggunakan enggrang. Jadi seperti yang anda lihat. Aku tidak menapakkan kaki di atas tanah."

 Raja tak bisa mengatakan apa-apa. Ia pikir Abu Nawas adalah orang yang sangat cerdik. Ia menawarkan Abu Nawas minum. Abu Nawas merasa senang dan tersenyum.

 

Terlihat jelas di cerita ini bagaimana Abu Nawas mencemooh kekuasaan Raja. Dia dengan berani mengkritik kekuasaan yang tak berpihak pada rakyat. Abu Nawas menampar keras kekuasaan Raja dengan caranya. Ia melakukan politik praktis demi menyelamatkan kepentingannya (nyawanya). Sebagaimana seorang miskin yang harus pintar-pintar berniaga agar bisa bertahan hidup.


Membaca kisah Abu Nawas yang selalu lolos dari sikap semena-mena Raja dengan rasa humor dan kecerdikan ini menurutku merupakan kritik pedas betapa orang biasa itu tak punya kekuasaan di depan penguasa tanpa pengetahuan. Cerita yang sesuai dengan fase kedua hidup Abu Nawas.


Adapun syair-syair Abu Nawas yang menggelitik dan sedikit berbau kritik karena kedekatannya dengan khamar yang jelas dilarang dalam agama (mungkin) tercermin di syair ini:

 

Jauhkan masjid untuk hamba-hamba, yang engkau diami

Menari dengan kami mengelilingi para peminum khamer, untuk minum bersama-sama

Tuhanmu tidak mengatakan 'celakalah bagi orang-orang yang mabuk'

Tetapi, Tuhan berfirman, "celakalah orang-orang yang shalat diantara kita"


Dengan syair ini Abu Nawas menyindir abid (ahli ibadah) yang menjual agamanya demi tahta atau uang. Mungkin pada saat itu pun Abu Nawas merasakan bahwa para abid  pun ada yang cenderung membela kepentingan penguasa dibalik jubah keagamaannya.


Sungguh ini pun mengingatkanku dengan cerita pendeta jahat dalam Si Cantik dari Notredame. Pendeta yang menganggap ibadahnya dapat membeli kejahatannya. 


Dengan kata lain, syair ini pun mencerminkan keadaan sosial politik pada zamannya.


Ada lagi syair yang Abu Nawas buat untuk Khalifah Harun Al Rasyid. Syair yang begitu disukai khalifah, hingga Abu Nawas dihadiahkan 4000 dirham. 

 

Kemejanya basah tertuang air

Pipinya mengembang menyimpan malu

Udara membalutnya dalam telanjang

Lebih tipis dari udara

Bau wangi mengalir seperti air

Ke dalam air yang menular dalam wadah

Setelah selesai, dia terbang penuh riang

Segera mengambil jubahnya

Dia melihat seseorang sedang mengamati dan mendekat

Bayangan itu telah menggelapkan cahaya

Fajar subuh menghilang, bersembunyi di bawah malam

Air mengalir di atas air

Maha suci bagi Tuhan, dan Dia telah membebaskannya

Sebagai yang terbaik pada wanita


Well, membaca syair ini, terasa fase yang pertama ya? Menurutku ini fase penyair Persia muda berbakat ini tenggelam dalam harta dan dunia khamer. Kata orang sih, jadi mengingatkan kita pada Ariel 'Noah'. Seniman muda bertalenta yang kaya dan dicintai. Tak heran Abu Nawas dikenal juga sebagai penyair khamer (syu'ara'al khamriyat). 

 

Kemudian fase kehidupan Abu Nawas berubah, hingga pada titik kegelisahan yang tak tertahankan. Mungkin rasa bosan akan gelimang maksiat, perempuan dan hura-hura membuatnya lebih berani dan terbuka pada ketidakbenaran di sekitarnya. Dia tak takut mengguncang tatanan yang ada, karena sudah berada di titik terbawah. Lalu, berusaha untuk bangkit. Kembali dan berserah diri pada Tuhan.


Kita sih bisa membandingkan syair khaamarnya yang berbau erotis dengan syair Al I'tiraf (Pengakuan) ini, lalu merenungkannya.

 

Ilaahi lastu lil firdausi ahlaan wa laa aqwaa naaril jahiimi

(Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim

Fa hablii taubatan waghfir zunuubii fa innaka ghaafiruddzambiil azhiimi

(Maka berilah aku taubat/ampunan dan ampunilah dosaku, sesunggunya engkau Maha Pengampun dosa yang besar)

Dzunuubii mitslu a'daadir rimaali fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali

(Dosaku bagai bilangan pasir, maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan

 

Wa umrii naaqushun fii kulii yaumi wa dzambii za-idun kaifah timaali

(Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya

 

Ilaahii 'bdukal 'aashii ataaka muqirran bidzdzunuubi wa qad da'aaka

(Wahai, Tuhanku! Hamba-Mu yang berbuat dosa telah datang kepada-Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada-Mu)

Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun wa in tathrud faman narjun siwaaka

(Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni. Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?)

 

Syair yang penuh dengan pengharapan pada pengampunan Tuhan semata. Total berserah diri pada Tuhan. Kupikir inilah fase terakhir dalam hidup Abu Nawas. Pertobatan.


Kupikir, tak ada seorang pun yang berhak menilai orang lain. Sebagaimana kita pun belum tentu lebih baik dari orang itu. Mengingatkanku akan kisah Si Separoh Mencari Tuhan dalam buku Si Kabayan bahwa ibadah yang semata-mata karena mengharapkan imbalan adalah kulit. Sedang sebaik-baik ibadah hanyalah karena mengharap ridho Allah semata. Wallahu a'lam bis-shawab. 


Bandarlampung, 14 Mei 2020

Tuesday 12 May 2020

Resensi Si Kabayan: Dongeng Sunda Hits Tahun 90an


Judul buku                      : Si Kabayan
Dikisahkan kembali     : Ajib Rosidi
Penerbit                         : Jakarta, Gunung Agung
Tahun terbit                 : 1985
Harga                             : -
Pencetak                         : PT. Saksama, Jakarta
Tebal Buku                 : 167 halaman

Mengenal kembali kesusasteraan rakyat daerah yang bernilai merupakan hal yang menyenangkan. Sayangnya, cerita-cerita rakyat seperi dongeng Si Kabayan masih kalah gaungnya dibanding drakor atau serial marvel yang sangat digandrungi generasi Z ini.  

Aku yang lahir di tahun 90an ini mungkin termasuk generasi Y yang terbilang beruntung. Kenapa tidak? Ada banyak alasannya. Salah satunya adalah kesempatanku merasakan sentuhan magis dari dongeng-dongeng jadul sekelas Si Kabayan yang merasuk ke dalam hati. Termasuk mendengar dan membaca dongeng ini di bangku sekolah atau sekedar obrolan sesama teman.  

Dongeng  yang bikin aku mengerti tentang  moralitas dan aspek lain dari kehidupan ini. Tentu saja ini tak terlepas dari semangat kebersamaan yang tumbuh berkat membaca dongeng. Ya, gimana nggak? Satu buki dibaca rame-rame. 

Ah, aku geli sendiri mengingat masa lalu. Sebagaimana aku pun masih tersenyum sendiri saat membaca buku jadul ini. Si Kabayan. Buku yang diberikan teman adik kepada adikku di sekitar tahun 90an dan kini buku ini ada di tanganku. So, buku ini sudah berusia lebih dari 25 tahun!

Meski sudah tua dan menguning, buku ini masih bisa dibaca. Lembarannya pun masih utuh.  Aku pun masih bisa merasakan sensasi membaca buku lama ini. Alhamdulillah.

So, aku pun ingin membagi rasa ini agar hikmah dongeng rakyat ini dapat terurai dalam kehidupan kita. Setidaknya, kisah Si Kabayan yang mengingatkanku dengan Abu Nawas ini bisa menghibur di saat sulit. Termasuk masa pandemi Covid-19 ini.

Sinopsis

Kabayan dikenal sebagai tokoh ambivalen. Dikasihani, dipuji dan dikagumi sebagai tokoh yang cerdik, sekaligus dicerca sebagai orang yang bodoh dan dungu.

Kisah yang bikin aku sebal dengan tokoh ini adalah Si Kabayan Pergi ke Hutan. Di cerita ini Kabayan memerankan dirinya sebagai pemalas yang tak tahu diri. Meskipun sudah beristri, Kabayan tak berusaha untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Jangankan, memberi makan keluarganya, untuk dirinya saja Kabayan hanya mengandalkan istrinya. Mengesalkan, kan!?

Diceritakan karena gondok melihat menantunya yang selalu rebahan, mertua Kabayan memintanya untuk ke hutan. Pada hari pertama, mertua Kabayan kesal karena ia tak membawa sarang lebah yang ia lihat di hutan. Hari ke dua, Kabayan tetap tak membawa apa-apa. Ia malah membakar pantat kijang dengan kojanya sesuai pesan mertuanya di hari pertama. Hari ke tiga, Mertua Kabayan tambah kesal karena ia membunuh perempuan yang ia temui di hutan sesuai pesan sebelunya. Lalu, di hari ke empat Kabayan ke hutan dan pulang membawa tetinggi. Tentu saja, mertuanya marah, lalu berpesan kalau Kabayan bertemu siapapun yang mengajaknya di hutan agar tak dipedulikan. Begitulah, Kabayan tak peduli dan terus berjalan saat tetangganya mengajaknya makan di acara kenduri. Persis sesuai pesan mertuanya.

Nah, dungu sekali kan? Bikin gemes!

Begitupun dengan kisah Si Kabayan yang lain. Bisa bikin kita kesal dan senyum-senyum sendiri. 

Oya, selain dongeng Si Kabayan, buku ini juga berisi dongeng-dongeng Sunda lain, seperti: Si Separoh Mencari Tuhan yang mengisahkan tentang seorang manusia bertubuh separuh. Yups, ia hanya memiliki separuh tubuh. Karena itulah, Si Separoh melakukan perjalanan untuk mengadukan nasibnya. Pertama, Separoh menemui Marahari yang ia anggap berkuasa. Sayang, matahari tak sanggup membantunya. Separoh pun menemui sang Mendung, sang Angin, sang Gunung, sang Landak, dan sang Anjing. Semuanya tak sanggup membantu si Separoh. Akhirnya si Separoh pun menemui manusia atas saran si Anjing. Dan, si Separoh kembali melakukan perjalanan mencari Tuhan untuk meminta keadilan. Perjalanan yang mempertemukannya dengan pak Haji yang mengharap imbalan atas amalnya dan, pencuri yang bertobat. Mereka minta si Separoh menanyakan keinginan mereka. Di akhir cerita si Separoh berhasil menemui Tuhan dan memperoleh jawaban atas pertanyaan pak Haji dan si Pencuri.

Selanjutnya, ada juga dongeng si Buncir, Nyi Bungsu Rarang, si Pucuk Kalumpang, Kijang Talangkas, sang Korowelang, Burak Siluman, dan dongeng Sunda lain yang cocok jadi cerita pengantar tidur. Dongeng penuh hikmah yang bagus buat anak-anak.

Kelebihan Buku

Buku dongeng ini sangat baik dibaca untuk segala umur. Ceritanya mudah dipahami dan menghibur. Dongeng Kabayan ini juga sarat dengan pesan kearifan lokal yang mulai ditinggalkan generasi Z.

Kekurangan Buku

Menurutku sih, buku ini seharusnya lebih visual karena segmen pembacanya anak-anak. Buku yang melulu teks biasanya akan bikin anak lekas bosan. 

Bandarlampung, 12 Mei 2020




Saturday 9 May 2020

Review Novel Of Mice And Men Karya John Steinbeck

Courtesy cover: google

Judul buku : Of Mice And Men
Penulis : John Steinbeck
Tebal buku : 53 halaman
Versi buku : pdf
Copyright John Steinbeck, 1937


"Guys like us, that works on ranches, are the loneliest guys in the world..." (hal. 8)
("Orang-orang seperti kita, yang bekerja di peternakan, 
adalah orang-orang paling kesepian di dunia...")


George, salah satu tokoh di novel karya John Steinbeck ini menggambarkan nasib pekerja kasar, kaum marginal yang dilupakan atau kelas bawah yang hampir tak punya apa-apa dalam hidup mereka kecuali harapan sekedar bertahan hidup. Gambaran realitas kaum pekerja yang nasibnya mungkin tak jauh beda dari kondisi buruh dewasa ini.

Sementara Lennie, seorang buruh lugu berbadan besar dan kuat. Ia adalah gambaran pekerja kelas bawah yang membiarkan dirinya dibawa oleh pusaran kekuasaan. Asalkan ia bisa tetap hidup bersama orang yang ia sayangi (George). Kepasrahan total pada keadaan.

Seperti novel karya John Steinbeck yang lain, Of Mice and Men bisa jadi terinspirasi dari keadaan pekerja kasar di sekitar sang penulis. Realitas yang terkesan kasar dan keras. Sudut pandang khas yang beda dengan penulis lain, seperti Anton Chekhov.

Sementara Checkov terkesan lebih stright on membahas masalah kebobrokan sosial yang ia amati di sekitarnya, John Steinbeck masih secara tak langsung menyindir keadaan sosial di zamannya.

Aku sih, pernah sedikit baca karya-katya John Steinbeck yang lain. Meski begitu, kesanku terus berbeda-beda saat membaca ulang buku-buku tersebut. Perubahan itu mungkin terjadi karena pemahamanku terhadap realitas sosial di sekitarku yang berbeda, atau karena alasan lain. Entahlah. Pastinya, buku bagus emang bikin kita terus berpikir. Setuju, kan?

Sinopsis

Cerita ini diawali oleh percakapan dua sahabat George dan Lennie. Keduanya dipertemukan oleh nasib yang tak selalu baik. Sifat George yang tak sabaran, banyak bicara, dan cerdik sering menyelamatkan mereka dari kenaifan Lennie. George yang terkadang kesal dengan sifat impulsif Lennie. George harus terus mengawasi Lennie terkait banyak hal. Salah satunya adalah kebiasaan Lenny membelai tikus. Mereka juga harus lari dari peternakan sebelumnya karena Lennie membelai paha seorang gadis sebagaimana ia pikir membelai tikus.

Konflik baru muncul saat mereka bekerja di tempat baru, peternakan yang dimiliki oleh seorang yang galak tapi takut pada istrinya. George berusaha keras agar Lennie terhindar kontak verbal dengan para pekerja lain. Meski usahanya sering berakhir dengan masalah lain.

Keinginan Lennie untuk memiliki binatang peliharaan untuk ia sayang pun membuat pekerja lain sadar bahwa Lennie berbeda. Lennie pun harus mengembalikan anak anjing yang ia pinjam agar tidak mati. (Yups, tenaga Lennie terlalu kuat. Ia sering tak sadar mematahkan leher binatang peliharaan yang menggigitnya).

Mimpi George dan Lennie untuk memiliki tanah, rumah, dan kebun milik mereka sendiri didengar oleh si tua Candy, salah satu pekerja yang cacat tangannya. Ia ingin ikut bersama mereka. Menawarkan uangnya untuk membeli tanah agar ia bisa memiliki rumahnya sendiri. Candy merasa kesal karena harus membiarkan para pekerja membunuh anjing kesayangannya. Hanya karena anjing itu sudah tua dan dianggap tak berguna. Padahal ia memelihara anjing itu sejak kecil.

Sifat impulsif dan naif Lennie menimbulkan konflik lain. Tangan  Curley remuk saat Lennie membela diri dari serangannya. Rasa bingung dan takut Lennie pun membuatnya tanpa sengaja membunuh istri Curley.

Candy begitu marah pada istri Curley yang menggagalkan niatnya untuk ikut bersama Lennie dan George. Ia terus memaki mayat istri Curley yang seperti sedang tidur. Musnah sudah mimpinya memiliki tanah dan rumah serta kebun sendiri. Mengetahui hal ini George begitu geram. Ia sadar beginilah jadinya jika ia melepaskan pandangannya dari Lennie.

Nah, bagaimana kelanjutannya? Apakah Lennie dan George akan terus bersama? Apakah Curley akan membalas dendam atas kematian istrinya? Bagaimana nasib Lennie selanjutnya? Jawabannya ada di buku ini dan kupikir asyik kalau membacanya sendiri. Selain kita bisa belajar tentang keadaan masyarakat pekerja di zaman itu, kita juga tahu bahwa hidup itu berharga. Do not take it for granted! Banyak orang yang harus berjuang keras untuk hal sederhana yang kita miliki, seperti: rumah, keluarga dan teman baik. So, at least, setelah baca buku ini kita jadi lebih menghargai apa yang kita miliki hari ini.

Kelebihan buku

Buku Of Mice And Men ini sangat menarik untuk dibaca. Selain kaya dengan sudut pandang kaum marginal buruh yang tak punya tanah, buku ini juga mengisi sekilas pandang penulis tentang caranya melihat perbedaan. Melihat diri dan mahluk lain dari semesta yang harusnya sama.

Kekurangan Buku

Buku ini terlalu berat buat anak-anak atau pencinta light reading. Menurutku, mungkin karena segmen pasarnya bukan anak-anak dan pembaca biasa. Butuh pemahaman yang dalam tentang sejarah Amerika di tahun 1937an untuk mengerti kedalaman cerita ini. Meski, mungkin bisa juga dibuat versi sederhananya untuk bacaan mendidik buat anak-anak.

Bandarlampung, 8 Mei 2020


Tuesday 5 May 2020

Review Rumi The Book of Love: Poems of Ecstasy and Longing


If you want what visible reality can give,
you 're an employee
If you want the unseen world, 
you're not living your truth

Both wishes are foolish,
but you'll be forgiven for forgetting
that what you really want is
Love is a confusing joy.

-Rumi

Rumi adalah sosok legenda yang namanya dilekatkan dengan tokoh sastrawan dunia lain, Muhammad Iqbal. Tokoh ini bahkan datang sebagai pengagum Rumi. 

Iqbal menulis tentang karya Rumi  ini bagai berjalan di padang hijau misterius. Sekali kita tenggelam di dalamnya, kita akan enggan untuk kembali ke permukaan. Meski kita harus terus berjuang untuk tak tersesat. 

Kalaupun harus dianggap tersesat (menurut banyak pandangan orang kebanyakan), kita tahu apa yang kita lakukan. Mungkin itulah yang terpenting.

Well, itu menurutku.

Lalu, saat kubaca preface yang ditulis oleh penulis buku ini, Coleman yang mengatakan, 

" the human reality and not the melodrama, that region of being, is described in the Heart Sutra, the central text of Zen, as having "no eyes, no ears, no nose, no tongue, no body, no mind, and no consciousness." 

(kehidupan nyata dan bukan melodrama, keadaan menjadi, digambarkan dalam Heart Sutra, pusat teks dari Zen, sebagai kondisi tanpa mata, tanpa telinga, tanpa hidung, tanpa lidah, tanpa tubuh, tanpa pemikiran, dan tanpa kesadaran). Nothingness.

Keadaan yang menurutnya dapat diperoleh setelah kamu mati. Budha's Heart Sutra, tambahnya, dapat dicapai dengan mengilangkan eksistensi dirimu dalam ketiadaan. Segalanya meresap dalam pusat ekstasi di mana visi-hati dimulai.

Bingung? Aku juga. Tapi, mari kita lanjutkan pelan-pelan ya. No worry. Aku pun tipe yang praktical hingga penggunaan kata-kata dalam tulisanku pastinya sangat sederhana. Supaya aku pun mengerti apa yang kutulis. 

Prinsipku kan kesederhanaan tapi bermakna. Ini sebenarnya bentuk pengakuanku bahwa dibanding apa pun mungkin aku tak lebih berarti. Hanya fakir yang terus berusaha belajar. Berharap tak mati di tengah kehausan dan kelaparan. Padahal hidup di tengah mata air kehidupan.

Dalam pandangan Coleman, puisi-puisi Rumi diperdengarkan sebagai puisi cinta. Puisi yang menghadirkan kegetiran jiwa yang merana, dan semua aliran emosi yang mederas melalui rumah tamu kesadaran.

Selanjutnya aku pun teringat ucapan seorang guruku yang mengajar sastra dulu. Ia bilang begini, "Seorang sastrawan yang dikenang karyanya adalah yang karyanya berwarna kematian, kemurungan, kesedihan, kehilangan, penyesalan dan penderitaan." 

Mungkin maksudnya adalah bahwa kehidupan manusia ini tak akan terlepas dari penderitaan. Sisanya adalah warna lain yang berujung sama. Sebagaimana seorang perantau, berjuang mencari bekal untuk kehidupannya yang lebih baik saat ia pulang. 

Mungkin ia bahagia dalam perantauan. Tapi ia akan lebih bahagia saat pulang. Atau kalaupun ia menderita di perantauan, ia akan bahagia saat waktu pulang (kematian) tiba.

Kematian yang akhirnya menjemput Rumi saat langit memerah dan matahari tenggelam, 17 Desember 1273. Bumi bergetar seperti perut kelaparan. "Patient, old earth!" ("Sabarlah bumi yang tua!") Jerit Rumi. "You'll have your sweet morsel soon!" (Kamu akan dapatkan morsel manismu segera!).

Sekilas tentang Rumi

Rumi lahir di Balkh, sebuah kota kecil sebelah barat Mazar-i Sharif in Afghanistan, 30 September 1207. Ayahnya, Bahaudin adalah seorang mystic yang terpandang. 

Menghindari kejaran tentara Mongol Genghis Khan, keluarga ini hidup berpindah-pindah, dari Waksh (Tajikistan), Samarkhan, Damascus, lalu menetap di Konya di pusat Anatolia. 

Setelah kematian Bahaudin, Rumi belajar pada murid ayahnya, Burhanuddin Muhaqqiq. Bersamanya, Rumi mempelajari The Maarif, Sanai dan Attar. Burhan yang seorang hermit (petapa) eksentrik yang tak peduli dengan keyakinan dan garis keturunan.

 Ia membimbing Rumi kecil menjalani chillas (49 hari puasa menyendiri). Seolah mempersiapkan Rumi untuk menempuh kehidupan mystic-nya, sebelum ia bertemu dengan Shamsi Tabriz. Seseorang yang mempengaruhi kehidupan Rumi selanjutnya.

Beberapa dialog yang memesona yang masih relevan sekarang, "I did not want to live what was not life. Living is so dear." ( Aku tidak ingin kehidupan yang tidak menghidupkan. Kehidupan itu begitu berharga).  Juga kata-kata dalam catatan jiwa Bahaudin,

 "Now you must live what you've been reading and talking about." (Sekarang kamu harus hidup sesuai yang telah kamu baca dan katakan selama ini).

Wah, dialog yang menohok. Dialog Shams dan Rumi, menurutku, menjelaskan dengan gamblang akan pentingnya aktualisasi dalam tindakan dari pengetahuan dan ucapan kita agar kehidupan kita bermanfaat.

Puisi-puisi Rumi yang menenggelamkan diri dalam ekstasi rasa cinta ini membebaskan. Sebagaimana ini bukanlah agama. Puisi ini hanyalah bentuk cinta yang dinyanyikan dengan ekstasi kerinduan yang dalam. Candu yang memabukkan.

Essensi cinta mengenal Rumi didedikasikan oleh Nanao Sakaki, seorang pendeta Budha dalam puisinya Go With Muddy Feet

Go With Muddy Feet

When you hear dirty story
Wash your ears
When you see ugly things
Wash your eyes
When you get bad thoughts
Wash your mind
And
Keep your feet muddy

Puisi yang menyiratkan atas penyucian diri dan kesadaran diri. Usaha terus-menerus tanpa lelah untuk terua memperbaiki diri dan tetap ingat siapa dirinya. 

Puisi Rumi yang kusuka cukup banyak, tapi akan kutulis salah satu. Puisi ini menyiratkan tentang cinta yang begitu dalam melebihi atas kecantikan itu sendiri. Tenggelam di dalam dada. Menari-nari meski tak ada yang mengetahui. Menggelora. Hingga cinta itu terwujud dalam karya yang indah. Seni yang akan selalu dikenang sepanjang zaman.

In Your Light I learn how to love
In your beauty, how to make poems

You dance inside my chest
Where no one see you,

but sometimes I do,
and that sight becomes this art

Baca ini bikin baper ya? Apalagi aku ingat seorang artis legenda Raja Patah Hati, Didi Kempot baru meninggal kemarin. Memang sih mereka beda zaman dan segmen penikmat karyanya.

 Namun cinta menggelora itu pasti akan melahirkan seni indah yang abadi. Seni. Produk cinta yang akhirnya menyatukan. Meski tak ada yang dapat melihatnya lagi. Ia abadi. Benar, kan?

Sebenarnya, tak akan usai membahas tokoh Rumi yang bagai mata air ini dalam review sederhana yang lebih mirip coretan ini. Namun, harapanku ini akan jadi awal untuk menulis lagi dan lagi. Bukankah awal yang buruk itu lebih baik daripada tidak berani memulai? 

How could you worry?
You may as well free a few words from your vocabulary..

-Rumi

Bandarlampung, 5 May 2020



Monday 4 May 2020

Review Novel Nefertari Sang Ratu Heretik Karya Michelle Moran


Ambisi. Kehancuran. Cinta. Garis. Keturunan. Harapan Babak baru segera dimulai. Darah terakhir siap melanjutkan tahta kekuasaan sang pendahulunya, Nefertari, semua harapan keluarga tertuju padanya (kutipan sampul novel).


Mesir zaman lampau yang jadi latar belakang kisah ini  punya nilai eksotis yang tidak dimiliki kisah-kisah kontemporer yang berkembang sekarang.  Aspek sejarah yang mewarnai jalan cerita bisa bikin kita  penasaran. Apalagi diwarnai dengan konflik yang tak lekang oleh zaman. Cinta.

Di novel ini juga kita dapat mengenal nama dewa-dewa yang dipercaya oleh rakyat Mesir. Dewa-dewa yang dipuja dan ditakuti karena kekuatannya yang dapat merubah nasib manusia.

Sebelumnya, kita akan diperkenalkan karakter yang dikagumi di novel ini. Nefertari. Sosok wanita yang terbuang karena dianggap keturunan dari Nefertiti, penganut heretik yang dibenci sekaligus ditakuti. Nefertiti, sang Ratu yang cantik dan cerdas. Dan Nefertari duanggap tak hanya mewarisi kecantikan dan kecerdasannya, ia pun dianggap mewarisi ilmu sesat!

Aliran sesat yang dianut Nefertiti adalah menyembah hanya satu dewa. Isis. Kepercayaan sesat yang akhirnya menumbuhkan kebencian rakyat Mesir yang politheime.

Stigma buruk yang melekat pada diri Nefertari dibentuk oleh pihak oposisi kerajaan yang tetap ingin melanjutkan garis kekuasaannya berupaya keras untuk menyingkirkan Nefertari dari kerajaan. Membuangnya jauh bagaimanapun caranya. Hingga tak ada jalan lain bagi Nefertari untuk bertahan kecuali melawan.

Mereka takut Nefertari akan bangkit dan merebut kekuasaan orang tuanya kembali! Apalagi melihat kedekatannya dengan Ramses, putra mahkota Firaun Seti.

Kisah cinta yang jadi tema sentral di novel luar biasa ini. Rasa yang menumbuhkan rasa benci, nafsu dan kehausan akan dendam. Cerita yang diawali dengan Nefertari kecil yang masih berusia enam tahun dan Ramses yang kala itu memohon pada dewa Amun untuk kesembuhan adiknya yang sakit. Meminta agar Anubis, dewa kematian tidak membawa adiknya pergi. Sayangnya, pangeran kecil Pili harus pergi bersama Anubis. Meski di tengah protes  dan permohonan Firaun Ramses.

"Para dewa takkan mendengarkan permohonan anak-anak! Hal hebat apa saja yang telah kau capai sehingga Amon sudi mendengar permohonanmu! Perang apa yang telah kau menangkan! Monumen-monumen apa yang telah kau bangun!"

Ucapan pendeta agung Kuil Amun inilah kupikir yang jadi titik awal perubahan cara pikir Firaun Ramses untuk membuktikan dirinya sebagai calon pengganti Firaun Mesir Hulu. Di mata calon Firaun ini, hanya pahlawan yang doanya akan didengar oleh dewa-dewa.

Sementara Nefertari yang harus menghadapi kebencian dari Henuttaway harus menerima kenyataan pahit. Ramses dijauhkan darinya oleh tugas sebagai asisten Firaun dan pernikahan Ramses dengan Iset yang lembut dan cantik. Nefertari patah hati.

Perasaan sendiri dan ditinggalkan ternyata hal yang glamour baginya. Karena Woserit, pendeta agung Firaun tak membiarkannya. Ia mengirim Nefertari ke Kuil Hathor untuk belajar. Jauh dari Firaun Ramses. Usaha untuk mengecoh Henuttaway bahwa Nefertari telah menyerah. Padahal ini adalah strategi Woserit untuk mendekatkan Nefertari dengan Firaun Ramses, mempersiapkannya untuk jadi Ratu utama.

Skandal masa lalu Iset dengan kekasih lamanya pun jadi senjata Woserit untuk membakar hati Nefertari.  Memberinya harapan untuk bersama Firaun Ramses. Woserit terus melatih Nefertari dan mengajarkan trik untuk bertahan di kerajaan sekaligus merebut hati Firaun Ramses.

Sedangkan Paser, wasir Firaun Seti sekaligus guru Nefertari juga ikut menjejali Nefertari dengan pengetahuan bahasa asing. Ilmu yang diharapkan dapat membantunya menaiki tampuk Ratu Firaun yang berkuasa.

Bagaimanakah nasib Nefertari selanjutnya? Apakah Firaun Ramses akan mempersunting Nefertari sebagai Ratunya? Siapakah Woserit sebenarnya? Kenapa Woserit mau membantu Nefertari naik tahta sebagai Ratu utama? Jawaban yang akan kamu peroleh setelah membaca buku setebal. 443 halaman ini.

Judul Buku : Nefertari Sang Ratu Heretik
Judul asli    : The Heretik Queen
Penulis        : Michele Moran
Tebal buku : 443 halaman
Penerjemah : Nadya Adwiani
Editor          : Saifudin, Selvenia Gusnaeni, Amanda Setiarini M
Cover          : Yudi Nur Riyadi
Harga          : -
Penerbit       : Percetakan Erlangga
Tahun          : 4 November 2009

Bandarlampung, 4 May 2020

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...