Well, ini adalah kutipan dari buku khutbah Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan nama Nahjul Balaghah. Karya master piece khalifah ke empat sekaligus kemenakan dan menantu Rasulullah Saw. Suami Fatimah Azzahra binti Muhammad bin Abdul Muthalib.
Buku yang tebalnya 853 halaman ini baru kudapat hari ini. Pinjaman dari temen bapak yang seorang pencinta buku. Terutama buku-buku religius.
Jujur saja, buku-buku tebal yang berat ini kebanyakan kudapat dari pinjaman dari komunitas buku bapak. Al Hakim. Aku numpang baca aja, karena buku-buku ini harganya mungkin tidak murah.
Aku bahkan pernah baca buku ayat-ayat setannya Salman Rusdi saat buku itu masih viral. Tapi, herannya buku itu hilang. Nggak tahu kemana. Begitu pun ingatanku tentang buku itu. Maklum saja, aku hanya baca sekilas.
Beberapa saat kemudian, aku baru tahu kalau buku ini dilarang karena berisi propaganda untuk menguasai dunia. Bahkan kudapati bahwa kepala Salman Rusdi sudah dihargai oleh pemimpin Revolusi Iran saat itu sebagai akibat tulisannya yang dianggap melecehkan agama. Penistaan keyakinan agama samawi.
Wuih, berat ya ngomongin ini. Sekarang sih aku nggak tahu kelanjutan isu ini. Aku hanya mengerti satu hal, berdasar buku yang kubaca - bahwa - bangsa Iran dikenal dengan konsistensinya terhadap keputusan yang dibuat dan ketaatannya pada pemimpin. Apalagi hal ini bersinggungan dengan masalah prinsip aqidah.
Alasanku Membaca
Keteguhan hati yang tersirat dalam tulisan di buku-buku inilah yang mungkin tanpa sadar menarikku untuk menyukai buku-buku. Benda mati yang memuaskan rasa hausku atas pencarian mutiara hikmah dari kata-kata yang tersembunyi dari lembarannya.
Bagaimana kata-kata dapat merubah pandangan seseorang. Hingga bapak begitu kagum dengan bangsa Iran. Karena buku.
Masih hangat dalam kenanganku gimana almarhum pakde Jum yang seorang brimob begitu khawatir karena bapak menyimpan banyak gambar pemimpin Revolusi Iran yang terjadi tahun 1979. Imam Khomeini. Takut bapak akan diduga sebagai aliran keras karenanya dan ditangkap polisi.
Padahal bapak hanya seorang pecinta buku. Sebagaimana aku.
Kemudian, jika kamu tanyakan padaku tentang buku apa yang kusuka dan genre apa yang jadi favoritku, aku pasti akan terdiam. Begitupun saat kamu tanyakan alasanku kenapa menyukai buku. Aku tak punya jawaban.
Hal itu bukan karena aku nggak punya jawaban atau nggak tahu apa yang ingin kutahu. Aku diam dan tak punya jawaban atas pertanyaan itu karena semuanya masih tersembunyi dibalik buku-buku yang ingin kubaca. Bentuk usaha pencarianku atas mutiara hikmah dari buku.
Okey, katakan saja aku rakus karena nggak mau menjawab hingga membatasi keinginanku untuk mencari dengan membaca dan membaca lagi.
Tak mengapa, kan? Karena ini pun sebuah pilihan. Sama seperti kisah-kisah awal aku suka baca buku. Komik-komik mangaa Jepang yang bisa berseri-seri. Komik-komik yang bisa kutelan habis dalam sehari meski ada 32 seri. Seru, ya.
Pencarian tanpa batas dalam buku favoritku
Mengapa kubilang begitu?
Keteguhan hati yang tersirat dalam tulisan di buku-buku inilah yang mungkin tanpa sadar menarikku untuk menyukai buku-buku. Benda mati yang memuaskan rasa hausku atas pencarian mutiara hikmah dari kata-kata yang tersembunyi dari lembarannya.
Bagaimana kata-kata dapat merubah pandangan seseorang. Hingga bapak begitu kagum dengan bangsa Iran. Karena buku.
Masih hangat dalam kenanganku gimana almarhum pakde Jum yang seorang brimob begitu khawatir karena bapak menyimpan banyak gambar pemimpin Revolusi Iran yang terjadi tahun 1979. Imam Khomeini. Takut bapak akan diduga sebagai aliran keras karenanya dan ditangkap polisi.
Padahal bapak hanya seorang pecinta buku. Sebagaimana aku.
Kemudian, jika kamu tanyakan padaku tentang buku apa yang kusuka dan genre apa yang jadi favoritku, aku pasti akan terdiam. Begitupun saat kamu tanyakan alasanku kenapa menyukai buku. Aku tak punya jawaban.
Hal itu bukan karena aku nggak punya jawaban atau nggak tahu apa yang ingin kutahu. Aku diam dan tak punya jawaban atas pertanyaan itu karena semuanya masih tersembunyi dibalik buku-buku yang ingin kubaca. Bentuk usaha pencarianku atas mutiara hikmah dari buku.
Okey, katakan saja aku rakus karena nggak mau menjawab hingga membatasi keinginanku untuk mencari dengan membaca dan membaca lagi.
Tak mengapa, kan? Karena ini pun sebuah pilihan. Sama seperti kisah-kisah awal aku suka baca buku. Komik-komik mangaa Jepang yang bisa berseri-seri. Komik-komik yang bisa kutelan habis dalam sehari meski ada 32 seri. Seru, ya.
Pencarian tanpa batas dalam buku favoritku
Mengapa kubilang begitu?
Membaca buku bagiku seperti sebuah kesenangan. Seperti petualangan atas pencarian mutiara hikmah yang tersembunyi di ujung dunia. Pencarian tanpa batas yang terefleksi dalam sebuah benda. Buku.
Mungkin itu sebabnya aku sedikit menyukai Kim, dan kuanggap sebagai salah satu buku favoritku. Sebuah novel karya Rudyard Kipling tentang seorang sahib, murid seorang guru yang melakukan perjalanan menuju sungai. Simbol penyucian diri.
Kim yang terlahir di tanah India sebagai anak jalanan merupakan wujud pencarian jati diri. Kim yang bermata biru, berambut pirang dan berkulit putih - seolah hidup antara dua dunia. Bukan seorang Inggris, dan juga bukan seorang India.
Jiwa liar Kim menemukan penyangga saat ia bertemu sang Lama, guru yang mulanya enggan menjadikan Kim sebagai muridnya. Tapi, keteguhan dan kesetiaan Kim akhirnya meluluhkan hati Guru. Mereka akhirnya melakukan perjalanan bersama.
Sayang, sang Guru menyadari bahwa Kim butuh pengajaran dan bimbingan sesuai haknya. Mereka pun berpisah. Kim disekolahkan bersama anak-anak lain. Pilihan yang menjadi petualangan baru bagi Kim dan teman-temannya, hingga mereka kabur dan mencari rumah sesungguhnya.
Nah, petualangan Kim yang menakjubkan di tanah eksotis India ini pun yang bikin aku membaca buku lain. Desert and Wilderness. Novel young adult yang keren. Petualangan di tanah yang sama. Kisah pencarian tanpa batas. Mutiara hikmah tentang keteguhan, kesetiaan, tanggung jawab, dan cinta.
Penulis buku yang mengabadikan keabadiaan
Memang sih, bandingin satu genre buku dengan genre buku yang lain - kupikir nggak relevan. Sebagaimana membandingkan air, api, tanah, dan angin. Empat hal berbeda dengan keistimewaan masing-masing. Lengkap dengan fungsinya yang saling melengkapi demi kemaslahatan kehidupan manusia.
Begitu pun dengan penulis.
Seharusnya, bagiku, semuanya istimewa dan abadi. Karena tulisan penulis mengabadikan keabadiaan, seperti: keputusasaan, harapan, impian, amarah, benci, dan cinta serta rasa lain yang menyertainya. Hingga nggak ada yang terlalu baru di bawah sinar matahari kecuali tampilan visualnya saja.
So, aku menyukai penulis dan buku sesuai dengan kebutuhan atau mood yang menyertaiku. Sebut saja saat aku sedang kesal maka aku suka baca komik lucu, dan saat aku ada tugas sekolah maka aku baca buku teks pelajaran.
Sekarang sih, aku lagi senang baca buku online gratis. Rasanya menantang karena ada target waktu pengembalian. Belum lagi tantangan memahami buku itu karena buku-buku tersebut berbahasa Inggris.
Hikmahnya, aku jadi sedikit menambah kosa kata baru dalam bahasa Inggris. Alhamdulillah. Hikmah yang membantuku memotivasi muridku di kelas untuk membaca buku dengan giat. Kalau guru rajin, insya Allah muridnya ngikut, kan?
Selain itu, buku dapat juga memberi kesan mendalam bagi kita. Menghibur sekaligus sebagai distraction.
Paling tidak bagiku.
Salah satu buku yang mengesankan bagiku adalah Filosofi Kopi karya Dee. Bukan karena buku yang di tanganku ini pemberian penulisnya. Juga bukan karena buku ini termasuk buku fiksi pertama yang berasal dari pemberian orang lain.
Aku terkesan dengan buku ini karena buku ini yang jadi bahan tugas adikku yang mengidap shizophrenia/ f20. Penyakit yang mulai terlihat gejalanya di tahun 2009. Hingga saat itu, adikku yang sedang relapse, merobek buku tersebut. Padahal ia masih butuh untuk bahan tulisannya.
Terbayang, kan usaha kami menyatukan buku itu agar bisa terbaca lagi. Belum lagi ia juga mencoret-coret Perahu Kertas dan Madre. Herannya kok ia hanya menyerang buku-buku Dee. Mungkin karena ia suka banget ya? Untungnya, buku-buku tersebut (Perahu Kertas dan Madre) selamat. Hanya dicoret-coret sedikit covernya. Dan, beberapa minggu kemudian, entah gimana - kami dapat buku Filosofi Kopi lagi dari penulisnya. Ajaib ya. Alhamdulillah.
Eh, aku kok ngelantur ya..
Seperti cerita "Mencari Herman" dalam buku Filosofi Kopi yang berkisah tentang pencarian akan cinta yang tanpa akhir. Cinta yang sesungguhnya di depan mata. Tapi, terbenam oleh ketidak tahuan atau kebodohan.
Herman yang jadi simbol tentang kebaikan dan pencarian cinta tulus yang ada di tiap diri. Cinta yang bikin darah masih berwarna merah, dan jantung masih berdetak. Karena, bagaimanapun beratnya, cinta itu pun yang buat kamu bisa bertahan.
Pointnya sih, hal yang kusuka dari seorang penulis adalah kebaikan hati dan ketulusannya. Hingga "Aroma Karsa" pun muncul nggak lama setelah adikku relapse lagi. Berikut ucapan doa agar keluarga kami selalu sehat. Padahal penulis buku ini nggak tau tentang adikku.
Kata-kata sederhana yang menghangatkan ya. Bagai doa-doa.
Kesimpulan
Membaca buku, menurut sebagian orang dianggap sebagai membuka sebuah pintu pengetahuan. Sebuah pintu yang membuka berjuta peluang akan pengetahuan yang lain.
Sedang tugas kita adalah nggak semata membaca, tapi mengaktualisasikan pengetahuan tersebut dalam tindakan. Aksi yang dapat merubah diri dan sekitar. Menginspirasi demi perbaikan yang lebih besar. Dimulai dari hal sederhana. Sekarang juga. Ah, ini mengingatkanku akan Kim yang penuh spontanitas dan keberanian.
Paling tidak, membaca buku dapat menghidupkan terus slogan kasih sayang pada sesama. Lalu, memulai aksi kebaikan dengan kemampuan yang kita miliki sebaik mungkin.
Jadi, mungkin itulah maksud yang dikatakan bahwa kata-kata itu dapat menjadi hukuman bagi yang ceroboh dengan lisannya. Sebaliknya, kata-kata atau tulisan itu bisa jadi hadiah dan harapan bagi yang bijaksana menjaga lisan/kata-katanya.
Gimana menurutmu?
Bandarlampung, 7 Juli 2020
Haa filosofi sama aroma karsa doang yang udah kubaca mba. Dan 2 2nya memang kereenn banget.
ReplyDeleteEmang bagus. Bahkan yang pertama udah dibikin film ya mbak^^
ReplyDelete