Monday 18 May 2020

Pride and Prejudice's Vs Great Expectation's Reviews

Novel merupakan karya sastra yang mencerminkan kehidupan masyarakat di mana penulis hidup. Meski tak terlepas dari kreativitas atau imajinasinya yang mungkin melewati zaman. 

Karya sastra adalah buah ekspresi yang mungkin membebaskan manusia dari keterikatannya dengan semesta luas yang terbatas ini. Sebuah karya yang bisa melebihi batas kehidupan itu sendiri. Abadi.

Bahkan novel seperti Pride and Prejudice yang diciptakan oleh seorang wanita, Jane Austen yang karya-karyanya berisi tentang romantika ala renaisanse yang berbeda dengan novel  San Pek Eng Tay. 

Lalu, novel Great Expectation yang bercerita tentang pahitnya kehidupan dengan pengharapan yang besar. Kepahitan hidup yang jadi realitas yang harus dihadapi.

Sementara Pride and Prejudice berakhir bahagia, Great Expectation berakhir dalam penerimaan akan realita kehidupan. Bahwa hidup tak selalu berakhir sesuai harapan.

Aku masih ingat saat baca Pride and Prejudice waktu zaman kuliah dulu. Sekitar tahun 2000. Kebetulan aku bantu temen ambil novel ini sebagai bahan skripsinya. Zaman itu aku lagi hobi banget baca buku romance dari novel NH Dini, Rudyard Kipling, dan Jane Austen. 

Aku baca Emma, Sense and Sensibility, dan Pride and Prejudice. Dari semua karya Jane Austen, aku paling suka Pride and Prejudice. Sayangnya, filnya nggak segreget novelnya.

Kalau kubandingin karakter-karakter dari Pride and Prejudice yang menonjolkan tokoh heroine, Great Expectation menampilkan tokoh hero (Pip). Mungkin itu karena penulis Pride and Prejudice adalah seorang wanita, dan Great Expectation ditulis oleh seorang pria, Charles Dicken.

Latar belakang keluarga heroine ( Elizabeth Bennet) dalam Pride and Prejudice adalah keluarga bangsawan menengah yang punya title, meski tak punya uang aka miskin. Sementara Pip dalam Great Expectation berasal dari keluarga miskin. Seorang orphan yang tak punya uang dan title.

Perjuangan keluaga Elizabeth Bennet mengangkat derajat keluarganya adalah dengan menikah dengan suami kaya. Marriage in convinience. Sedangkan Pip berjuang keras dan bekerja di London untuk merubah nasibnya. Impian keduanya hampir sama. Bahagia.

Sayangnya, akhir cerita memang tak sesuai harapan kita. Begitu juga dalam Great Expectation. Sekeras apa pun usahanya, mimpinya tetap mengalir bagai pasir di jemari tangannya.

Bisa kukatakan dengan sederhana bahwa membaca Pride and Prejudice akan bikin kamu tersenyum. Berkhayal jadi heroine, Elizabeth Bennet atau sang hero yang kaya, muda dan tampan, Darcy. Alam pikirmu akan tenang.

Sedangkan akhir cerita Pip akan bikin kita mengerutkan dahi dan berpikir. Tentang hidup, persahabatan, atau tentang cinta yang tak bisa kita miliki.

Bandarlampung, 18 Mei 2020


No comments:

Post a Comment

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...