Monday 4 May 2020

Review Novel Nefertari Sang Ratu Heretik Karya Michelle Moran


Ambisi. Kehancuran. Cinta. Garis. Keturunan. Harapan Babak baru segera dimulai. Darah terakhir siap melanjutkan tahta kekuasaan sang pendahulunya, Nefertari, semua harapan keluarga tertuju padanya (kutipan sampul novel).


Mesir zaman lampau yang jadi latar belakang kisah ini  punya nilai eksotis yang tidak dimiliki kisah-kisah kontemporer yang berkembang sekarang.  Aspek sejarah yang mewarnai jalan cerita bisa bikin kita  penasaran. Apalagi diwarnai dengan konflik yang tak lekang oleh zaman. Cinta.

Di novel ini juga kita dapat mengenal nama dewa-dewa yang dipercaya oleh rakyat Mesir. Dewa-dewa yang dipuja dan ditakuti karena kekuatannya yang dapat merubah nasib manusia.

Sebelumnya, kita akan diperkenalkan karakter yang dikagumi di novel ini. Nefertari. Sosok wanita yang terbuang karena dianggap keturunan dari Nefertiti, penganut heretik yang dibenci sekaligus ditakuti. Nefertiti, sang Ratu yang cantik dan cerdas. Dan Nefertari duanggap tak hanya mewarisi kecantikan dan kecerdasannya, ia pun dianggap mewarisi ilmu sesat!

Aliran sesat yang dianut Nefertiti adalah menyembah hanya satu dewa. Isis. Kepercayaan sesat yang akhirnya menumbuhkan kebencian rakyat Mesir yang politheime.

Stigma buruk yang melekat pada diri Nefertari dibentuk oleh pihak oposisi kerajaan yang tetap ingin melanjutkan garis kekuasaannya berupaya keras untuk menyingkirkan Nefertari dari kerajaan. Membuangnya jauh bagaimanapun caranya. Hingga tak ada jalan lain bagi Nefertari untuk bertahan kecuali melawan.

Mereka takut Nefertari akan bangkit dan merebut kekuasaan orang tuanya kembali! Apalagi melihat kedekatannya dengan Ramses, putra mahkota Firaun Seti.

Kisah cinta yang jadi tema sentral di novel luar biasa ini. Rasa yang menumbuhkan rasa benci, nafsu dan kehausan akan dendam. Cerita yang diawali dengan Nefertari kecil yang masih berusia enam tahun dan Ramses yang kala itu memohon pada dewa Amun untuk kesembuhan adiknya yang sakit. Meminta agar Anubis, dewa kematian tidak membawa adiknya pergi. Sayangnya, pangeran kecil Pili harus pergi bersama Anubis. Meski di tengah protes  dan permohonan Firaun Ramses.

"Para dewa takkan mendengarkan permohonan anak-anak! Hal hebat apa saja yang telah kau capai sehingga Amon sudi mendengar permohonanmu! Perang apa yang telah kau menangkan! Monumen-monumen apa yang telah kau bangun!"

Ucapan pendeta agung Kuil Amun inilah kupikir yang jadi titik awal perubahan cara pikir Firaun Ramses untuk membuktikan dirinya sebagai calon pengganti Firaun Mesir Hulu. Di mata calon Firaun ini, hanya pahlawan yang doanya akan didengar oleh dewa-dewa.

Sementara Nefertari yang harus menghadapi kebencian dari Henuttaway harus menerima kenyataan pahit. Ramses dijauhkan darinya oleh tugas sebagai asisten Firaun dan pernikahan Ramses dengan Iset yang lembut dan cantik. Nefertari patah hati.

Perasaan sendiri dan ditinggalkan ternyata hal yang glamour baginya. Karena Woserit, pendeta agung Firaun tak membiarkannya. Ia mengirim Nefertari ke Kuil Hathor untuk belajar. Jauh dari Firaun Ramses. Usaha untuk mengecoh Henuttaway bahwa Nefertari telah menyerah. Padahal ini adalah strategi Woserit untuk mendekatkan Nefertari dengan Firaun Ramses, mempersiapkannya untuk jadi Ratu utama.

Skandal masa lalu Iset dengan kekasih lamanya pun jadi senjata Woserit untuk membakar hati Nefertari.  Memberinya harapan untuk bersama Firaun Ramses. Woserit terus melatih Nefertari dan mengajarkan trik untuk bertahan di kerajaan sekaligus merebut hati Firaun Ramses.

Sedangkan Paser, wasir Firaun Seti sekaligus guru Nefertari juga ikut menjejali Nefertari dengan pengetahuan bahasa asing. Ilmu yang diharapkan dapat membantunya menaiki tampuk Ratu Firaun yang berkuasa.

Bagaimanakah nasib Nefertari selanjutnya? Apakah Firaun Ramses akan mempersunting Nefertari sebagai Ratunya? Siapakah Woserit sebenarnya? Kenapa Woserit mau membantu Nefertari naik tahta sebagai Ratu utama? Jawaban yang akan kamu peroleh setelah membaca buku setebal. 443 halaman ini.

Judul Buku : Nefertari Sang Ratu Heretik
Judul asli    : The Heretik Queen
Penulis        : Michele Moran
Tebal buku : 443 halaman
Penerjemah : Nadya Adwiani
Editor          : Saifudin, Selvenia Gusnaeni, Amanda Setiarini M
Cover          : Yudi Nur Riyadi
Harga          : -
Penerbit       : Percetakan Erlangga
Tahun          : 4 November 2009

Bandarlampung, 4 May 2020

Thursday 30 April 2020

Review Novel Kanesbrake Karya Jennifer Blair: Second Chance Happiness

Cinta emang bumbu cerita yang nggak ada matinya. Bumbu yang jadi alasan, awal dan akhir dari sebuah cerita. Klise. Tapi, begitulah nyatanya. Tidak ada yang bisa merasa lengkap tanpa kehadiran cinta. Meskipun ia berusaha menghindar dan meninggalkan cinta.

Begitupun Laurie Master yang telah mengalami trauma terbesar dalam hidupnya. Kehilangan suami dan putranya dalam suatu kecelakaan. Laurie merasa dunianya hilang.

Laurie berusaha menata kembali kepingan hidupnya yang berantakan. Berusaha melihat masa depan, meski tak ingin melupakan masa lalu.

Laurie ingin kehidupan yang tenang dan jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Keinginan yang membuatnya setuju dengan tawaran Nora Kanes untuk tinggal sementara di mansion warisan keluarga Nora di Mississipi.

Nah, di sinilah awal cerita baru dimulai. Laurie bertemu dengan teman-teman baru yang hangat. Juga seorang dokter muda yang mempesona.

Ketenangan dan kedamaian yang diinginkan Laurie ternyata bukan yang ia butuhkan. Hatinya tak tenang. Meski bukan karena alasan kesedihan dan kehilangan.

Mampukah Laurie merengkuh kesempatan untuk bahagia untuk kedua kalinya? Atau ia terlalu takut kehilangan hingga tak sanggup untuk mencoba?

Well, kita tak akan pernah tahu sebelum membacanya. Hal yang pasti, novel kitch ini pun berakhir bahagia. So, setelah membacanya kita pasti akan tersenyum.

Anyway, menurutku sendiri, buku ini termasuk lumayan. Aku bisa dapat gambaran cara pandang beberapa tokoh terhadap cinta dan hidup. Aku sih agak kesal dengan satu tokoh, tapi lupa namanya hehe. Tokoh ini cukup snobby karena merasa terlahir dalam keluarga pengacara yang terkenal di daerah ini. Ia begitu merendahkan orang lain yang statusnya lebih rendah darinya. Kesal kan?

So, aku pun berpikir bahwa tampilan phisik seseorang tak dapat menjamin kebaikan hatinya. Sebagaimana  kita tak bisa menjamin kebaikan seseorang itu adalah suatu kebenaran. Bingung? Nggak apa. Baca aja. Pasti seru!

Bandarlampung, 30 April 2020

Review Buku Everyman Karya Anonymous

Courtesy gambar: google

Everyman 

Here beginneth a treatise how the High Father of Heaven sendeth death to summon every creature to come and give account of their lives in this world, and is in manner of moral play. (Inilah permulaan risalah bagaimana Bapa di Surga mengirim kematian untuk menjemput semua mahluk untuk datang dan memberikan pertanggungan jawab atas kehidupan mereka di dunia, dan ini  dilaksanakan dalam sandiwara moral). Hal 1

Manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia ini pada pencipta-Nya, baik itu perbuatan besar  atau kecil. Tak akan ada yang terlewat. Itulah yang kumengerti saat membaca bagian awal dari buku setebal 31 halamn ini. Buku tipis tapi sarat makna. Dahiku sampai berkerut membacanya.

Perenunganku atas tulisan ini bagai membangunkan kesadaranku yang dormant, tertidur lama karena rasa malas yang terus menggerogoti jasad dan ragaku. Rasa yang mungkin seperti orang bilang merupakan penyakit orang-orang yang sedang belajar menuntut ilmu. Padahal tanggung jawab menuntut ilmu itu wajib. Beban yang harus dipikul semua manusia - yang membedakannya dengan mahluk lain. Meski semua mahluk tak ada yang terbebas atas apa yang dilakukannya hingga kelak dipertemukan oleh Sang Pemilik.

Buku yang menggambarkan dialog antara Pembawa pesan yang bisa kita anggap sebagai Nabi. Ada juga tokoh Tuhan, Kematian, Everyman, Persahabatan, Kebaikan, Sepupu, Materi, Amal Baik, Pengetahuan, Pengakuan, Kecantikan, Rahasia, Kekuatan, 5 Kemauan, Malaikat, dan Doktor. Karakter-karakter yang menghantar manusia hingga akhir hidupnya di dunia.

Dialog dari tujuh belas karakter yang mewakili sifat yang melekat pada manusia ini berisi makna yang dalam. Suatu pengejawantahan atas renungan panjang penulis atas eksistensinya di alam fana ini. Sebagaimana hadirnya akibat itu bukan tanpa sebab. Tak ada perbuatan yang terlewat tanpa konsekwensi.



Dialog yang sentralnya adalah karakter Tuhan ini diawali oleh tokoh Nabi yang menyampaikan doa atas kebaikan manusia sambil mengingatkan untuk terus menjaga diri dari perbuatan ingkar dan sia-sia. Sungguh, katanya, tak akan ada daya dan upaya saat.tubuh telah terbaring di liang lahat.

Merenungi bagian ini saja membuatku lebih mentafakuri tentang tokoh Death yang ada di buku ini. Tokoh yang lekat dan membuntuti kita kemana pun. Bahkan lebih dekat dari kehidupan itu sendiri karena ketaatannya pada Tuhan.

Death

Almighty God, I am here at Your will,
Your commandment to fulfill


Kematian yang digambarkan sebagai tokoh yang taat pada Tuhan. Tokoh yang hanya mematuhi commandment Tuhan. Mempertemukan mahluk dengan Tuhan.

Dalam pandangan sederhanaku, Death ikut mengantarkan Everyman pada God, bagaimanapun caranya. Maksudnya di sini adalah Death akan menjemput Everyman dalam setiap keadaan, hingga Everyman harus selalu mempersiapkan diri.

Mungkin, itulah sebabnya Massengger tak pernah lelah mengingatkan Everyman agar tak terjerumus dalam kesenangan semu.

Dialog karakter lain yang cukup keras adalah bagaimana tokoh Knowledge mengagungkan dirinya. Seolah tanpanya, manusia akan menghilang dari peradaban.

Bahkan Kindred (kebaikan) tak bisa selalu menolong Everything. Karena Kindred pun akan meninggalkan Everyman sendiri.

Lalu ada Good Deeds (amal baik) yang juga tak sanggup membantu Everyman.

GOOD DEEDS
Everyman, I am sorry for your fall,
And fain would I help you; if I were able.

Meski selalu menasihati Everyman di setiap langkahnya, ketidakberdayaan Good Deeds untuk selalu membantu melemahkan Everyman. Ia ia pun berpaling pada Knowledge (pengetahuan). Tokoh ini pun bersedia menemani perjalanan Everyman. Berdua bertemulah mereka dengan Confession (Pengakuan).  Kegalauan Everyman membuncah saat Confession menuturkan penebusan dosa yang harus ditempuh. Everyman merintih,.memasrahkan nasibnya pada Tuhan.

EVERYMAN
In the name of the Holy Trinity,
My body punished sore shall be.
Take this, body, for the sin of the flesh;
Also thou delightest to go gay and fresh;
And in the way of damnation thou didst me bring,
Therefore suffer now strokes and punishing... (hal. 19)

Lalu, satu-persatu tokoh dipanggil untuk meringankan penderitaan Everyman. Beauty, Strength, Discretion, dan Five Wits muncul memberikan dukungan. Namun, mereka pun satu persatu pergi. Tak bisa bertahan. Hingga satu yang tertinggal hingga Angel datang menjemput.

Di akhir tulisan, tokoh Doktor muncul. Tokoh yang menemani Everyman di saat terakhirnya. Tak ada Beauty, Five Wits, Strenght dan Discretion, kecuali Good Deeds yang terus berada di sisi Everyman. Di hadapan Tuhan, tak ada yang berarti kecuali Good Deeds.

Tulisan anonymous ini menurutku merupakan tulisan yang padat dengan pesan moral. Bagaimana seseorang seharusnya menghargai dirinya, memahami bahwa Beauty (kecantikan), Strenght (Kekuatan), Persahabatan dan hal lain yang melekat pada dirinya akan meninggalkannya kelak. Kecuali Good Deeds (amal baik). Tak akan ada yang dapat menemani selamanya selain amal baik. Hal yang kelak akan mengangkat derajat kebahagiaan kita di hadapan Tuhan,

Bandarlampung, 29 April 2020

Judul Buku : Everyman
Penulis        : Anonymous
Tebal Buku  : 31 Halaman
Penerbit       : -
Harga           : -
Jenis buku    : PDF

Saturday 28 March 2020

Alasan Memilih Review Buku "The Holocaust Industry"



Industri Holocaust mungkin telah berubah menjadi "perampok terbesar yang pernah ada dalam sejarah kemanusiaan"


Bicara tentang Holocaust pasti mengingatkan kita tentang genosida yang dilakukan oleh Jerman pada Perang Dunia II. Holocaust yang menurut berita di media massa menelan sekitar enam juta jiwa yang sebagian besar adalah orang Yahudi. Berita yang terpatahkan menurut fakta yang ada di buku ini.

Holocaust berarti penghancuran besar terhadap kehidupan, khususnya dengan melakukan pembakaran. Teknisnya kata itu berarti pembantaian massal dan keji terhadap kaum Yahudi oleh Nazi Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler di masa Perang Dunia II.

Holocoust yang dianggap sebagai penipuan terorganisir atas nama masa lalu. Kejahatan besar yang dianggap kebenaran karena kepentingan politik yang tersembunyi. Sebut saja angka pembantaian secara sistematis enam juta jiwa Yahudi oleh Nazi Jerman saat itu yang kemudian mengilhami film Spielberg Schindler's List. Padahal ukuran Auschwitch, kamp kerja Jerman paling terkenal buruknya, sangat kecil, dengan hanya 11.000 (kebanyakan bahkan bukan orang Yahudi). Menurut hitungan sederhana, Jerman butuh ratusan kamp untuk menghabisi 137 orang per jam, agar enam juta Yahudi dapat dibantai di kamp-kamp kecil Auschwitz. Hal yang tak masuk akal mengingat hanya 850.000 tentara dan sipil yang terbunuh selama perang dunia II. 

Menurut pendapat penulis, Barat bahkan menganggap Holocaust sebagai sesuatu yang sakral. Melebihi kitab suci dari Kristen maupun Yesus, sebab orang dapat menghina Tuhan tanpa risiko apa pun. Tapi menolak Holocaust dianggap suatu dosa besar.  Seorang Germar Rodef, ahli Kimia asal Jerman dipaksa bunuh diri karena menulis buku "Dissection Holocaust" (Pembedahan Holocaust).  Sedang beberapa yang lain dibungkam oleh kenyamanan secara finansial hingga tidak mampu mempertanyakan kebenaran Holocaust.

5 Alasan yang menyebabkan Barat tidak kritis terhadap masalah Holocaust

  1. Masalah psikologis, yang disebabkan oleh rasa bersalah. Pembantaian Yahudi ini dianggap sebagai hal yang memalukan hingga Barat tak mampu melihat isu Holocaust secara kritis.
  2. Masalah moral. Barat ingin menghapus dosa masa lalu dengan memberi tempat tinggal kepada bangsa Yahudi. Ironisnya, Barat memberikan tempat tinggal dari tanah Palestina yang tak bersalah.
  3. Masalah politik. Pada masa perang Dingin dukungan pada Israel dikaitkan dengan upaya membendung komunisme dan nasionalisme Arab di Timur Tengah yang kaya dengan minyak.
  4. Masalah komunikasi. Seperti yang sudah diketahui bahwa media massa paling berpengaruh di dunia dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Hal yang tentu saja dapat mempengaruhi opini yang akhirnya berpihak pada Yahudi.
  5. Masalah ekonomi. Dengan uang Yahudi yang digerakkan oleh New York-lah yang memutar perekonomian dunia. Bahkan dengan uang Yahudi, seseorang bisa terpilih sebagai seorang presiden yang dapat disetir demi kepentingan Yahudi.
Alasanku membaca buku "The Holocaust Industry"

Sebenarnya buku The Holocaust Industry ini sudah saya beli 14 tahun yang lalu. Tapi saya malas bacanya. Alasannya? Buku ini berat. Seberat rindu. Rindu akan kebenaran. Seperti yang dibahas oleh penulis buku ini. Alhamdulillah, aku pun akhirnya membaca buku berat ini untuk memenuhi tantangan RC Odop 7.

Buku yang ditulis oleh Norman G. Finkelstein yang juga seorang peranakan Yahudi ini mengupas tentang Industri Holocaust yang hanya menguntungkan sebagian golongan saja. Sementara korban sejarah sesungguhnya, hanya bisa menyaksikan bagaimana penderitaan masa lalu mereka dikomersilkan.

Ironis memang, masih banyak orang yang mengeruk untung dari kesusahan orang lain

Sementara beberapa orang tak berani mengungkapkan kebenaran, karena terjebak dengan kenyamanan finansial, buku Finkelstein dengan berani mengungkapkan fakta yang provokatif berdasarkan fakta yang layak dikemukakan.

Finkelstein yang juga mengajar ilmu politik di DePaul University di Chicago ini menulis buku Image and Reality of the Israel-Palestine Conflict yang populer di tahun 1998 oleh New York Book Review, menjadikan buku ini layak dijadikan referensi bacaan kita.

So, aku pun berpikir bahwa buku-buku sejenis ini dapat dijadikan salah satu tantangan bagi RC Odop selanjutnya. Buku yang dapat membuka pandangan kita tentang sejarah di masa lalu. Menyadarkan kita tentang arti kebenaran yang tak bisa dibungkam oleh apa pun. Kebenaran yang bisa dikenal lewat goresan kata yang kita baca dan kita tulis ulang. Semoga bisa jadi perpanjangan kebaikan di masa depan.

Saturday 21 March 2020

Review Kastil Karya Franz Kafka


Judul Buku : Kastil
Penulis        : Franz Kafka
Penerjemah : Aa Ismanto
Penyelaras Akhir : Rain
ISBN               : 978-602-391-505-7
Tebal              : 460 halaman

Kastil disiapkan untul publikasi setelah kematian Kafka oleh Max Brad dan diterbitkan oleh Kurt Wolff Verlag di.Munich pada tahun 1926. Teks ini berhenti di peristiwa saat K meninggalkan Frieda merawat Jeremias di Herrenhof.
Buku karya Franz Kafka, penulis yang dikenal dengan tulisan absurdnya ini diterbitkan setelah kematian Kafka.

Kutipan di atas kuambil dari cover belakang novel Kafka yang bersampul  putih ini. Novel yang menurutku lumayan tebal.

Tulisan Kafka ini menarik perhatianku karena tulisan Kafka yang pernah kubaca saat kuliah dulu. Metamorphosis. Meski aku tak begitu paham dengan maksud yang tersirat di balik cerita-cerita Kafka, aku baca saja. Paling tidak, aku dapat menambah khazanah perbendaharaan kata-kataku.

Sementara Metamorphosis berkisah tentang Gregor Samsa, seorang salesman yang terlepas dan terbuang dari lingkungannya, Kastil bercerita tentang K dan persinggungannya dengan karakter lain yang penuh gejolak. Tentang usaha K mencari jati dirinya di antara perjalanannya menuju Kastil.

Novel yang menggunakan sudut pandang orang ketiga ini menggambarkan tentang sifat manusia yang lemah. Ketidakteguhan yang membuatnya berusaha mencari pengakuan dari orang lain.

Menurutku, mungkin, tulisan Kafka dipengaruhi oleh masa kanak-kanaknya yang sulit mendapatkan pengakuan dari sang ayah.

Tokoh K yang di awal cerita digambarkan tersesat dalam perjalanannya menuju Kastil. Ia pun menghabiskan malam di atas tikar jerami di sebuah penginapan di desa itu. Bahkan istirahatnya pun terganggu karena penduduk desa penasaran dengan jati dirinya.

Aku sih sedikit terkesan dengan perkataan K saat berbincang dengan Freida, kekasih Klamm:

"...Tetapi banyak rintangan berat di dunia, mereka menjadi semakin besar, dan tak perlu malu untuk meyakinkanmu bahwa ada seorang laki-laki yang mungkin kecil dan tak berpengaruh, tetapi siap untuk bertarung..." (hal.66)

Point yang kudapat dari membaca buku ini adalah tentang seorang K yang berusaha mencari ruang pengakuan bagi dirinya di dunia ini. K ingin mendapati dirinya di tengah orang-orang yang memahami keinginan dirinya, hasratnya, ketakutan dan harapannya. Sayangnya, ketakutannya untuk mengambil risiko dalam menggali potensi dirnya membuatnya terjebak di tempat yang sama tanpa disadarinya.

So, buku setebal 460 halaman ini cukup bagus buat dibaca. Terutama buat kamu yang suka dengan karya Kafka yang terkesan sedikit absurd. Penasaran? Selamat membaca!


Thursday 12 March 2020

Karakter Hester Prynne dan Arthur Dimmesdale dalam The Scarlet Letter


A good man's prayers are golden recompensate (hal. 336)

Membaca buku yang sudah lama kudownload ini membuatku berpikir ulang tentang arti cinta, kejujuran, dan keberanian. Arti tentang hidup.

Buku yang kubaca untuk memenuhi tantangan Reading Challenge Odop yang temanya genre romance. Genre yang lebih sering kubaca dibanding genre lain.

The Scarlet Letter karya Nathaniel Hawthorne merupakan karya klasik yang asyik dibaca. Apalagi kalau kita tertarik membahas tentang cinta dari sudut yang berbeda. Cinta yang penuh keberanian dan pengorbanan.

Kisah The Scarlet Letter yang diperankan oleh dua tokoh sentral, Hester Prynne, seorang wanita muda cantik yang dihukum dengan mengenakan tanda 'A' di dadanya karena dosa perzinahan yang ia lakukan  dan Arthur Dimmesdale, seorang reverant muda yang tampan dan pintar. Ada juga Pearl, putri kesayangan Hester, yang cerdas dan ceria.

Kisah dimulai dengan persidangan atas Hester Prynne yang dilakukan di depan banyak orang. Hester yang menggendong Pearl yang masih bayi, mengenakan baju merah dengan simbol 'A' (Adultery yang artinya perzinahan) dengan tabah menghadapi kemarahan dewan gereja dan masyarakat. Hester juga menolak memberitahu nama 'ayah' Pearl. Hal yang membuat gereja marah dan menjebloskan Hester ke penjara.

Keteguhan dan ketabahan Hester menghadapi guncingan dan hinaan warga tak menyurutkan perundungan terhadap putrinya. Tapi, Hester tetap bertahan dan sabar mengakui kesalahannya. Ia juga berusaha menghidupi dirinya dan Pearl dengan kerja keras sebagai penjahit. Keahliannya diakui oleh banyak orang. Termasuk gereja. 

Hester pun tidak membenci ayah Pearl, meski ia tak berani mengakui dosa bersama dirinya. Hester juga tidak mengajarkan Pearl untuk membenci siapapun.

Hester dengan bahagia merawat Pearl, dan menyayanginya. Ia tidak malu dengan keberadaan Pearl. Meski ia menyadari bahwa dirinya tak pantas memiliki berkah seperti Pearl karena dosa-dosanya.

Kesadaran yang membuatnya makin menghargai pemberian Tuhan, lebih mencintai hidup.

Sedang tokoh lain yang membuatku geregetan adalah Arthur Dimmesdale. Seorang pendeta muda yang tampan dan baik. Sayang, ia begitu takut menodai jubah suci gereja yang ia kenakan. Padahal, ia menyadari bahwa ia tak pantas lagi mengenakan jubah simbol kebesaran gereja itu.

Memahami tokoh Dimmesdale ini seperti berusaha mengenal diri sendiri. Sosok yang berjuang meraih derajat mulia di mata masyarakat. Meski harus mengorbankan hati nurani. 

Sosok Dimmesdale yang hidup dalam ketakutan, kekhawatiran dan penyesalan ini mewakili sosok manusia yang tak ingin melepaskan derajat mulia di mata masyarakat. Padahal hatinya berkubang dalam kesedihan dan penderitaan karena dosa yang ia lakukan.

Selanjutnya, ada tokoh Pearl, buah cinta Hester. Tokoh tanpa dosa yang mencari kasih sayang ayah yang tak ia dapatkan. Pearl yang penuh rasa ingin tahu atas segalanya, termasuk perundungan yang sering ia dan ibunya dapatkan. Tokoh yang menggambarkan ketulusan, dan keberanian hingga melunturkan stigma bahwa buah dosa itu tak suci atau bernoda. Tokoh ini seolah menjelaskan bahwa ia tak bersalah. Ia hanya terlahir dari perbuatan dosa.

Akhirnya, aku pun berpikir bahwa cinta itu dapat memaafkan. Seberat apapun dosa kita. Sebagai manusia, kita tak berhak menilai orang lain kecuali apa yang kita ketahui karena belum tentu kita lebih baik. 

Judul buku   : The Scarlet Letter
Penulis          : Nathaniel Hawthorne
Penerbit       : Planet PDF
Tebal             : 394 halaman

For more free eBook visit our Web site at http://www.planetpdf.com/

Saturday 7 March 2020

Review Awal dan Akhir Novel Karya Naguib Mahfouz


Judul           : Awal dan Akhir
Penulis        : Naguib Mahfouz
Penerjemah : Anton Kurnia dan Anwar Holid
Pengantar  : Supardi Djoko Damono
Penerbit      : Yayasan Obor Indonesia 2000
ISBN            : 979-461-352-5
Tebal           : 310

Ia (Mahfouz) bukan hanya seorang Hugo dan seorang Dickens, tetapi juga seorang Galsworthy, seorang Mann, seorang Zola, dan seorang Jules Romain. (Edward Said dalam London Review of Books)

Saat aku membaca pengantar novel ini, ketertarikan membaca novel ini muncul. Novel yang ditulis oleh Naguib Mahfouz, seorang penulis dari tanah Mesir yang banyak menulis tentang "pemberontakan" hingga menarik perhatian Barat.

Novelnya yang berjudul Awal dan Akhir ini pun menceritakan kritik yang tersirat tentang keadaan ekonomi di Mesir pada saat itu. Juga mengenai pandangan universal yang berakar di masyarakat.

Novel yang mengungkapkan tentang kemiskinan, masalah sensitif di masyarakat yang begitu mendesak untuk dibahas, dan dicari solusinya.

Masalah kemiskinan yang memetakan perbedaan besar antara si kaya dan si miskin, antara penguasa dan yang dikiasai, dan antara yang kuat dan tak berdaya.

Novel yang dimulai dengan kisah dua anak laki-laki yang diberitahu di sekolah bahwa ayah mereka telah meninggal. Ayah, yang merupakan satu-satunya pencari nafkah di keluarga itu. Kegoncangan dan kebingungan mendera keluarga yang harus hidup tanpa penopang hidup. Sementara anak tertua keluarga ini pun tidak bisa diharapkan.

Penderitaan dan kesedihan keluarga ini terus berlanjut, hingga anak perempuan keluarga ini pun menjadi tukang jahit, dan terjebak dalam pahitnya pilihan hidup. Semuanya karena keputusasaan dan ketidakberdayaan dalam menjalani hidup ini.

Keputusasaan yang didasari atas rasa sendiri. Diabaikan. Tanpa penolong. Bukankah kita ini mahluk yang rapuh tanpa bantuan orang lain? Tanpa kasih sayang dari sekitar kita?

Meskipun mereka tetap berusaha yakin pada kebaikan Allah, keputusasaan dan keterasingan dari dunia ini membawa akhir penuh tragedi pada novel yang murung ini.

M. M Badawi dalam sebuah artikel untuk The Egyptian Bulletin bulan Juni 1982,  menyatakan keutamaan karya Mahfouz sebagai kritik sosial politik yang dilukiskan sebagai:

Takdir bagi karakter individu adalah mikrokosmos, namun makrokosmos adalah takdir bagi Mesir modern. Tragedi, penderitaan, konflik antara lelaki dan perempuan yang dicerminkan oleh orang-orang dalam novel ini meliputi skala sosial yang lebih besar, perubahan politik dan intelektual dalam sebuah bagian penting dunia Arab modern....(hal. xix)

Menurutku, pergolakan sosial yang terefleksi dalam setiap adegan di novel ini adalah gambaran nyata keadaan sosial yang secara universal terjadi di negara ketiga, seperti Mesir. Gambaran kenyataan yang juga mirip dengan Indonesia.

Aku teringat saat membaca tokoh Hasan, anak tertua di keluarga ini. Tokoh yang cenderung kesulitan mencari ruang bagi dirinya di masyarakat. Terombang-ambing dalam ketakberdayaan karena terbiasa bergantung pada ayahnya.

Tokoh yang mewakili keadaan negara dunia ketiga yang 'bingung' saat negara 'pelindung' meninggalkannya. Limbung karena tak adanya kemandirian dalam berkarya. Terbiasa mengandalkan negara lain untuk memenuhi kebutuhannya.

Selanjutnya, tak adanya kerabat atau teman yang mengulurkan bantuan pada keluarga ini membuat keterpurukan makin menyelimuti. Seolah tak ada jalan keluar, bagai suatu negara yang terisolasi karena kemiskinannya. Ditambah tak adanya sumber daya manusia yang bisa diandalkan untuk menghidupi.

Kemudian ada tokoh Nafisah, anak perempuan yang terombang-ambing dengan hasratnya sebagai seorang gadis terhormat dan menjaga keutuhan keluarga. Pilihan yang berat, sementara kepentingan perut tak bisa ditunda.

Nafisah yang menggambarkan warga suatu negara ketiga yang begitu berhasrat untuk menunjukkan kecantikannya pada dunia. Ia berusaha memenuhi hasrat kewanitaanya yang secara alami merupakan hal yang wajar. Sayangnya, pengetahuannya tentang dunia yang terbatas membuatnya terjebak dalam urusan perut semata. Kebodohan menyebabkannya tak bisa menghargai dirinya sebagai seorang wanita. Memilih mengakhiri hidup dibanding menghadapi kenyataan.

Tokoh ibu di novel ini pun digambarkan nyata dalam perjuangannya mempertahankan biduk rumah tangga setelah nahkoda pergi. Ia berjuang memegang kemudi yang tak ia kenal, sementara kapal perlahan karam.

Perjuangan yang seakan menemui titik akhir, saat usaha selalu bertemu kegagalan. Hal yang seharusnya dapat dihindari jika ada kolaborasi atau bantuan dari pihak lain atau keluarga. Kerabat atau  teman yang bersedia mengulurkan bantuan agar penderitaan dapat dibagi. Tak terlalu berat hingga menimbulkan akhir yang begitu tragis. Penyesalan dan kematian.

So, membaca buku ini menyadarkanku tentang pentingnya menjaga rasa kasih sayang pada sesama. Mengingatkan tentang pentingnya berbagi pada sekitar kita. Hal yang mengingatkanku atas ucapan seorang teman, "Kebaikan itu dapat menghindarkan penderitaan baik bagi pemberi maupun penerima."

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...