Tuesday 12 May 2020

Resensi Si Kabayan: Dongeng Sunda Hits Tahun 90an


Judul buku                      : Si Kabayan
Dikisahkan kembali     : Ajib Rosidi
Penerbit                         : Jakarta, Gunung Agung
Tahun terbit                 : 1985
Harga                             : -
Pencetak                         : PT. Saksama, Jakarta
Tebal Buku                 : 167 halaman

Mengenal kembali kesusasteraan rakyat daerah yang bernilai merupakan hal yang menyenangkan. Sayangnya, cerita-cerita rakyat seperi dongeng Si Kabayan masih kalah gaungnya dibanding drakor atau serial marvel yang sangat digandrungi generasi Z ini.  

Aku yang lahir di tahun 90an ini mungkin termasuk generasi Y yang terbilang beruntung. Kenapa tidak? Ada banyak alasannya. Salah satunya adalah kesempatanku merasakan sentuhan magis dari dongeng-dongeng jadul sekelas Si Kabayan yang merasuk ke dalam hati. Termasuk mendengar dan membaca dongeng ini di bangku sekolah atau sekedar obrolan sesama teman.  

Dongeng  yang bikin aku mengerti tentang  moralitas dan aspek lain dari kehidupan ini. Tentu saja ini tak terlepas dari semangat kebersamaan yang tumbuh berkat membaca dongeng. Ya, gimana nggak? Satu buki dibaca rame-rame. 

Ah, aku geli sendiri mengingat masa lalu. Sebagaimana aku pun masih tersenyum sendiri saat membaca buku jadul ini. Si Kabayan. Buku yang diberikan teman adik kepada adikku di sekitar tahun 90an dan kini buku ini ada di tanganku. So, buku ini sudah berusia lebih dari 25 tahun!

Meski sudah tua dan menguning, buku ini masih bisa dibaca. Lembarannya pun masih utuh.  Aku pun masih bisa merasakan sensasi membaca buku lama ini. Alhamdulillah.

So, aku pun ingin membagi rasa ini agar hikmah dongeng rakyat ini dapat terurai dalam kehidupan kita. Setidaknya, kisah Si Kabayan yang mengingatkanku dengan Abu Nawas ini bisa menghibur di saat sulit. Termasuk masa pandemi Covid-19 ini.

Sinopsis

Kabayan dikenal sebagai tokoh ambivalen. Dikasihani, dipuji dan dikagumi sebagai tokoh yang cerdik, sekaligus dicerca sebagai orang yang bodoh dan dungu.

Kisah yang bikin aku sebal dengan tokoh ini adalah Si Kabayan Pergi ke Hutan. Di cerita ini Kabayan memerankan dirinya sebagai pemalas yang tak tahu diri. Meskipun sudah beristri, Kabayan tak berusaha untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Jangankan, memberi makan keluarganya, untuk dirinya saja Kabayan hanya mengandalkan istrinya. Mengesalkan, kan!?

Diceritakan karena gondok melihat menantunya yang selalu rebahan, mertua Kabayan memintanya untuk ke hutan. Pada hari pertama, mertua Kabayan kesal karena ia tak membawa sarang lebah yang ia lihat di hutan. Hari ke dua, Kabayan tetap tak membawa apa-apa. Ia malah membakar pantat kijang dengan kojanya sesuai pesan mertuanya di hari pertama. Hari ke tiga, Mertua Kabayan tambah kesal karena ia membunuh perempuan yang ia temui di hutan sesuai pesan sebelunya. Lalu, di hari ke empat Kabayan ke hutan dan pulang membawa tetinggi. Tentu saja, mertuanya marah, lalu berpesan kalau Kabayan bertemu siapapun yang mengajaknya di hutan agar tak dipedulikan. Begitulah, Kabayan tak peduli dan terus berjalan saat tetangganya mengajaknya makan di acara kenduri. Persis sesuai pesan mertuanya.

Nah, dungu sekali kan? Bikin gemes!

Begitupun dengan kisah Si Kabayan yang lain. Bisa bikin kita kesal dan senyum-senyum sendiri. 

Oya, selain dongeng Si Kabayan, buku ini juga berisi dongeng-dongeng Sunda lain, seperti: Si Separoh Mencari Tuhan yang mengisahkan tentang seorang manusia bertubuh separuh. Yups, ia hanya memiliki separuh tubuh. Karena itulah, Si Separoh melakukan perjalanan untuk mengadukan nasibnya. Pertama, Separoh menemui Marahari yang ia anggap berkuasa. Sayang, matahari tak sanggup membantunya. Separoh pun menemui sang Mendung, sang Angin, sang Gunung, sang Landak, dan sang Anjing. Semuanya tak sanggup membantu si Separoh. Akhirnya si Separoh pun menemui manusia atas saran si Anjing. Dan, si Separoh kembali melakukan perjalanan mencari Tuhan untuk meminta keadilan. Perjalanan yang mempertemukannya dengan pak Haji yang mengharap imbalan atas amalnya dan, pencuri yang bertobat. Mereka minta si Separoh menanyakan keinginan mereka. Di akhir cerita si Separoh berhasil menemui Tuhan dan memperoleh jawaban atas pertanyaan pak Haji dan si Pencuri.

Selanjutnya, ada juga dongeng si Buncir, Nyi Bungsu Rarang, si Pucuk Kalumpang, Kijang Talangkas, sang Korowelang, Burak Siluman, dan dongeng Sunda lain yang cocok jadi cerita pengantar tidur. Dongeng penuh hikmah yang bagus buat anak-anak.

Kelebihan Buku

Buku dongeng ini sangat baik dibaca untuk segala umur. Ceritanya mudah dipahami dan menghibur. Dongeng Kabayan ini juga sarat dengan pesan kearifan lokal yang mulai ditinggalkan generasi Z.

Kekurangan Buku

Menurutku sih, buku ini seharusnya lebih visual karena segmen pembacanya anak-anak. Buku yang melulu teks biasanya akan bikin anak lekas bosan. 

Bandarlampung, 12 Mei 2020




8 comments:

  1. Ya ampun Kabayan Kabayan, bikin gemes. Ini dongeng2 lama yg aku ga tahu kalau ada bukunya, dengar cerita dari mulut ke mulut saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya.. aku inget kabayan jadi inget abu nawas hehe

      Delete
  2. tau Kabayan cm dari film, yang merankan kang Didi Petet hehehe..ceritanya bisa diupgrade jadi buku komik nih, biar lbh visual gt ya mba Yoha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener mbak.. bocah milenia kan lebih visual yak. Lebih banyak gambar lebih bagus. Apalagi dibikin komik. Uwow..

      Delete
  3. mbak detail bgt kalo nge-review :) jd bikin penasaran lho sama bukunya langsung, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini buku jadul. Mungkin bisa diperoleh di toko buku second ^^

      Delete
  4. Si Kabayan 😊 ada bukunya tho? Ssy pkkir cuma cerita legenda dari mulut ke mulut

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada kak. Buku jadul. Mungkin ada juga yang udah nulis ulang atau versi digitalnya? Tapi belum pernah baca ^^

      Delete

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...