Monday 24 February 2020

Review Novel Si Cantik dari Notre Dame karya Victor Hugo



Judul Buku              : Si Cantik dari Notre Dame
Penulis                    : Victor Hugo
ISBN                       : 978-979-024-208-1
Penerbit                  : PT. Serambi Ilmu Semesta
Harga                      :  -
Tebal Buku              :  570 hlm
Penerjemah            :  Sunaryono Basuki K.S
Penyunting             :   Anton Kurnia
Pemeriksa Aksara  :  Eldani
Pewajah isi             :   Siti Qomariyah
Cetakan                  :  Juli 2010

Saat melihat judulnya, aku berpikir tentang kisah cinta seperti Beauty and The Beast. Nyatanya, aku sungguh keliru!  Novel yang berjudul asli The Hunchback from Notre Dame ini mengisahkan dalamnya kegelapan hati manusia dapat mempengaruhi  caranya memperlakukan orang lain.

Beberapa tokoh menggambarkan moral manusia yang begitu bobroknya, hingga membuat kudukku meremang. 

Tokoh-tokoh Menggetarkan Hati Dalam "Si Cantikdari Notre Dame"

1. Quasimodo

Quasimodo yang bertampang rusak dengan wujud yang tak terbayang dalam imajinasi terburuk sekalipun.

Mata satu, wajah mengerikan, bungkuk, dan kaki melengkung. Hingga saat bayi pun ia tak dikira bayi manusia! 

Ia dibuang, dihina, dikucilkan, dan dianggap tak lebih buruk dari hewan. Bahkan oleh orang yang merawatnya sendiri. Frollo, wakil uskup yang membesarkannya sendiri dengan tangannya. Menganggap Quasimodo sebagai semacam investasi atas nama adiknya yang nakal.

Quasimodo yang besar di lingkungan tembok Katedral Notre Dame memiliki tugas besar utama sebagai pemukul lonceng. Tugas yang amat ia cintai.

Tugas ini pun yang makin menjauhkannya dengan dunia. Ia jadi tuli karena bunyi lonceng yang menghantam gendang telinganya bertahun-tahun. 

Selanjutnya, ia pun memilih jadi bisu karena enggan menghiraukan ejekan orang-orang terhadapnya. Ia fokus pada yang ia sanggup ia lihat. 

Quasimodo, menurutku perwujudan manusia penghamba tuannya tanpa syarat. Ia patuh pada hampir semua keinginan ayah angkatnya, Frollo.

Quasimodo, hanya mengenal dua bentuk cinta dalam hidupnya. Lonceng Katedral Notre Dame dan Frollo. Bagai ibu. Bagai Tuhan. Dicinta dan ditakuti.

2. Claude Frollo

Frollo yang cerdas dan haus akan ilmu pengetahuan. Di matanya tak ada yang lebih penting dibanding ilmu pengetahuan.

Kecintaannya yang berlebihan pada ilmu pengetahuan membuat pribadi Frollo jadi aneh dan suram. Ia menganggap hubungan manusia itu tidak penting. Ia juga hanya menghabiskan bertahun-tahun hidupnya dalam buku dan penelitiannya. 

Sedangkan pengabdiannya sebagai wakil uskup hanyalah penggugguran tanggung jawab. Ia mengambil banyak keuntungan dari jabatannya, baik bagi kecintaannya yang aneh pada pengetahuan atau untuk menutupi dosa Jehan Frollo, adiknya.

"Sama saja, otak adalah sesuatu yang baik dan kakakku wakil uskup sangat beruntung karena bijaksana dan punya uang." (Hal. 356)

3. Esmeralda

Gadis gipsi yang cantik ini menggambarkan cinta yang bebas. Sayang, kecantikan wajahnya tak seperti nasibnya. Meski memiliki kambing sebagai sahabat, ia tak bisa memilih sahabat dan kekasih yang tulus. Semua yang dekat padanya selalu memiliki dua alasan, yaitu kecantikan dan tubuhnya.

Esmeralda pun terjebak di tengah kemelut perebutan empat pria dalam hidupnya, yaitu: Quasimodo yang tulus mencintainya meski ia berbentuk monster, Frollo yang seorang wakil uskup tapi haus akan kekuasaan, Gringoire seorang penyair miskin yang ia nikahi untuk menyelamatkan hidup pria itu dan Phoebus, seorang perwira licik yang berwajah tampan.

4. Gringoire

Penyair miskin yatim piatu yang begitu mencintai seni sebagai penyabung hidupnya. Ia hidup dari hari ke hari mengandalkan dirinya dan belas kasihan orang lain. Sangking miskinnya, kaki lima pun barang mewah baginya untuk tidur.

Bahkan kematian pun tak begitu mengkhawatirkannya sebagaimana kemiskinan dan Quasimodo. 

"Apa sebenarnya kematian itu?" Gringoire melanjutkan dengan rasa bangga. "Suatu saat yang tidak menyenangkan, gerbang menuju bukan apa-apa.."

Sinopsis

Awal cerita dimulai dengan pertunjukan drama Kaum Dungu yang gagal. Digantikan oleh arakan Paus Kaum Dungu yang dianggap lebih menghibur.

Mungkin kamu mengira Paus Kaum Dungu adalah sebutan biasa. Tapi pertunjukan ini tak lebih dari olok-olokan tak beradab. Pencarian akan bentuk tanpa bentuk sebagai sumber olok-olokan, hinaan, dan kekaguman atas rasa jijik. 

Pada pencarian itu terpilihlah Quasimodo. Ia dianggap yang terburuk dari yang paling buruk. Quasimodo diarak, dan dielu-elukan keliling kota Paris. Didandani bak raja kaum gila "Paus Kaum Dungu". Dihina, ditakuti dan dikagumi. Orang-orang melihat sambil menutup mata dengan jijik.

Quasimodo yang seumur hidup belum pernah mendapat perhatian penuh, merasa tersanjung. Ia merasa berbeda.

Ia melihat dunia dengan cara yang berbeda melebihi tembok-tembok Katedral Notre Dame yang ia panjat selama bertahun-tahun. 

Ia pun melihat dunia ini dari mata Esmeralda, lalu mengaggumi dan mengejarnya. Berharap dapat bersamanya. 

Aku sih, melihat sosok Quasimodo dalam bingkai masyarakat sebagai orang yang terbuang dari masyarakat. Dibuang oleh orang tuanya karena wujudnya yang aneh, diangkat oleh seorang wakil uskup yang mengurusnya sebagai penebusan dosa adiknya, dan memperlakukan Quasimodo tak lebih dari budak.

Pengalihan rasa cinta Quasimodo dari lonceng Katedral Gereja dan Frollo pada wujud Esmeralda yang cantik adalah wajar. Bukankah cinta itu merindu pada keindahan, dan bukannya dingin lonceng, tembok, dan sifat manusia yang digambarkan oleh sifat Frollo?

Sedang yang indah pun selalu condong pada yang indah pula. Sebagaimana Esmeralda menganggap dirinya mencintai Phoebus yang tampan.

Sayangnya, kita sering tertipu oleh penampilan fisik seseorang. Wajah yang indah terkadang hanya menutupi borok dari sifat yang sudah mengakar. Mata yang terlihat jernih pun lebih suka melihat penderitaan orang lain. Bahkan bisa menjatuhi hukuman mati sambil makan dan minum!

Anyway, kisah ini bikin kita jadi berpikir kritis tentang diri kita. Berusaha melakukan perbaikan sikap. Sungguh, moral yang baik itu bukan hadir dari genggaman jabatan, tapi dari niat tulus dan hati yang baik.

No comments:

Post a Comment

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...