Monday 15 June 2020

Review Buku Al Huda: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Islam


Buku kumpulan jurnal Al-Huda yang ada di tanganku ini kiranya masih relevan mengahadapi perubahan zaman. New normal yang menjadi keadaan sebagai mitigasi pandemi yang melanda umat seluruh dunia. Perubahan yang juga membutuhkan strategi baru demi mengatasi kebutuhan perut. Hal yang niscaya dilakukan adalah beradaptasi dalam segala bidang termasuk mencari sumber keuangan kedua.  Respon alami mengingat pergerakan orang yang terbatas mengakibatkan sumber keuangan utama tergoyahkan.

Nah, kali ini aku nggak membahas tentang New Normal dan upaya masyarakat demi menjaga keberlangsungan kehidupannya. Aku hanya akan membahas tentang nafs dalam konsep pemikiran Islam yang mungkin jadi penggerak utama dalam menghadapi perubahan new normal ini. Isu yang dibahas oleh penulis dengan rinci dan gamblang.

Pengertian Nafs

Nafs, anti sosial yang maknanya adalah esensi, jiwa yang menghidupkan, psikis, ruh, pikiran, kehidupan, dan hasrat. Kecenderrungan nafs adalah memaksakan hasrat-hasrat dalam pemuasan diri sendiri. Walaupun kepuasan tersebut tak akan pernah terpenuhi. Istilah yang dalam terminologi sufi, istilah nafs secara implisit merujuk pada al-nafs al-ammarah, yaitu jiwa yang rendah yang dikendalikan oleh sifat-sifat jahat.(hal.55)

Penjelasan terperinci tentang nafs ini menjanjikan pada kita tentang pemahaman lebih bahwa nafs ini menggiring manusia pada upaya pencarian cara baru pemuasan diri yang tanpa henti. Hasrat yang menjerumuskan manusia pada apa yang disebut dalam terminologi psikoloanalisis sebagai "the culture of narcissism" - manusia yang mencari ketenaran, popularitas, publisitas dirinya sendiri.

Berbanding terbalik dengan konsep tersebut, kaum sufi, tidak mencari-cari ketenaran tersebut. Mereka menyembunyikan diri dalam jubah kerendah-hatian untuk mencapai kemuliaan. Mereka tidak ingin dimuliakan atau dikenal.(hal. 55)

Konsep kaum sufi yang mengingatkanku dengan beberapa tokoh seperti Muhammad Jalaludin Rumi dan Muhammad Iqbal. Tokoh-tokoh yang melepaskan diri dari konsep hedonisme yang melulu memikirkan diri sendiri. Mereka memiliki kekhawatiran mendalam tentang masa depan generasi muda bahkan sebelum bencana kemanusiaan akibat pandemi ini terjadi. 

Well, aku tahu, menjadikan kaum sufi sebagai tolak ukur bagiku yang awam ini mungkin terlalu tinggi. Meskipun begitu, pengetahuan tentang pemahaman sufi dan nafs ini penting sebagai penyeimbang kehidupan kita menghadapi perubahan New Normal dan pedoman standar mencari sumber keuangan kedua. Konsep yang menjaga keberlangsungan hidup semua mahluk di bumi ini.

Beberapa hal yang mengganggu pemikiranku tentang pembahasan hasrat dan nafs di buku ini adalah bagaimana nafs dianggap sebagai mesin hasrat. Bagaimana nafs menjadi desiring machine. yang mengabaikan semua aturan dan kebiasaan sosial. Hal yang pastinya bertolak belakang dari tujuan New Normal yang menitikberatkan kepentingan masyarakat.
 
Sedangkan dalam pandangan sufisme, nafs yang memeliki kecendurangan sifat-sifat rendah ini tidak dihilangkan keberadaannya. Hasrat-hasrat ini dikendalikan, dimurnikan dan dibersihkan dari sifat rendah duniawi. Hingga tercapailah level nafs yang lebih tinggi, an-nafs al-muthma'inah, nafs yang tenang. Nafs yang bahkan dapat menjadi bara kecintaan pada Tuhan.

Nah, hasrat an-nafs al-muthma'inah ini juga yang jadi motor penggerak perubahan kebudayaan menuju kondisi yang lebih baik. Positive desire yang mendorong kehidupan manusia menuju keadaan masyarakat yang hidup dalam kenyamanan,kemajuan dan kesejahteraan. Keadaan yang diharapkan pada masa New Normal ini.

Sebut saja dorongan positive desire ini dapat menciptakan kebudayaan baru yang lebih sehat. Harmonis dengan alam. Bagaimana sekarang kita lebih menjaga kesehatan diri dengan rajin berolah raga, cuci tangan, dan menggunakan masker. Kebiasaan baru yang dapat mengubah kita lebih sensitif dengan keadaan sekitar kita. Mengendalikan nafs yang berlebihan.

So, gaes.. buku bernas yang berisi jurnal-jurnal keislaman ini membahas tentang banyak hal. Percaya deh, membacanya pasti bikin kita makin mengerti tentang isu-isu sekitar kita.

Bandarlampung, 15 Juni 2020

2 comments:

  1. Replies
    1. Iya..mbak Maria..aku baca doang.. ngertinya mungkin besok-besok^^

      Delete

And The Mountains Echoed: Harapan dalam Keputusasaan

Manaar tergeletak di kasur tipis, butut dan bau   di antara kasur-kasur serupa di ruangan sempit itu. Tubuhnya kurus dengan benjolan membesa...